Kamis, 12 Desember 2013
girl in the rain
ini gambar yang aku buat pakai program "paint" di laptop. harapannya sih pengen buat ilustrasi cerita atau bahkan cover buku eh, novel saya. hha. tapi gak dink. wajahnya sedih. kita bikin lagi yang bahagia besok.
hem.. pengen jadi mangaka. tapi g jago gambar. hha, apalagi gambar ekstremitas *malu. tapi pengen sekali mematenkan carakter ini. ini lho karakter punya saya. masih bingung mau namain siapa. suka sih nama Hime, tapi juga lagi suka nama Ruki.
dilihat-lihat seperti gambar anak TK ya. tapi di situ seninya *pembelaan.
Selasa, 26 November 2013
TIPE-TIPE SKIZOFRENIA
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnoosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) skizofrenia dibagi kedalam 9 tipe, yaitu:
1) F20.0 Skizofernia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara manapun. Gamabaran klinis didominasi oleh waham-waham yang secara stabil, sering kali bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusianasi-halusianasi, terutama halusinasi pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongan kehendak (vilition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak menonjol.
Beberapa contoh dari gejajal-gejala paranoid yang paling umum : a) Waham-waham kejaran , rujukan (reference), “exalted birth” (merasa dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan; b) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing); c) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan-keadaan yang akut, tetapi sekalipun demikian kelaianan atau tidak menghambat diberikannnya deskripsi secara jelas mengenai waham atau halusinasi yang bersifat khas. Keadaan afektif biasanya kurang menumpul dibandingkan jenis-jenis skizofrenia lain, tetapi suatu derajat yang rinagan mengenai ketidakserasian (incongruity) umum dijumpai seperti gangguan iritabilitas, kemarahan yang tiba-tiba, ketakutan dan kecurigaan. Gejala “negatif” seperti pendataran afektif, hendaya dalam dorongan kehendak (volition) sering dijumpai tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya.
Onset cenderung terjadi pada usia yang lebih tua daripada bentuk-bentuk hebefrenik dan katatonik.
2) F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia denga perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tak bertanggungjawab dan tak dapat diramalkan, serta umumnya mannerisme. Suasana perasaan (mood) pasien dangkal, dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai cekikikan (giggling) atau perasaan puas-diri (self-satisfied), senyum sendiri (self absorbed smiling), atau oleh sikap yang angkuh/ agung (lofty manner); tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersebdau gurau (pranks), keluhan yang hipokondrik, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases). Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Ada kecenderungan untuk tetap menyendiri (solitary), dan perilaku tampak hampa dan tanpa tujuan dan hampa perasaan. Bentuk skizofrenia ini biasanya mulai antara umur 15-25 tahun, cenderung mempunyai prognosis yang buruk akibat berkembangnya secara cepat gejala “negatif”, terutama mendatarnya afek dan semakin berkurangnya dorongan kehendak (lost of volition).
Sebagai tambahan gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan gairah (drive) dan ketegasan (determination) hilang seta tujuan ditinggalkan, sehingga perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya makin mempersukar opemahaman mengenai arus pikir pasien.
3) F20.2 Skizofrenia Katatonik
Gangguan psikomotor yang menonjol merpukana gambaran yang esensial dan dominan dan dapat bervariasi antara kondisi eksterm seperti hiperkinesis dan stupor, atau antara sifat penurut yang otomatis dan negativisme. Sikap dan posisi tubuh yang dipaksakan (costrained) dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Episode kegelisahan disertai kekerasan (violent) mungkin merupakan gambaran keadaan yang mencolok.
Karena alasan kurang dipahami, skizofernia katatonik sekarang jarang dijumpai di negera-negara industri, walaupun dimana-mana tetap lazim dijumpai. Fenomena katatonik ini dapat berkombinasi dengan suatu keadaan seperti bermimpi (oneroid) dengan halusinasi pemandangan yang jelas.
4) F20.3 Skizofrenia Tidak Terinci (undifferentiated)
Kondisi-kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik umum untuk skizofrenia tetapi tidak sesuai dengan satu pun sub tipe, atau memperlihatkan gejala lebih dari satu sub tipe tanpa gambaran predominasi yang jelas untuk suatu kelompok diagnosis yang khas.
5) F20.4 Depresi Pasca Skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenik harus tetap ada tetapi tidak ada lagi mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap ini dapat “positif” atau “negatif”, walaupun biasanya yang terakhir itu lebih sering. Sering kali sulit untuk dibedakan gejala mana yang ditimbulkan akibat depresi dan mana yang ditimbulkan akibat medikasi neuroleptika atau ditimbulkan akibat gangguan dorongan kehendak, dan mendatarnya afek dari skizofrenia itu sendiri. Gangguan depresif ini disertai oleh suatu peningkatan risiko bunuh diri.
6) F20.5 Skizofrenia Residual
Suatu stadium kronis dalam perkembangan suatu gangguan skizofrenia dimana telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri satu atau lebih episode dengan gejala psikotik yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia di atas) ke stadium lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala “negatif” jangka panjang, walaupun belum tentu irreversibel.
7) F20.6 Skizofrenia Simpleks
Suatu kelainan yang tidak lazim dimana ada perkembangan yang lambat tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja. Tidak terdapat waham dan halusinasi, serta gangguan ini bersifat kurang nyata psikotik jika dibandingkan dengan skizorenia subtipe hebefrenik, paranoid, dan katatonik. Ciri-ciri “negatif” yang khas dari skizofrenia residual (misalnya afek menumpul, hilangnya dorongan kehendak) timbul tanpa didahului oleh gejala-gejala psikotik yang overt. Bersama dengan bertambahnya kemunduran sosial, maka pasien dapat berkembang lebih lanjut menjadi glandangan (psikotik), pendiam, pemalas, dan tanpa tujuan.
8) F20.8 Skizofrenia Lainnya
a) Termasuk : Skizofrenia senestopatik, Gangguan skizofrenia YTT; b) Tak termasuk : Gangguan lir-skizofrenia akut, Skizofrenia siklik, Skizofrenia laten.
9) F200.9 Skizofrenia YTT
daftar pustaka
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition. Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Assosiation.
Label:
skizo
Minggu, 24 November 2013
KINKIN DAN MUSIM HUJAN
“Kin, seharian ini cemberut aja sih kamu.”
“Tuh liat, mendung.” Kinkin menunjuk langit hitam.
Musim hujan tahun ini sama. Membawa kebahagiaan bagi para petani. Tanaman padi menghijau dan siap panen tiap tahunnya. Air melimpah, tak ada ribut-ribut kekeringan lagi, yang ada banjir dimana-mana. Jelas keributannya lain lagi. Sama halnya dengan Kinkin, dia membenci musim hujan. Alasannya klise, basah tiap hari, cucian numpuk, pake mantel ribet tiap hari, dan satu hal lagi kamarnya bocor.
Hujan lebat sudah mengguyur kota sedari pagi. Membuat Kinkin dan mahasiswa lainnya enggan pergi kekampus. Hujan dari langit itu pasti akan menghapus dandanan rapi mereka. Kinkin bermalas-malasan, terhuyung masuk kamar mandi.
“Ntar sampai kampus juga basah lagi. Ih.. bisa ga sih tahun ini hujannya sebulan aja.” Kinkin menggerutu sambil masuk kamar mandi.
Titik-titik hujan sudah mulai mereda, tapi ya, masih saja bisa membasahi apapun yang berada diluar. Kinkin memakai mantelnya, memasukkan sepatunya ke dalam tas kresek hitam. Kostum ribetnya sudah terpasang rapi. Kinkin mengeluarkan motornya. Menerjang hujan pagi ini dengan terpaksa.
Banyak orang terpaksa di musim hujan ini. Kalau bisa sih semuanya punya mobil, jadi aman di jalan, aman dari rintik hujan. Pada kenyataannya mereka terpaksa berhujan-hujan ria. Ada yang menyambut bahagia tapi kalau orang seperti Kinkin, pasti hanya akan membuat gerutuan yang tak pernah berhenti sepanjang hari.
Kinkin masuk kelas dengan keadaan yang bisa dibilang tidak nyaman. Kedinginan, basah, padahal sudah memakai mantel. Beberapa anak lain juga sama dengan Kinkin, bahkan ada yang seperti habis nyemplung kolam, gara-gara malas pake mantel.
“Kog elu bisa kering kayak gitu sih, Mel?” Kinkin menghampiri Mela dan duduk disebelahnya.
Mela tersenyum sombong. “Iya dong, Gue kan dianterin Roni pake mobilnya. Ahahaha.”
“Ih, beruntung banget sih lu.” Kinkin merasa iri.
“Udah Kin, elu yang sabar aja ya?” Mela mencoba membesarkan hati Kinkin sambil menepuk-nepuk bahunya.
Kinkin memandang Mela dengan wajah cemberutnya, merasa tak adil.
Kuliah akhirnya ditemani dengan basah-basahan dan dingin-dinginan yang tidak nyaman. AC-nya juga tidak dimatikan, berhembus kencang menambah dingin.
“Aarrrgghhh, bisa ga sih, ga usah ada musim hujan aja.” Kinkin mulai mengeluh lagi, sambil menyendok makan siangnya.
“Ya ampun, Kin. Kamu dari tahun ke tahun ga pernah ganti topik ya? Keluhannya sama, ga kreatif lu. Elu tuh harus bersyukur kali. Hujan itu berkah. Dan doa elu itu ga bisa ngalahin doa para petani yang udah ngarepin hujan.” Mela berlagak sok Bijak.
“Gue ga suka hujan, Mel. Kamar gue bocor, basah semuanya. Dan gue ga suka.” Kinkin masih mengeluh.
“Jadi, alasannya cuma itu aja? Kinkin, itu kan tinggal dibenerin aja. Ya ampun ni anak bener-bener dah.”
“Ga semudah itu, Mel.”
Hujan masih menemani suasana kantin yang semakin memadat mendekati jam makan siang. Payung berjajar rapi. Basah dimana-mana. Becek. Membuat orang betah berlama-lama di kantin berharap beberapa menit lagi mungkin hujan reda. Kinkin dan Mela sengaja berlama-lama, sengaja menunggu hujan reda. Tapi hujan enggan untuk berhenti.
Suara rintik hujan mendamaikan. Saat tetes airnya menyentuh tanah, menyeruak bau tanah yang menenangkan. Sungai-sungai mati tiba-tiba hidup kembali, memainkan irama gemericik air yang terdengar menyegarkan. Pohon-pohon yang meranggas kembali bertunas dan menghijau. Katak-katak yang berhibernasi bersuka cita bernyanyi setiap hari. Pohon-pohon layu bangkit lagi untuk meneruskan hidupnya.
Kinkin merindukan suara sungai kecil disamping rumahnya, Kinkin merindukan hijaunya pepohonan di sekitar rumahnya. Itulah perasaan Kinkin kecil.
Hujan selalu menjadi romantisme tersendiri bagi beberapa orang. Di novel, di sinetron, di film-film layar lebar, mereka menggambarkan hujan adalah moment berharga bagi pasangan kekasih. Menangis tersedu dibawah rintikan hujan, menari-nari dibawah rintikan hujan. Semuanya tidak pernah seromantis itu menurut Kinkin saat ini. Kinkin lupa akan kerinduannya dengan musim hujan di masa kecilnya.
Bertahun-tahun Kinkin terkungkung pada perasaan bencinya pada hujan. Sampai akhirnya dia bertemu Aldi. Penyanyi indie yang menciptakan lagu yang kebanyakan bertema hujan. Kinkin menemukan romantisme hujan itu. Berhari-hari Kinkin selalu mendengarkan lagu-lagu yang dibawakan Aldi.
“Udah denger lagu baru Gue?” Aldi bertanya pada Kinkin
Kinkin mengangguk. “Iya.”
“Suka?” Aldi bertanya lagi.
“Iya.” Kinkin mengangguk lagi tanpa berkomentar penjang lebar.
Sore itu hujan gerimis turun, matahari bersinar, membuat pola pelangi terlihat dari kejauhan. Kinkin dan Aldi duduk berdua di Cafe. Mereka terdiam menikmati pemandangan merah kuning hijau di langit.
“Ini alasan kenapa gue suka banget sama hujan.” Aldi berkata sambil masih melihat pelangi. “Gue suka liat pelangi.”
Kinkin masih terdiam, kalau melihat pelangi sih Kinkin juga suka. Pemandangan langka. Tapi kan tidak setiap hujan pasti muncul pelangi.
“Tapi kan, ga setiap hujan muncul pelangi.” Kinkin memandang Aldi.
“Iya sih, tapi rintik hujan itu juga mengalun indah seperti nyanyian. Gue juga suka dengernya.”
“Tapi kalau rumah lu bocor, kan ga bisa menikmati rintik hujan dengan tenang.”
Aldi menatap Kinkin heran. “Elu kok mikirnya gitu sih, Kin. Lucu tau.” Aldi seketika tertawa.
Kinkin cemberut. Ini masalah kamar Kinkin yang bocor jadi dia tidak bisa menikmati rintik hujan dengan tenang.
“Pernah ga, elu mencoba benar-benar menikmati hujan?” Aldi bertanya pada Kinkin.
Kinkin menggeleng.
“Sekarang pejamkan mata lu, resapi tenangnya rintik hujan.” Aldi menutup matanya.
Kinkin merasa aneh dengan sikap Aldi. Ada gitu laki-laki seperti ini. Kinkin masih melihat Aldi yang menutup matanya. Perlahan Kinkin mulai mengikuti Aldi menutup mata.
Suara hujan saat kita terpejam memang beda. Terdengar damai, nyanyian yang sangat merdu. Kinkin merasakan suara rintik yang jatuh menyentuh dedaunan, tanah dan atap cafe. Terdengar lamat-lamat suara nyanyian Aldi menambah teduh sore itu. Kinkin mulai menikmatinya. Beberapa saat kemudian Kinkin membuka matanya. Dihadapannya sudah ada Aldi yang tersenyum melihat Kinkin.
“Bagus kan? Apa lagi ditambah lagu itu.” Aldi menunjuk speaker diatas mereka yang dari tadi melantunkan lagu-lagu Musim Hujan, band indie yang divokali Aldi.
Kinkin tersenyum. “Lumayan bisa mempengaruhi gue, lu.” Mereka berdua tertawa bersama sambil menikmati hujan di sore itu.
Setiap hari Kinkin mendengarkan lagu-lagu Musim Hujan. Di kampus dia memamerkannya pada Mela. Tapi Mela tidak terlalu menikmati lagunya, bukan tipe penyuka band indie. Mela suka karena lagu-lagu itu bisa membuat Kinkin berhenti mengeluhkan tentang musim hujan yang menjandi ritunitas setiap tahunnnya. Mela malah menggoda Kinkin menyebut-nyebut nama Aldi disetiap pembicaraan.
“Mel. Udah deh, Aldi itu Cuma temen gue, ga lebih dan ga kurang. Udah ah. Ganti topik.”
“Elu jangan bohong ama gue deh, Kin. Elu pasti suka Aldi kan? Buktinya sekarang elu ga pernah lagi ngeluh soal hujan semenjak ketemu Aldi. Iya kan? Suka kan?” Mela ngotot bertanya sampai Kinkin bilang kalau dia suka Aldi.
“ENGGAK SUKA, Mel.” Kinkin menekankan kalimatnya.
“Ah, pasti cuma belum aja kan?” Mela masih ngotot.
“Ehm.... Bisa jadi.” Kinkin tersenyum sambil berjalan meninggalkan Mela.
“Eh, tunggu dong, Kin.” Mela berlari ke arah Kinkin.
Dua sahabat itu berjalan dikoridor kampus, bercanda ditemani suara gemericik hujan yang turun sedari tadi pagi. Hujan mereda namun tetap menetes rintik-rintik, sinar matahari memberi kehangatan dihiasi pelangi yang melengkung indah dilangit. Kinkin sudah berhenti mngeluhkan hujan yang akan berlangsung beberapa bulan lagi. Kamarny tetap masih bocor, tapi setidaknya dia tidak terlalu mempermasalahkan itu lagi. Mungkin dia sudah bisa menikmati suara hujan yang turun menembus genteng kamarnya yang bocor. Karena hujan adalah awal kehidupan semuanya.
Minggu, 27 Oktober 2013
Perfectionist...
hari ini panas sekali. ya trus? membuat emosi semakin memanas. trus pengen mendekam di pojokan sambil nangis-nangis.
fyuh...
entahlah, aku merasa terpojokkan. sebenarnya tidak sama sekali. saya hanya sensitif tingkat atas saja. perasanya banget.
jadi..
tidak begitu mood sebenarnya. pengen afek datar aja gitu. isolasi sosial kalau perlu. tapi dengan semua itu masalah tidak akan selesai. kalau begitu malah nambah masalah. walau ada yang bilang masalah itu hal yang berharga.
but i'm perfectionist.
udah gitu aja.
bikin puyeng sendiri.
fyuh...
entahlah, aku merasa terpojokkan. sebenarnya tidak sama sekali. saya hanya sensitif tingkat atas saja. perasanya banget.
jadi..
tidak begitu mood sebenarnya. pengen afek datar aja gitu. isolasi sosial kalau perlu. tapi dengan semua itu masalah tidak akan selesai. kalau begitu malah nambah masalah. walau ada yang bilang masalah itu hal yang berharga.
but i'm perfectionist.
udah gitu aja.
bikin puyeng sendiri.
Label:
curhat
Kamis, 24 Oktober 2013
Diagnosa Keperawatan CEDERA KEPALA
kasus:
korban KLL di bawa ke RS, GCS 10, muntah sesekali
Pengkajian
1. Kaji apakah ada jejas di area leher dan bahu untuk memastikan apakah ada cedera servical
2. Klasifikasikan tipe cedera kepala, kesadaran, dan berat ringannya cedera kepala. Karena GCS 10 maka tergolong dalam Moderate Traumatic Brain Injury (Moderate= 9-12).
3. Kaji apakah ada mual muntah. Karena ada muntah sesekali, maka diperkirakan TIK meningkat.
4. Kaji sesuai protokol ATLS/ ABC:
a. Airway
- Kaji apakah ada benda asing atau darah dalam saluran nafas
b. Breathing
- Lihat apakah ada pergerakan dada dan lakukan inspeksi untuk mengamati apakah ada gerakan dada yang tertinggal atau dada tidak simetris
- Kaji nafas dengan teknik look listen and feel untuk memastikan kepatenan jalan nafas
c. Circulation
- Masukkan cairan hangat melalui rongga peritonium untuk memastikan adanya keparahan berupa rupture lien, ren atau hepar.
Diagnosa keperawatan
Decress intracranial adptive capacity
Domain: 9 coping / stress tolerance
Class 3 : Neurobehavioral Stress
Definisi: mekanisme dinamik cairan intracranial yang normalnya mengkompensasi untuk meningkatkan volume intracranial yang dikompromisasi untuk menghasilkan ketidakseimbangan berulang pada peningkatan tekanan intracranial sebagai respon stimuli berbahaya dan tidak berbahaya.
Batasan karakteristik:
• Baseline ICP ≥ 10 mmHg
• Disproportionate increase in ICP following stimulus
• Elevated P2 ICP waveform
• Repeated increases of > 10 mmHg for more than 5 minutes following any of a variety of external stimuli
• Volume-pressure response test variation (volume pressure ratio 2, pressure-volume index < 10)
• Wide amplitude ICP waveform
Faktor yang berhubungan:
- Cedera kepala
NOC
1. Neurological status
a. Kesadaran
b. Control pergerakan pusat
c. Tekanan intrakranial
d. Pola nafas:
e. Tekanan darah
f. Respiratory rate
2. Tisue perfusion cerebral
a. Rata-rata tekanan darah
b. Muntah
c. Demam
NIC
1. Intracranial Pressurre (ICP) Monitoring
Definisi : pengukuran dan interpretasi data pasien untuk regulasi tekanan intrakranial
Aktivitas :
a. Merekam data tekanan intrakaranial
b. Monitor kualitas dan karakteristik perubahan TIK
2. Respiratory Monitoring
Definisi : pengumpulan dan analisa data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat
Aktivitas :
a. Monitor jumlah irama, kedalaman dan usaha untuk bernafas
b. Monitor bunyi nafas, seperti crowing dan snoring
c. Monitor pola nafas : bradypnea
3. Cerebral Perfusion Promotion
Definisi : promosi dari perfusi yang adekuat dan membatasi komplikasi untuk pasien yang mengalami atau berisiko terhadap ketidakadekuatan perfusi serebral
Aktivitas :
a. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik dan menjaga parameter hemodinamik di rentang normal
b. Memberikan agen untuk menarik volume intravaskular jika dibutuhkan seperti koloid, produk darah, dan kristaloid
c. Mempertahankan lever serum glukosa pada rentang normal
d. Hindari memposisikan leher dalam posisi fleksi, berikan medikasi nyeri jika diperlukan
e. Monitor tanda – tanda pendarahan
f. Monitor status neurologis
g. Hitung dan monitor tekanan perfusi serebral (CPP)
h. Monitor MAP
4. Fever Treatment
Definisi : manajemen pasien dengan hiperpirexsia yang disebabkan karena faktor non–lingkungan.
Aktivitas :
a. Monitor suhu secara periodik jika diperlukan
b. Monitor warna kulit dan suhu
c. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
d. Monitor penurunan level dari tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output cairan
f. Monitor abnormalitas elektrolit
g. Monitor keseimbangan asam basa
h. Berikan cairan intravena jika diperlukan
i. Berikan pengobatan untuk mencegah atau mengontrol menggigil
j. Monitor temperatur untuk mencegah treatment yang menyebabkan hipotermi
5. Vomiting Management
Definisi : cegah dan kurangi muntah
Aktivitas :
a. Kaji warna, konsistensi darah saat muntah
b. Menentukan frekuensi dan durasi muntah
c. Identifikasi faktor yang menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah seperti obat – obatan dan tindakan prosedural
d. Dorong pemberian anti – emetik untuk mencegah muntah jika memungkinkan
e. Posisikan untuk mencegah aspirasi
f. Pertahankan jalan nafas
g. Menyediakan kenyamanan selama episode muntah, tunggu minimal 30 menit setelah muntah sebelum diberikan cairan untuk pasien
h. Dorong untuk beristirahat
i. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan memberikan dukungan untuk pasien
j. Monitor seluruh efek dari manajemen muntah
>>> kelompok tutor 3 blok 4.2
korban KLL di bawa ke RS, GCS 10, muntah sesekali
Pengkajian
1. Kaji apakah ada jejas di area leher dan bahu untuk memastikan apakah ada cedera servical
2. Klasifikasikan tipe cedera kepala, kesadaran, dan berat ringannya cedera kepala. Karena GCS 10 maka tergolong dalam Moderate Traumatic Brain Injury (Moderate= 9-12).
3. Kaji apakah ada mual muntah. Karena ada muntah sesekali, maka diperkirakan TIK meningkat.
4. Kaji sesuai protokol ATLS/ ABC:
a. Airway
- Kaji apakah ada benda asing atau darah dalam saluran nafas
b. Breathing
- Lihat apakah ada pergerakan dada dan lakukan inspeksi untuk mengamati apakah ada gerakan dada yang tertinggal atau dada tidak simetris
- Kaji nafas dengan teknik look listen and feel untuk memastikan kepatenan jalan nafas
c. Circulation
- Masukkan cairan hangat melalui rongga peritonium untuk memastikan adanya keparahan berupa rupture lien, ren atau hepar.
Diagnosa keperawatan
Decress intracranial adptive capacity
Domain: 9 coping / stress tolerance
Class 3 : Neurobehavioral Stress
Definisi: mekanisme dinamik cairan intracranial yang normalnya mengkompensasi untuk meningkatkan volume intracranial yang dikompromisasi untuk menghasilkan ketidakseimbangan berulang pada peningkatan tekanan intracranial sebagai respon stimuli berbahaya dan tidak berbahaya.
Batasan karakteristik:
• Baseline ICP ≥ 10 mmHg
• Disproportionate increase in ICP following stimulus
• Elevated P2 ICP waveform
• Repeated increases of > 10 mmHg for more than 5 minutes following any of a variety of external stimuli
• Volume-pressure response test variation (volume pressure ratio 2, pressure-volume index < 10)
• Wide amplitude ICP waveform
Faktor yang berhubungan:
- Cedera kepala
NOC
1. Neurological status
a. Kesadaran
b. Control pergerakan pusat
c. Tekanan intrakranial
d. Pola nafas:
e. Tekanan darah
f. Respiratory rate
2. Tisue perfusion cerebral
a. Rata-rata tekanan darah
b. Muntah
c. Demam
NIC
1. Intracranial Pressurre (ICP) Monitoring
Definisi : pengukuran dan interpretasi data pasien untuk regulasi tekanan intrakranial
Aktivitas :
a. Merekam data tekanan intrakaranial
b. Monitor kualitas dan karakteristik perubahan TIK
2. Respiratory Monitoring
Definisi : pengumpulan dan analisa data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat
Aktivitas :
a. Monitor jumlah irama, kedalaman dan usaha untuk bernafas
b. Monitor bunyi nafas, seperti crowing dan snoring
c. Monitor pola nafas : bradypnea
3. Cerebral Perfusion Promotion
Definisi : promosi dari perfusi yang adekuat dan membatasi komplikasi untuk pasien yang mengalami atau berisiko terhadap ketidakadekuatan perfusi serebral
Aktivitas :
a. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik dan menjaga parameter hemodinamik di rentang normal
b. Memberikan agen untuk menarik volume intravaskular jika dibutuhkan seperti koloid, produk darah, dan kristaloid
c. Mempertahankan lever serum glukosa pada rentang normal
d. Hindari memposisikan leher dalam posisi fleksi, berikan medikasi nyeri jika diperlukan
e. Monitor tanda – tanda pendarahan
f. Monitor status neurologis
g. Hitung dan monitor tekanan perfusi serebral (CPP)
h. Monitor MAP
4. Fever Treatment
Definisi : manajemen pasien dengan hiperpirexsia yang disebabkan karena faktor non–lingkungan.
Aktivitas :
a. Monitor suhu secara periodik jika diperlukan
b. Monitor warna kulit dan suhu
c. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
d. Monitor penurunan level dari tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output cairan
f. Monitor abnormalitas elektrolit
g. Monitor keseimbangan asam basa
h. Berikan cairan intravena jika diperlukan
i. Berikan pengobatan untuk mencegah atau mengontrol menggigil
j. Monitor temperatur untuk mencegah treatment yang menyebabkan hipotermi
5. Vomiting Management
Definisi : cegah dan kurangi muntah
Aktivitas :
a. Kaji warna, konsistensi darah saat muntah
b. Menentukan frekuensi dan durasi muntah
c. Identifikasi faktor yang menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah seperti obat – obatan dan tindakan prosedural
d. Dorong pemberian anti – emetik untuk mencegah muntah jika memungkinkan
e. Posisikan untuk mencegah aspirasi
f. Pertahankan jalan nafas
g. Menyediakan kenyamanan selama episode muntah, tunggu minimal 30 menit setelah muntah sebelum diberikan cairan untuk pasien
h. Dorong untuk beristirahat
i. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan memberikan dukungan untuk pasien
j. Monitor seluruh efek dari manajemen muntah
>>> kelompok tutor 3 blok 4.2
Minggu, 20 Oktober 2013
Lebih Baik PERTAMAX
Aku terlalu polos atau memang terlalu cuek, entahlah. Teman-temanku bilang polos dan oon itu beda tipis. Kalau yang ini aku tidak terima dibilang oon. Teman-temanku bilang orang oon mana ada yang ngaku oon. Lupakan.
Banyak hal-hal konyol yang beberapa kali aku alami. Salah satunya kejadian beli bensin kemarin lusa. Memang polos dan oon beda tipis. Ah, aku tidak bisa mengelak.
Hari ini sehabis pulang kuliah aku dan Sara pergi ke toko bakery untuk memesan kue ulang tahun untuk mama Sara. Habis itu pergi ke toko buku untuk mengecek komik atau novel yang mungkin nanti aku tertarik membelinya. Jarum yang menunjukkan bensin di sepeda motorku sudah hampir ke garis merah, ah sudah di garis merah.
“Ra, ntar beli bensin dulu ya?” Aku mengajak Sara.
“Iya deh, sambil aku mau lihat Wisdom Park itu lho.”
Aku dan Sara melaju dengan sepeda motorku. Tidak bisa ngebut memang, motor tua, tidak bisa ngebut jalannya konblok yang ada bunyi semua motorku. Sepeda motor warisan, harus hati-hati. Dijalan aku dan Sara memperdebatkan wisdom park yang nyatanya tidak pernah ada. Masih dalam proses pembangunan.
Aku memasuki pom bensin di pojok perempatan. Antriannnya panjang sekali. Tapi aku lihat ada beberapa motor berhenti di salah satu mesin pengisi bensin, yang disitu lebih sepi tidak perlu mengantri panjang. Aku belokkan ke antrian yang hanya beberapa motor itu.
Pak petugas pengisi bensin melihat dengan tatapan yang agak aneh. Kemudian memegang corong, ah apa sih namanya aku tidak tahu.
“Berapa?” Pak bensin bertanya.
“20ribu, pake nota ya Pak.”
Dengan cepat pak bensin memasukkan corong ke tangki bensin motorku. Setelah selesai aku melihat ke dalam tangki bensin motorku. “Kog ga penuh ya?” batinku. Aku melihat ke mesinnya. Disana tertera nominal uangnya 2000, nol yang satunya stiker merah yang ditempel. Aku meraih nota dari pak bensin yang kemudian pergi dari hadapanku dan Sara. Aku merasa aneh. Saat aku lihat harga perliternya “Rp 10.830,-“
“Eh, kog aneh.” Aku merasa ada yang salah.
“Kenapa Nun?” Sara bertanya. “Eh, ini pertamax, Nun.”
Aku melihat tulisan biru di bawah harga literan bertuliskan “PERTAMAX”. Aku merasa terbohongi, terbodohi, ter-tidak-tahu gelagat pak Bensin yang dari awal sudah aneh.
“Ya ampun, kok Pak bensinnya ga bilang sih.” Aku merasa malu, “Untung tadi minta nota, jadi dikira apa gitu kan.” Batinku.
“Kamu sih, gimana sih. Rugi dong.”
“Sekali-kali pakai bensin yang kualitas bagus ga apa-apa kan, Ra.” Aku tersenyum, padahal nyesel banget. 2,5 liter cuma dapet 1,8 liter.
Aku merasa terpolos sedunia, tapi bukan teroon. Masalahku karena tidak membaca tulisa yang sudah ada. Pertamax bukan premium. Tidak peka akan keadaan, bisa-bisanya kalau itu premium pasti yang antri juga bakal banyak. Aku Cuma bisa mentertawakan diri sendiri lagi. Motor bututku diisi pertamax. “Sok gaya banget.” Pasti orang-orang bakal bilang begitu. Tepok jidat.
****
Sisa pertamax di tangki motor masih cukup banyak, bisa untuk persediaan sampai besok. Aku bergegas mengeluarkan motor dari rumah. Bersiap pergi ke tukang jait. Hari ini aku berniat untuk menyelesaikan karya yang aku buat untuk Alya. Aku melaju dengan kecepatan standar, 60 km/jam.
“Kalau pake pertamax bisa tambah cepet ga ya?” batinku. Sepeda motorku sudah tua, tidak bisa dipakai dengan kecepatan tinggi. Sengaja dikasih yang seperti itu, biar aku tidak bisa ngebut dijalanan, itu alasannya. Aku coba menarik gas, dan motorku berhasil melaju lebih cepat. Sama saja sebenarnya tapi karena sugesti pertamax membuat semuanya terasa berbeda.
“Wuih, jadi tambah enak aja nih motor. Mesinnya jadi terasa lebih alus.”
Tiba-tiba saja aku jadi senang gebut sana gebut sini. Sugesti pertamax sudah melenakanku. Lewat pom bensin, disekitarnya dipasangi umbul-umbul yang tulisanya “Lebih Baik PERTAMAX”. Pengalaman, sekali-kali pake BBM kualitas bagus. Bukan subsidian. Padahal ini karena keteledoranku saja. Lebih baik pertamax memang.
>>> cerita ini tidak mengandung unsur iklan, tidak mendapat bayaran dari pertamina pun. Cuma mau bilang gunakan BBM sesuai dengan daya beli anda. Pertamax lebih baik. *plak
Label:
cerita hari ini,
cerpen
Minggu, 22 September 2013
balada mahasiswa antar kota antar propinsi
Semester ini, ah ya sama saja seperti semester-semester yang lalu. Jadwal kuliah? jangan terlalu diharapkan. Masih sama saja seperti tahun-tahun yang lalu. Hey! masak sih tidak ada perubahan yang bermakna selama hidup di kampus ini. Sama saja. Dan kami para mahasiswa/i sudah terlanjur menerima apa adanya dengan penuh keterpaksaan. Ini demi mendapat gelar sarjana.
okey.
Bagaimana dengan hari ini? ya, aku mendapatkan hari yang booooooooooooooooooooooooo. tiba-tiba tidak jelas sama sekali.
Aku masih tertidur, tadi malam gagal nonton acara di kampus sebelah yang bintang tamunya Everyday, Sri Plecit, The Kandang, dan Jono Terbakar. Aku sudah berniat melihatnya, tapi hanya sampai tari saman doang. Sampai rumah, rebus mie hidupin tv, tari saman lagi yang saya lihat. Aku tidak tahu ada apa dengan tari saman itu. Aku gagal menikmati acara itu. Aku hanyalah mahasiswa antar kota antar propinsi yang tidak berani pulang jika hari sudah gelap. Dan lagi, jalan pulangku harus melewati kuburan. Beberapa minggu yang lalu, Kakakku kesetanan, eh, iya merasa sudah melihat permen sugus (baca: pocong).
Sampai di polisi tidur kedua, aku mencoba mengegas motorku dengan kecepatan penuh. Beberapa meter lagi itu ada kuburan. Jalannya gelap, kanan kiri hanya ada pepohonan dan sawah-sawah. Aku langsung menbaca ayat kursi. Tidak hanya di dalam hati, tapi lumayan rada teriak, biar setannya enggak deket-deket aku atau berani menampakkan wujudnya.
Beberapa kilometer telah dilalui dan akhirnya sampai rumah. Kemudian tidur ditemani televisi yang masih menyala. Tapi tetep udah di timer dong, 1 jam.
Pagi ini agak tenang karena pengumuman hari jumat kemarin mengatakan bahwasanya hari ini masuk jam 1 siang. Aku bisa tidur lebih lama. Bangun siang tidak terlalu masalah, tadi malam juga tidurnya terlalu larut sih. Belum sempet tidur sampai siangan dikit, HP udah bergetar kemana-mana. SMS, Telepon, Aku sudah merasa jadi orang penting saja. Padahal itu tidak benar.
Masih ada SMS tugas untuk hari ini. Ya ampun. Telepon teman yang minta diizinin gara-gara melancong membawa nama kampus tercinta. Aku berdoa agar dia mendapat juara. amiin. SMS tentang jadwal hari ini. SMS tentang jadwal hari berikutnya. Sampai ada yang telepon privat number membuat aku terpaksa bangun dari ranjang tidurku.
"Hallo!" Aku mengangkat telepon dengan mata masih enggan terbuka, mencoba mengatur suara agar tidak ketahuan masih tidur.
"Hallo." suara diseberang sana. tapi tidak begitu jelas dan kemudian terdiam beberapa saat.
"Iya. Hallo?" aku kembali mencoba memancingnya agar lebih berbasa-basi lagi. ah, suara di seberang sana tak terdengar, hanya terdiam untuk beberapa detik. Dan, langsung saja aku pencet untuk memutus sambungan telepon tidak jelas itu.
Aku mencoba merebahkan badanku lagi, tapi aku sudah tidak bisa tertidur lagi. Aku menuju depan tv lagi. menonton acara tv pagi yang full musik lagi. Mau jadi apa anak pemalas seperti ini. ckckckckckck.
Aku keluar halaman, mengambil air dan menyirami tanaman di depan rumah. Kemudian membersihkan sela-sela tanaman dari rontoknya dedaunan musim gugur a.k.a musim kemarau. Aku menyapu halaman rumah dari rontoknya daun tadi. Kesambet apa anak ini bisa sedikit rajin. ckckckckck
(woiiiiii, sepertinya aku setidakpantas itu menjadi anak lebih rajin,)
zubora ichiban : kemalasan adalah nomor satu. PLAK.
Aku masuk ke kamar, mengecek HP lagi. Dan aku mendapati 2 pesan sudah bertengger disana.
Ada kuliah jam 10, dosennya Bpk. H. tolong infokan ke teman-teman
Ya ampun, jam 10????? katanya. Ini SMS dikirimnya tuh jam 09.30. Hey, jangan bercanda. Aku masih kumal disini. Jarak rumah kampus ditempuh 30-45 menit, mandi 10 menit lah, belum dandan, belum manasin motor, belum macet dijalan, belum lagi apalah. Tidak mungkin aku bisa tepat waktu. Tapi nanti masih ada kuliah jam 1, jadi ya tidak apa-apalah aku berangkat sekarang.
Akhirnya aku berangkat jam 10 dari rumah. Jalanan hari ini begitu panas dan berdebu. Aku melaju secepat yang aku bisa. Bukan rezeki saya hari ini, di samping monumen ada razia motor. Surat-surat kendaraan ada dong, SIM juga ada. Masalahnya antrian kendaraannya panjang banget. Untung saja dengan kecerdikanku menyempil-nyempil, menyalip-nyalip akhirnya tidak teralalu lama. Saya lolos, karena saya pengendara yang tertib (kalau pas inget).
Sampai kampus parkiran semua sudah penuh. Taruhlah motor sembarangan yang penting dekat motor yang lain. Jam menunjukkan pukul 11. Kuliah sudah berlangsung 1 jam, lebih baik aku nongkrong online. Aku buka HP (lagi), dan ada SMS (lagi). Semakin labil saja jadwal kuliah.
eh, jangan berangkat dulu. Jam 1 kayaknya kosong deh
oh Tuhan..... apa-apaan ini semua. Untuk apa aku berangkat. Untuk apa Tuhan, kalau tidak ada kuliah jam 1. Lebih baik mengatur siasat membeli petasan satu kontener untuk mengebom kampus tercinta (lho?). Jangan tiru pikiran jahat ini dirumah, hanya bercanda. Tapi aku kecewa sekali. huhuhu T.T
Beberapa saat kemudian ada SMS jam 1 isi, trus jam 1 kosong, jam 1 isi, jam 1 kosog, jam 1 isi, jam 1 kosong. ISI ADALAH KOSOSNG, KOSOSNG ADALAH ISI. (mendadak filsuf).
Pada akhirnya jam 1 KOSOOOOOOOONGGGGGGG!!!!!!!!!!
Disini saat aku duduk menatap kelayar lapto. Saat aku tolehkan wajahku mendongak lurus kedepan.
"Eh, ada dr.C." batinku sambil kembali menunduk pura-pura tidak melihat. Bagaimana tidak, aku belum konsultasi skripsi sebulan lebih. Ibu dr.C yang baik, maafkan mahasiswamu ini. Untuk bertemu lagi aku merasa canggung. uhuk.
Begitulah beratnya menjadi mahasiswa antar propinsi dengan begitu banyak rintangan.
Perjelas Jadwalmu wahai kampus, Perjelas jadwalmu wahai dosen tercinta.
SELESAIKAN SKRIPSI wahai mahasiswa (yang terpenting)
eh diralat jam 1 isi.
(ah aku tidak perduli lagi apakah isi atau kosong sejatinya itu sama saja *filsuf yang butuh terapi)
eh diralat jam 1 isi.
(ah aku tidak perduli lagi apakah isi atau kosong sejatinya itu sama saja *filsuf yang butuh terapi)
Label:
cerita hari ini,
curhat
Jumat, 20 September 2013
Lebih Rapuh
Penuh dengan harapan
Penuh dengan cita-cita
Penuh dengan impian.
Sama seperti mereka..
Kita memiliki waktu yang sama
Kita diberi keadilan oleh Tuhan
Kita diberikan sesuatu yang mereka dapat pula
Tapi kesempatan kita berbeda dengan sebagian mereka, saudaraku.
Kesempatan kita berbeda..
Kita memiliki kesempatan lebih besar dari mereka
Beberapa kali lebih besar..
Jaga jiwa kita, jaga hati-hati..
Biarlah fisik ini tersakiti,
Tapi jaga baik-baik jiwa ini..
Pasang dinding tebal melingkupi jiwa ini.
Karena kesempatan kita berbeda.
Karena jiwa kita lebih rapuh dari sebagian mereka
Karena jiwa kita lebih rapuh..
Jaga jiwa rapuh ini,,
Jaga dengan baik.
Label:
sajak
Minggu, 15 September 2013
dia nyata untuk ku
Hari ini seperti biasa. Agenda harianku, pergi bersama Aaron. Kami suka pergi ke taman kota, ke toko buku, ke perpustakaan kota, ke caffe baca pinggir stasiun atau ke kota tua. Setiap hari sama, selalu sama. Aku habiskan hari-hariku bersama Aaron. Aaron adalah lelaki yang sangat baik. Sosok sempurna, yang pasti bisa membuat orang lain iri melihatku bisa bersama Aaron. Aku sangat bersyukur bisa bertemu Aaron. Hidupku berubah menjadi amat sangat sempurna. Sekarang aku tak lagi menangis, aku tak lagi bersedih. Aaron selalu ada untukku dan selalu menghiburku.
Aku dan Aaron memutuskan pergi ke caffe baca pinggir stasiun. Disana kami bisa membaca sepuasnya sambil memakan hidangan yang caffe sediakan. Dan aku bisa melihat lalu lalang kereta api sambil tersenyum riang. Aku suka melihat ular besi itu melaju diatas rel.
Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cengeng, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cerewet, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan menghadapi wanita moody, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang paling romantis, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang bisa tahu keinginan wanita, itulah Aaron. Benar-benar sempurna.
Palang pintu perlintasan rel kereta api sore itu berbunyi. Melarang keras orang-orang untuk melintas, menahan mereka untuk bersabar berdiam. Aku duduk bersama Aaron di lantai 2 caffe baca. Melihat ke luar dinding kaca, melihat kereta api yang akan memasuki stasiun. Moment yang tak pernah bisa membuatku bosan.
“Serius amat sih liatnya.” Aaron menggodaku
“Sssstttttt.” Aku mencoba menyuruhnya diam
Aaron kemudian terdiam tak berani mengangguku lagi. Meneruskan membaca novel detectifnya yang kemarin masih membuatnya penasaran.
Jika bisa digambarkan, mungkin mataku saat ini berbinar-binar bercahaya. Merasa kagum dengan mesin ciptaan manusia yang satu itu. Setelah kereta api itu melaju meninggalkan stasiun, aku kembali mengalihkan pandanganku ke Aaron.
“Serius amat sih bacanya.” Aku balas menggoda Aaron.
Aaron menandai halaman novelnya, kemudian berhenti membaca. “lebih serius lagi kalau lagi ngobrol ama kamu.” Aaron tersenyum, tangannya mengacak rambutku.
“Ihh, jangan berantakin rambutku dong.” Aku mengambil kaca di tasku. “tuh kan jadi jelek.” Aku merapikan rambutku lagi.
“Biar aja jelek, biar enggak ada yang mau sama kamu. Biar kamu Cuma buat aku aja.” Aaron merayu lagi.
Aku tertawa terbahak, merasa lucu dengan perkataan Aaron tadi. Dia selalu bisa membuat aku merasa bahagia. Ya, Aaron memang sempurna.
****
Hari ini aku dan Aaron pergi ke taman kota. Tempat yang sejuk untuk melepas lelah setelah beraktivitas. Tidak lupa kami membawa bekal makanan yang banyak. Acara hari ini semi-piknik. Dari rumah aku sudah memasak beberapa makanan kesukaan Aaron yang juga makanan kesukaanku. Aku memang tidak pandai memasak, tapi Aaron selalu memuji masakanku. Aku menjadi lebiih bersemangat belajar memasak.
Aaron menjemputku tepat waktu. Tepat di depan rumah. Aaron memang selalu datang tepat waktu, tidak pernah lebih atau kurang. Kami melaju dengan mobilku menuju taman kota.
Taman terlihat lengang, tidak terlalu banyak orang disini. Karena hari ini bukan weekend. Kami menggelar tikar di bawah pohon menghadap ke danau buatan di tengah taman kota. Menyiapkan makanan-makanan. Kami juga membawa beberapa novel untuk dibaca. Novel Aaron adalah novel detektif, dan novelku adalah novel romantis.
Kami duduk berdua. Bercanda setiap saat.
Aaron mengambil batu disebelahnya. “Nih.” Dia mengulurkan batu itu kepadaku.
“Buat apa?” aku bertanya penasaran.
“Buat ngukur seberapa dalam danau itu.”
“Ah enggak ada gunanya. Kurang kerjaan.” Aku menolaknya.
Kemudian Aaron melemparnya ke danau itu. “Kamu lihat? Dalem kan?” dia bertanya kepadaku
“Iya.” Aku mengangguk.
“Danau ini memang dalam, tapi cintaku padamu lebih dalam lagi.” Aaron tersenyum.
Aku menahan tawaku dengan mulutku yang sudah sempurna menutupi mulutku agar tidak terbahak. “Kamu tu ya, gombal banget sih.” Aku tersenyum tersipu. “Tapi itu tadi lucu banget, sumpah.” Aku masih menahan tawaku.
Ada tangan yang menepuk punggungku.
“Hey.” Suara itu tepat dibelakangku. Aku menoleh. “Kamu sama siapa, Nan? Sendiri aja?”
Aku melihat sekar dibelakangku.
“Aku?” aku tiba-tiba tergagap.
“Sama siapa?” sekar kembali bertanya.
Aku melihat ke arah Aaron. Dia sudah tidak ada. Aaron pergi entah kemana.
“Iya, aku sendiri.” Aku tersenyum.
“Aku lihat tadi kamu ketawa-ketawa sendiri.” Sekar melirik ke arah novel yang aku pegang. “Hem, kebiasaan lama nih. Novel lagi ya?”
Aku hanya bisa mengangguk. Kalaupun menjawab aku akan bilang kalau yang membuat aku tertawa tadi adlah Aaron, tapi Aaron tiba-tiba menghilang.
“Boleh aku duduk disini?” sekar mendekatiku duduk.
“Iya, silakan.” Aku mempersilakan sekar duduk.
Kami ngobrol beberapa jam. Membicarakan masa lalu kami dulu waktu masih SMA. Hari-hari yang menyenangkan memang, tapi tak semenyenangkan saat ini bersama Aaron.
Sampai aku selesai, sampai aku bersiap pulang bersama sekar, Aaron tidka muncul juga. Aku sedikit merasa aneh. Aku merasa Aaron tidak suka jika aku dekat-dekat dengan orang lain bahkan temanku sendiri, Sekar.
***
Banyak yang bilang, aku menjauh dari orang-orang. Mereka melihatku lebih suka menyendiri. Padahal selama ini aku tidak pernah menyendiri. Aku selalu bersama Aaron. Kenapa aku tidak mau bergabung dengan teman-temanku atau orang lain, itu karena Aaron akan tiba-tiba menghilang. Aaron tidak suka aku bersama orang lain. Sedangkan aku, aku tidak bisa tanpa Aaron. Aaron yang bisa membuatku lebih nyaman dan tenang. Dia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa.
Mereka bilang aku suka tersenyum dan tertawa sendiri tanpa sebab. Padahal selama ini aku selalu tersenyum dan tertawa dihadapan Aaron. Hanya Aaron saja yang bisa membuatku bahagia. Aku tidak peduli kata orang-orang. Aku suka bersama Aaron.
>>>>>
Aku dan Aaron memutuskan pergi ke caffe baca pinggir stasiun. Disana kami bisa membaca sepuasnya sambil memakan hidangan yang caffe sediakan. Dan aku bisa melihat lalu lalang kereta api sambil tersenyum riang. Aku suka melihat ular besi itu melaju diatas rel.
Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cengeng, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cerewet, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan menghadapi wanita moody, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang paling romantis, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang bisa tahu keinginan wanita, itulah Aaron. Benar-benar sempurna.
Palang pintu perlintasan rel kereta api sore itu berbunyi. Melarang keras orang-orang untuk melintas, menahan mereka untuk bersabar berdiam. Aku duduk bersama Aaron di lantai 2 caffe baca. Melihat ke luar dinding kaca, melihat kereta api yang akan memasuki stasiun. Moment yang tak pernah bisa membuatku bosan.
“Serius amat sih liatnya.” Aaron menggodaku
“Sssstttttt.” Aku mencoba menyuruhnya diam
Aaron kemudian terdiam tak berani mengangguku lagi. Meneruskan membaca novel detectifnya yang kemarin masih membuatnya penasaran.
Jika bisa digambarkan, mungkin mataku saat ini berbinar-binar bercahaya. Merasa kagum dengan mesin ciptaan manusia yang satu itu. Setelah kereta api itu melaju meninggalkan stasiun, aku kembali mengalihkan pandanganku ke Aaron.
“Serius amat sih bacanya.” Aku balas menggoda Aaron.
Aaron menandai halaman novelnya, kemudian berhenti membaca. “lebih serius lagi kalau lagi ngobrol ama kamu.” Aaron tersenyum, tangannya mengacak rambutku.
“Ihh, jangan berantakin rambutku dong.” Aku mengambil kaca di tasku. “tuh kan jadi jelek.” Aku merapikan rambutku lagi.
“Biar aja jelek, biar enggak ada yang mau sama kamu. Biar kamu Cuma buat aku aja.” Aaron merayu lagi.
Aku tertawa terbahak, merasa lucu dengan perkataan Aaron tadi. Dia selalu bisa membuat aku merasa bahagia. Ya, Aaron memang sempurna.
****
Hari ini aku dan Aaron pergi ke taman kota. Tempat yang sejuk untuk melepas lelah setelah beraktivitas. Tidak lupa kami membawa bekal makanan yang banyak. Acara hari ini semi-piknik. Dari rumah aku sudah memasak beberapa makanan kesukaan Aaron yang juga makanan kesukaanku. Aku memang tidak pandai memasak, tapi Aaron selalu memuji masakanku. Aku menjadi lebiih bersemangat belajar memasak.
Aaron menjemputku tepat waktu. Tepat di depan rumah. Aaron memang selalu datang tepat waktu, tidak pernah lebih atau kurang. Kami melaju dengan mobilku menuju taman kota.
Taman terlihat lengang, tidak terlalu banyak orang disini. Karena hari ini bukan weekend. Kami menggelar tikar di bawah pohon menghadap ke danau buatan di tengah taman kota. Menyiapkan makanan-makanan. Kami juga membawa beberapa novel untuk dibaca. Novel Aaron adalah novel detektif, dan novelku adalah novel romantis.
Kami duduk berdua. Bercanda setiap saat.
Aaron mengambil batu disebelahnya. “Nih.” Dia mengulurkan batu itu kepadaku.
“Buat apa?” aku bertanya penasaran.
“Buat ngukur seberapa dalam danau itu.”
“Ah enggak ada gunanya. Kurang kerjaan.” Aku menolaknya.
Kemudian Aaron melemparnya ke danau itu. “Kamu lihat? Dalem kan?” dia bertanya kepadaku
“Iya.” Aku mengangguk.
“Danau ini memang dalam, tapi cintaku padamu lebih dalam lagi.” Aaron tersenyum.
Aku menahan tawaku dengan mulutku yang sudah sempurna menutupi mulutku agar tidak terbahak. “Kamu tu ya, gombal banget sih.” Aku tersenyum tersipu. “Tapi itu tadi lucu banget, sumpah.” Aku masih menahan tawaku.
Ada tangan yang menepuk punggungku.
“Hey.” Suara itu tepat dibelakangku. Aku menoleh. “Kamu sama siapa, Nan? Sendiri aja?”
Aku melihat sekar dibelakangku.
“Aku?” aku tiba-tiba tergagap.
“Sama siapa?” sekar kembali bertanya.
Aku melihat ke arah Aaron. Dia sudah tidak ada. Aaron pergi entah kemana.
“Iya, aku sendiri.” Aku tersenyum.
“Aku lihat tadi kamu ketawa-ketawa sendiri.” Sekar melirik ke arah novel yang aku pegang. “Hem, kebiasaan lama nih. Novel lagi ya?”
Aku hanya bisa mengangguk. Kalaupun menjawab aku akan bilang kalau yang membuat aku tertawa tadi adlah Aaron, tapi Aaron tiba-tiba menghilang.
“Boleh aku duduk disini?” sekar mendekatiku duduk.
“Iya, silakan.” Aku mempersilakan sekar duduk.
Kami ngobrol beberapa jam. Membicarakan masa lalu kami dulu waktu masih SMA. Hari-hari yang menyenangkan memang, tapi tak semenyenangkan saat ini bersama Aaron.
Sampai aku selesai, sampai aku bersiap pulang bersama sekar, Aaron tidka muncul juga. Aku sedikit merasa aneh. Aku merasa Aaron tidak suka jika aku dekat-dekat dengan orang lain bahkan temanku sendiri, Sekar.
***
Banyak yang bilang, aku menjauh dari orang-orang. Mereka melihatku lebih suka menyendiri. Padahal selama ini aku tidak pernah menyendiri. Aku selalu bersama Aaron. Kenapa aku tidak mau bergabung dengan teman-temanku atau orang lain, itu karena Aaron akan tiba-tiba menghilang. Aaron tidak suka aku bersama orang lain. Sedangkan aku, aku tidak bisa tanpa Aaron. Aaron yang bisa membuatku lebih nyaman dan tenang. Dia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa.
Mereka bilang aku suka tersenyum dan tertawa sendiri tanpa sebab. Padahal selama ini aku selalu tersenyum dan tertawa dihadapan Aaron. Hanya Aaron saja yang bisa membuatku bahagia. Aku tidak peduli kata orang-orang. Aku suka bersama Aaron.
>>>>>
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia).
Sabtu, 14 September 2013
Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu sindrom dari karakteristik yang tidak diketahui penyebabnya oleh gangguan pada kognitif, emosi, persepsi, proses berpikir dan perilaku (Sadock & Sadock, 2010). Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak presisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memposes informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2007). Skizofrenia adalah penyakit neurobiologikal otak yang serius dan menetap. Skizofren sebuah sindrom klinik psikopatologi yang sangat menganggu dan mengakibatkan gangguan pada kehidupan seseorang, yaitu keluarga dan komunitas/ masyarakat (Stuart & Laraia, 2005).
>>>>>
Stuart, G. W., Laraia, M. T. (2005) Principles and Practice of Psychiatic Nursing, Eighth edition. Elsevier Mosby
Stuart, G. W. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed.5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
>>>>>
Stuart, G. W., Laraia, M. T. (2005) Principles and Practice of Psychiatic Nursing, Eighth edition. Elsevier Mosby
Stuart, G. W. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed.5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Label:
skizo
Rabu, 10 Juli 2013
Sampai Di Sini
From: Ouji
Besok aku pulang, temui aku di taman kota ya
Love you, hime
Pagi ini aku mendapatkan pesan singkat dari Ouji. Sudah lama aku tak berjumpa dengannya. Betapa aku kegirangan saat menerima pesan itu. Tak sabar menunggu malam berubah menjadi pagi. Besok saat aku menatap langit pagi, aku akan menemui Ouji.
Kami sudah berpacaran 3 tahun. Orang-orang menyebut hubungan kami long distance relationship-LDR. Hanya waktu-waktu tertentu saja aku bisa menemuinya. Besok adalah libur semester. Walaupun begitu, bagiku ini bukanlah libur seperti biasanya. Kami mahasiswa akhir yang selalu sibuk karena tugas. Tapi itu tidak boleh membuatku membatalkan bertemu dengan Ouji. Kalau bisa liburan ini harus sama seperti liburan sebelumnya, aku habiskan hari-hariku bersama Ouji.
Ouji, bukanlah lelaki yang romantis yang selama ini aku bayangkan. Dia dingin, cuek. Tapi dia masih sempat menyapaku di sela-sela kegiatannya. Entah rasa apa yang membuat aku terlalu percaya pada lelaki itu. Bukankah hubungan LDR itu penuh curiga, kerinduan dan rasa bosan. Waktu 3 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi hubungan kami. Selama itu semua berjalan dengan lancar. Tanpa menganggu kegiatan kami masing-masing.
***
Aku pilah-pilah baju di lemari kamarku, mematut-matutkannya di depan kaca. Mencoba beberapa baju, tapi tetap saja tidak merasa pas. Karena ini adalah momen yang jarang terjadi, aku ingin Ouji melihatku lebih cantik dari tahun kemarin. Aku Menyiapkan semuanya.
Kriiiiinngggggggg
Alarm di mejaku berbunyi makin kencang. Alarm sengaja ku taruh jauh-jauh dari jangkauan, agar aku bangun. Jam masih menunjukan pukul 5 pagi. Aku matikan alarmnya. Aku usap-usap mataku dengan kedua tanganku. Kemudian membukanya perlahan-lahan. Aku berjalan mundur dari meja, tertduduk di kasur. Bruuuk. Aku kembali jatuh tertidur.
Kriiiiiinngggggggg
Alarmku berbunyi lagi. Terpegang di genggamanku. Aku lihat jarum jamnya. Jam 7. Aku raih handphone di meja. Satu pesan terlihat dilayar. Dari Ouji.
From: Ouji
Hime, bangun! sudah pagi :D
Jangan lupa, aku tunggu jam 9 ya.
Aku tersenyum membaca pesan dari Ouji. Bergegas aku mainkan tanganku di layar handphone, membalas pesan singkat dari Ouji. Kemudian aku keluar kamar. Menyapa udara segar pagi ini. Tersenyum pada langit biru dan matahari pagi. Menatap awan yang berarak.
Pukul 8. Aku berangkat menuju taman kota. Berdandan secantik mungkin. Setelan hijau pastel dan pink. Terlihat manis seperti gulali.
“Anak mama cantik banget hari ini, mau kemana?” Mama mencegatku saat turun dari tangga.
“Mama mau tahu?”
“Iya donk, kasih tahu Mama.” Mama memohon dengan wajah yang lucu.
Aku tersenyum, aku bisikkan jawabanku di telinga Mama. “O-U-JI.” Aku tersenyum lebar.
“Wah, kalau begitu ajak dia mampir ke rumah ya?”
Aku acungkan jempolku sambil berlalu dari hadapan Mama. Dari balik pintu aku lemparkan kissbye untuk Mama.
“Hati-hati ya.” Mama berteriak dari dalam.
Aku cegat taksi di depan rumah. Langsung menuju taman kota. Di perjalanan dadaku berdegup kencang. Seperti pertama bertemu dengan Ouji. Selalu saja begitu. Padahal aku sudah berpacaran dengannya 3 tahun. Tapi saat akan bertemu seperti ini, pasti aku merasa cemas. Handphone tak bisa lepas dari tanganku. Sesekali bergetar memberitahukan pesan singkat dari Ouji yang masuk. Dengan cekatan tanganku membalas pesan-pesan itu. Aku merasa senang sekali.
Aku berjalan di pinggir taman. Mencari-cari sesosok Ouji. Di tengah taman, seseorang melambai-lambaikan tangannya. Tersenyum lebar. Aku menghampiri Ouji. Tersenyum tersipu saat melihatnya. Kami duduk berdua menikmati nyanyian burung yang berkicau. Tiba-tiba saja aku seperti berada di taman sriwedari. Meskipun begitu, aku merasa canggung dekat dengan Ouji. Benar-benar seperti pertama bertemu. Untuk beberapa saat kami terdiam.
“Kamu sakit?” Ouji bertanya sedikit khawatir. “Pipimu merah.” Dia memegang keningku, “Panas juga.”
Tentu saja, itu karena aku sedang dekat dengan Ouji. Itu tanda kegirangan yang overdosis. Aku kembungkan pipiku, menepuk-nepuknya dengan kedua tangaku.
“Enggak kok, aku baik-baik aja.” Aku tersenyum ke arah Ouji.
“Kok diem aja, biasanya kan cerewet kayak bebek.” Ouji meledek sambil tertawa.
Pipiku mengembung semakin besar, dan memasang wajah sebal. “Itu kan karena aku sudah lama tidak bertemu Ouji, aku malu.” Nada bicaraku menurun.
Ouji tertawa. “Satu hal yang tidak pernah berubah, kau benar-benar lucu, Hime.” Ouji berdiri, menghadap kearahku. Mengulurkan tangannya. “Ayo, kita nikmati hari ini. Mau kemana? Toko buku? Toko komik? Museum? Pameran? Itu hal yang kau sukai bukan?”
Ouji selalu mengerti aku. Ya benar, tempat-tempat itu adalah tempat favoritku. Memang terlihat aneh, tidak seperti gadis-gadis seusiaku yang lebih suka pergi ke pusat perbelanjaan. Aku dan Ouji pergi ke pameran seni. Melihat lukisan-lukisan. Melihat patung-patung. Berfoto. Menyenangkan sekali. Rasa canggungku perlahan menghilang. Hingga matahari semakin condong ke barat. Memancarkan siluet jingga di langit.
Jalanan kota masih sama dari tadi. Penuh dengan kendaran yang berlalu-lalang. Kami melaju berbaur bersama kendaraan lain. Menerobos keramaian.
“Mama, mau Ouji mampir.” Aku mengajaknya masuk kedalam rumah.
“Aku udah kangen banget juga nih sama Tante.” Ouji turun dari motornya, berjalan masuk bersamaku.
“Jadi, Ouji lebih kangen Mama dari pada Aku?” Aku terlihat cemburu.
“Kau ada-ada saja.” Ouji tertawa sambil mengacak rambutku. “100% kangenku untuk Hime.”
Aku tersenyum lega.
Liburan telah berakhir. Aku mulai aktivitasku lagi. Berkutat dengan tugas yang sudah tertunda selama liburan. Tentu saja itu karena aku habiskan liburanku bersama Ouji. Selalu ada tempat untuk dikunjungi termasuk rumah. Seharian bisa saja Ouji di rumah, bercengkrama dengan Mama. Dan terlihat kalau Mama lah pacar Oujii, bukan aku. Aku cemduru.
Setelah liburan berakhir, setiap hari aku pergi ke kampus. Sibuk menemui dosen yang terlalu sibuk pula. Berlari mencoba menyaingi waktu. Tetap saja tidak bisa. Hingga beberapa bulan ini aku tidak pernah berhubungan dengan Ouji. Kami berdua tidak saling menanyakan kabar. Aku tahu dia juga sedang sibuk seperti aku. Sedang berusaha sekuat tenaga meraih cita-citanya. Hingga aku mulai terbiasa tidak pernah bertanya kabar dengan Ouji. Ini pasti akan tidak masuk akal bagi sebagian orang yang menjalin hubungan. Tapi beginilah aku dan Ouji sekarang. Dan kami masih baik-baik saja.
***
From: Ouji
Hime, kalau besok ada waktu aku akan meneleponmu.
Semangat ya
Aku tersenyum gembira saat mendapat pesan singkat dari Ouji. Aku ingat-ingat betul. Besok dia akan meneleponku. Akan tetapi, aku teringat besok aku tidak bisa. Besok aku harus bertemu dengan dosen yang sibuknya tidak bisa di tolerir itu. Bgaimana ini?
To: Ouji
Ouji, besok aku harus bertemu dosenku. Telepon aku siang saja.
Aku membalas pesannya, agar dia tidak kecewa. Rasanya berat sekali. Sekarang baru terasa beratnya. Membagi waktu dengannya.
Sampai siang ternyata aku belum selesai dengan urusan tugasku. Aku lupa memberitahu Ouji. Aku masih berkonsentrasi dengan celotehan dosen yang dari tadi tidak berhenti memberi saran. Aku hanya bisa manggut-manggut. Handphoneku berada pada mode silent.
Setelah selesai, aku mendapatkan pesan singkat dari Ouji dan tanda panggilan. Aku buka pesan singkatnya. Membacanya dengan ragu-ragu.
From: Ouji
Apa hime tidak bisa sebentar saja?
Aku segera membalas pesan singkatnya. Takut dia marah.
To: Ouji
Ouji, maaf. Aku baru selesai. Maaf Ouji.
From: Ouji
Harusnya Hime bisa meluangkan waktunya sebentar. Seperti aku meluangkan waktu liburanku untuk Hime
To: Ouji
Gomen, Ouji. T.T maafkan aku. Maaf!
Ouji tidak membalas pesan dariku. Aku merasa bersalah sekali. Merasa Ouji berubah, dia tidak pernah seperti ini. Dia selalu menerima apa yang aku lakukan. Dia selalu memaafkanku. Dia selalu saja menjaga perasaanku.
Deg.
Dadaku sesak. Benar. Ouji selalu ada di liburanku. Ouji selalu ada. Ouji selalu menerima apa yang aku lakukan. Ouji selalu memaafkan. Ouji selalu menjaga Perasaanku. Dan aku tidak mampu menjaga perasaannya. Mungkin dia kecewa. Dan lagi-lagi, ini akan menjadi hal yang tidak masuk akal lagi. Tapi bukankah hubungan LDR itu memiliki banyak alasan untuk memutuskan jarak yang terpaut jauh itu. Hubungan ini akan terputus bahkan ketika keduanya tidak pernah mengikrarkan kata berpisah. Sampai di sini. Putus begitu saja tergerus waktu.
Berhari-hari, berbulan-bulan aku coba menghubungi Ouji. Tetap tak ada jawaban. Lama-lama aku terbiasa. Melupakannya perlahan. Walau kadang teringat dan kembali menanyakan kenapa harus seperti ini. Dan tak mampu menjawab ketika Mana mulai menanyakannya pula. Aku hanya bisa diam dan mengalihkan permbicaraan.
Saat tugas akhirku telah selesai. Saat aku telah lulus kuliah. Aku benar-benar melupakan Ouji.
Besok aku pulang, temui aku di taman kota ya
Love you, hime
Pagi ini aku mendapatkan pesan singkat dari Ouji. Sudah lama aku tak berjumpa dengannya. Betapa aku kegirangan saat menerima pesan itu. Tak sabar menunggu malam berubah menjadi pagi. Besok saat aku menatap langit pagi, aku akan menemui Ouji.
Kami sudah berpacaran 3 tahun. Orang-orang menyebut hubungan kami long distance relationship-LDR. Hanya waktu-waktu tertentu saja aku bisa menemuinya. Besok adalah libur semester. Walaupun begitu, bagiku ini bukanlah libur seperti biasanya. Kami mahasiswa akhir yang selalu sibuk karena tugas. Tapi itu tidak boleh membuatku membatalkan bertemu dengan Ouji. Kalau bisa liburan ini harus sama seperti liburan sebelumnya, aku habiskan hari-hariku bersama Ouji.
Ouji, bukanlah lelaki yang romantis yang selama ini aku bayangkan. Dia dingin, cuek. Tapi dia masih sempat menyapaku di sela-sela kegiatannya. Entah rasa apa yang membuat aku terlalu percaya pada lelaki itu. Bukankah hubungan LDR itu penuh curiga, kerinduan dan rasa bosan. Waktu 3 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi hubungan kami. Selama itu semua berjalan dengan lancar. Tanpa menganggu kegiatan kami masing-masing.
***
Aku pilah-pilah baju di lemari kamarku, mematut-matutkannya di depan kaca. Mencoba beberapa baju, tapi tetap saja tidak merasa pas. Karena ini adalah momen yang jarang terjadi, aku ingin Ouji melihatku lebih cantik dari tahun kemarin. Aku Menyiapkan semuanya.
Kriiiiinngggggggg
Alarm di mejaku berbunyi makin kencang. Alarm sengaja ku taruh jauh-jauh dari jangkauan, agar aku bangun. Jam masih menunjukan pukul 5 pagi. Aku matikan alarmnya. Aku usap-usap mataku dengan kedua tanganku. Kemudian membukanya perlahan-lahan. Aku berjalan mundur dari meja, tertduduk di kasur. Bruuuk. Aku kembali jatuh tertidur.
Kriiiiiinngggggggg
Alarmku berbunyi lagi. Terpegang di genggamanku. Aku lihat jarum jamnya. Jam 7. Aku raih handphone di meja. Satu pesan terlihat dilayar. Dari Ouji.
From: Ouji
Hime, bangun! sudah pagi :D
Jangan lupa, aku tunggu jam 9 ya.
Aku tersenyum membaca pesan dari Ouji. Bergegas aku mainkan tanganku di layar handphone, membalas pesan singkat dari Ouji. Kemudian aku keluar kamar. Menyapa udara segar pagi ini. Tersenyum pada langit biru dan matahari pagi. Menatap awan yang berarak.
Pukul 8. Aku berangkat menuju taman kota. Berdandan secantik mungkin. Setelan hijau pastel dan pink. Terlihat manis seperti gulali.
“Anak mama cantik banget hari ini, mau kemana?” Mama mencegatku saat turun dari tangga.
“Mama mau tahu?”
“Iya donk, kasih tahu Mama.” Mama memohon dengan wajah yang lucu.
Aku tersenyum, aku bisikkan jawabanku di telinga Mama. “O-U-JI.” Aku tersenyum lebar.
“Wah, kalau begitu ajak dia mampir ke rumah ya?”
Aku acungkan jempolku sambil berlalu dari hadapan Mama. Dari balik pintu aku lemparkan kissbye untuk Mama.
“Hati-hati ya.” Mama berteriak dari dalam.
Aku cegat taksi di depan rumah. Langsung menuju taman kota. Di perjalanan dadaku berdegup kencang. Seperti pertama bertemu dengan Ouji. Selalu saja begitu. Padahal aku sudah berpacaran dengannya 3 tahun. Tapi saat akan bertemu seperti ini, pasti aku merasa cemas. Handphone tak bisa lepas dari tanganku. Sesekali bergetar memberitahukan pesan singkat dari Ouji yang masuk. Dengan cekatan tanganku membalas pesan-pesan itu. Aku merasa senang sekali.
Aku berjalan di pinggir taman. Mencari-cari sesosok Ouji. Di tengah taman, seseorang melambai-lambaikan tangannya. Tersenyum lebar. Aku menghampiri Ouji. Tersenyum tersipu saat melihatnya. Kami duduk berdua menikmati nyanyian burung yang berkicau. Tiba-tiba saja aku seperti berada di taman sriwedari. Meskipun begitu, aku merasa canggung dekat dengan Ouji. Benar-benar seperti pertama bertemu. Untuk beberapa saat kami terdiam.
“Kamu sakit?” Ouji bertanya sedikit khawatir. “Pipimu merah.” Dia memegang keningku, “Panas juga.”
Tentu saja, itu karena aku sedang dekat dengan Ouji. Itu tanda kegirangan yang overdosis. Aku kembungkan pipiku, menepuk-nepuknya dengan kedua tangaku.
“Enggak kok, aku baik-baik aja.” Aku tersenyum ke arah Ouji.
“Kok diem aja, biasanya kan cerewet kayak bebek.” Ouji meledek sambil tertawa.
Pipiku mengembung semakin besar, dan memasang wajah sebal. “Itu kan karena aku sudah lama tidak bertemu Ouji, aku malu.” Nada bicaraku menurun.
Ouji tertawa. “Satu hal yang tidak pernah berubah, kau benar-benar lucu, Hime.” Ouji berdiri, menghadap kearahku. Mengulurkan tangannya. “Ayo, kita nikmati hari ini. Mau kemana? Toko buku? Toko komik? Museum? Pameran? Itu hal yang kau sukai bukan?”
Ouji selalu mengerti aku. Ya benar, tempat-tempat itu adalah tempat favoritku. Memang terlihat aneh, tidak seperti gadis-gadis seusiaku yang lebih suka pergi ke pusat perbelanjaan. Aku dan Ouji pergi ke pameran seni. Melihat lukisan-lukisan. Melihat patung-patung. Berfoto. Menyenangkan sekali. Rasa canggungku perlahan menghilang. Hingga matahari semakin condong ke barat. Memancarkan siluet jingga di langit.
Jalanan kota masih sama dari tadi. Penuh dengan kendaran yang berlalu-lalang. Kami melaju berbaur bersama kendaraan lain. Menerobos keramaian.
“Mama, mau Ouji mampir.” Aku mengajaknya masuk kedalam rumah.
“Aku udah kangen banget juga nih sama Tante.” Ouji turun dari motornya, berjalan masuk bersamaku.
“Jadi, Ouji lebih kangen Mama dari pada Aku?” Aku terlihat cemburu.
“Kau ada-ada saja.” Ouji tertawa sambil mengacak rambutku. “100% kangenku untuk Hime.”
Aku tersenyum lega.
Liburan telah berakhir. Aku mulai aktivitasku lagi. Berkutat dengan tugas yang sudah tertunda selama liburan. Tentu saja itu karena aku habiskan liburanku bersama Ouji. Selalu ada tempat untuk dikunjungi termasuk rumah. Seharian bisa saja Ouji di rumah, bercengkrama dengan Mama. Dan terlihat kalau Mama lah pacar Oujii, bukan aku. Aku cemduru.
Setelah liburan berakhir, setiap hari aku pergi ke kampus. Sibuk menemui dosen yang terlalu sibuk pula. Berlari mencoba menyaingi waktu. Tetap saja tidak bisa. Hingga beberapa bulan ini aku tidak pernah berhubungan dengan Ouji. Kami berdua tidak saling menanyakan kabar. Aku tahu dia juga sedang sibuk seperti aku. Sedang berusaha sekuat tenaga meraih cita-citanya. Hingga aku mulai terbiasa tidak pernah bertanya kabar dengan Ouji. Ini pasti akan tidak masuk akal bagi sebagian orang yang menjalin hubungan. Tapi beginilah aku dan Ouji sekarang. Dan kami masih baik-baik saja.
***
From: Ouji
Hime, kalau besok ada waktu aku akan meneleponmu.
Semangat ya
Aku tersenyum gembira saat mendapat pesan singkat dari Ouji. Aku ingat-ingat betul. Besok dia akan meneleponku. Akan tetapi, aku teringat besok aku tidak bisa. Besok aku harus bertemu dengan dosen yang sibuknya tidak bisa di tolerir itu. Bgaimana ini?
To: Ouji
Ouji, besok aku harus bertemu dosenku. Telepon aku siang saja.
Aku membalas pesannya, agar dia tidak kecewa. Rasanya berat sekali. Sekarang baru terasa beratnya. Membagi waktu dengannya.
Sampai siang ternyata aku belum selesai dengan urusan tugasku. Aku lupa memberitahu Ouji. Aku masih berkonsentrasi dengan celotehan dosen yang dari tadi tidak berhenti memberi saran. Aku hanya bisa manggut-manggut. Handphoneku berada pada mode silent.
Setelah selesai, aku mendapatkan pesan singkat dari Ouji dan tanda panggilan. Aku buka pesan singkatnya. Membacanya dengan ragu-ragu.
From: Ouji
Apa hime tidak bisa sebentar saja?
Aku segera membalas pesan singkatnya. Takut dia marah.
To: Ouji
Ouji, maaf. Aku baru selesai. Maaf Ouji.
From: Ouji
Harusnya Hime bisa meluangkan waktunya sebentar. Seperti aku meluangkan waktu liburanku untuk Hime
To: Ouji
Gomen, Ouji. T.T maafkan aku. Maaf!
Ouji tidak membalas pesan dariku. Aku merasa bersalah sekali. Merasa Ouji berubah, dia tidak pernah seperti ini. Dia selalu menerima apa yang aku lakukan. Dia selalu memaafkanku. Dia selalu saja menjaga perasaanku.
Deg.
Dadaku sesak. Benar. Ouji selalu ada di liburanku. Ouji selalu ada. Ouji selalu menerima apa yang aku lakukan. Ouji selalu memaafkan. Ouji selalu menjaga Perasaanku. Dan aku tidak mampu menjaga perasaannya. Mungkin dia kecewa. Dan lagi-lagi, ini akan menjadi hal yang tidak masuk akal lagi. Tapi bukankah hubungan LDR itu memiliki banyak alasan untuk memutuskan jarak yang terpaut jauh itu. Hubungan ini akan terputus bahkan ketika keduanya tidak pernah mengikrarkan kata berpisah. Sampai di sini. Putus begitu saja tergerus waktu.
Berhari-hari, berbulan-bulan aku coba menghubungi Ouji. Tetap tak ada jawaban. Lama-lama aku terbiasa. Melupakannya perlahan. Walau kadang teringat dan kembali menanyakan kenapa harus seperti ini. Dan tak mampu menjawab ketika Mana mulai menanyakannya pula. Aku hanya bisa diam dan mengalihkan permbicaraan.
Saat tugas akhirku telah selesai. Saat aku telah lulus kuliah. Aku benar-benar melupakan Ouji.
Label:
cerpen
Senin, 08 Juli 2013
ENAM tahun Aku...
Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam
Enam tahun sudah berlalu. Cepat sekali. Aku hampir menyelesaikan studiku di salah satu perguruan negeri terbesar di kota ini. Dan aku masih menyimpan harapan yang sama seperti 6 tahun yang lalu. Tidak pernah berkurang sekalipun rasa ini. Sama besarnya. Tiap kali aku berdoa, selalu sama, berharap Tuhan akan mengabulkannya.
Gadis macam apa yang bisa-bisanya menyimpan perasaannya selama itu. Menyimpan rapat-rapat. Membiarkannya tumbuh perlahan. Tujuan semulaku adalah membiarkannya mati kering, tapi malah sebaliknya makin subur melingkupi ruang hatiku. Bayangan itu masih sama enam tahun yang lalu. Membuatku bertanya seperti apa dia sekarang. Enam tahun ini itulah pertanyaan yang selalu mengisi pikiranku.
Aku akan menyerah dua tahun lagi. Aku akan meninggalkan harapanku. Kuberi batas waktu dua tahun ini. Saat aku benar-benar pergi dari kota ini. Kota dimana aku bertemu dia. Meninggalkan sejuta kenangan. Saat aku benar-benar tidak akan bisa melihatnya lagi. Saat aku benar-benar tidak bisa mengingat bayangannya. Biarkan 2 tahun ini aku menikmati perasaan yang telah tumbuh selama enam tahun. Biarkan aku bersedusedan dengan semua ini.
Bruuukk
Aku terjatuh, tersungkur. Di depanku berdiri seorang laki-laki. Menunduk menatap dengan muka penuh penyesalan. Mencoba membantuku berdiri lagi.
“Maaf ya. Aku enggak sengaja. Maaf. Maaf.” Dia membungkuk-bungkuk seperti orang jepang dan mengoceh meminta maaf. Aku malah yang merasa lebih salah lagi, aku sedang melamun sambil berjalan.
“Ah, enggak apa-apa kok. Aku juga minta maaf.” Aku menepuk-nepuk rok belakangku membersihkan debu yang menempel.
“Maaf ya.” Dia berlari berteriak sambil melambaikan tangannya.
Dan aku tersadar dari lamunanku. Terus berjalan berhati-hati. Kemudian aku duduk di salah satu bangku taman.
“Siapa ya cowok tadi?” aku bertanya-tanya dalam hati penasaran.
Selang beberapa hari aku bertemu dengannya lagi. Entah apa, sekarang aku jadi sering bertemu dengan dia. Di kantin, di lobi, di parkiran, di tangga, di jalan, di taman, dimanapun di sudut sekolah. Entah hanya kebetulan saja atau karena aku yang selalu memperhatikan dia.
Hari ini aku bertemu dengannya di taman. Dia sedang duduk bersama teman-temannya. Aku sendiri. Menikmati sepoi-sepoi angin musim kemarau. Berteduh diantara pepohonan taman sekolah. Membolak-balik novel yang sedari tadi ada di tanganku. Sesekali melirik kearahnya. Sekali, duakali kami bertatapan bersama kemudian segera berpaling. Aku kembali membaca novel dan dia kembali berbicara dengan teman-temannya. Sesaat itu aku merasakan perasaan aneh. Aku tiba-tiba canggung. Salah tingkah. Sambil menyelesaikan membaca aku mencuri-curi pandang kearahnya.
Sampai di kelas aku masih saja menyakinkan hatiku agar tidak kegirangan. Mencoba menenangkan perasaan yang tiba-tiba mengembang di dalam dada. Menyembunyikan semu merah di pipiku. Menyembunyikan simpul senyum di bibirku. Menyembunyikannya dari teman-temanku. Maka saat pelajaran tiba, aku sibuk mencoret-coret bukuku dengan simpul senyum dimana-mana. Mengambar bunga dan daun waru dimana-mana. Tanpa aku bicara semua orang pasti akan tahu aku sedang jatuh cinta. Tapi tetap saja aku akan mengelak. Aku akan mengatakan tidak. Dan berdalih itu hanya gambar biasa yang sering anak-anak TK gambar. Tidak lebih dan tidak kurang, bukan tanda-tanda dariapapun. Itu hanya gambar biasa. Seperti itulah saat teman-temanku mulai curiga, seperti itulah penjelasan untuk mereka.
Satu. Dua. Tiga.
Tiga tahun aku bertahan dengan cinta yang tak tersampaikan. Bertanya-tanya dalam hati tentang perasaannya padaku. Memperhatikan dia setiap hari. Menatap dari balik jendela. Berjalan dibelakangnya. Memandangnya dari jauh, berharap dia berbalik dan melambaikan tangan seperti saat aku bertemu dengannya pertama kali.
Tahun lalu, baru aku sadari ternyata dia idola anak-anak di sekolah. Anak yang baik. Anak yang pandai. Dan lelaki yang tampan. Dia tinggi. Pandai bermain basket. Dia anggota paskibraka sekolah. Dia selalu menjadi 5 besar di kelasnya. Begitulah dia sempurna menjadi idola di sekolah.
Lihatlah, jarak kami seperti bumi dan matahari, berpuluh-puluh, berjuta-juta meter hingga aku tak sanggup mengukurnya. Namun itu sama halnya dengan perasaanku yang makin lama lingkarannya membesar seperti jarak bumi dan matahari. Maka saat itu, aku memutuskan untuk mengatakan perasaan ini padanya suatu saat nanti.
“Kamu sendiri?”
Aku menoleh kearah suara, mendongak keatas.
“I..Iya.” Aku terbata menjawab, panik. Mencoba menyembunyikan semu merah wajahku. Memegangi dadaku memastikan dia tak berdetak terlalu kencang.
“Boleh aku duduk disini?” Dia menunjuk bangku disebelahku.
“Boleh.” Aku mengangguk kencang. Tersenyum lebar.
Di depan kami sekarang ada sebuah panggung yang sedang memainkan drama. Kami duduk di bangku paling belakang berdua. Terdiam satu sama lain.
“Semoga dia tidak melihat ku.” Aku berharap dalam hati, takut dia melihatku yang sudah tak karuan sikap dan perasaannya.
Dia menatap kedepan. Menatap orang-orang yang ada di panggung. Kemudian terkekeh sebentar saat orang-orang itu melucu. Aku hanya bisa tersenyum. Saat aku mengingat keinginan untuk mengatakan perasaanku padanya, aku menjadi sesak. Kaku, terdiam. Kemudian aku membiarkan suasana ini lebih lama. Duduk berdua bersama dia. Walau hanya saling berdiam.
Maka itu adalah hari terakhirku melihatnya. Kami sudah lulus dari sekolah. Entah dimana dia sekarang. Pasti masih saja menjadi idola. Pasti masih sama baiknya seperti dulu. Aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.
Tiga tahun berselang. Sebentar lagi aku dan dia menyelesaikan kuliah. Perasaan yang tumbuh perlahan itu mencuat kepermukaan. Kembali mengingatnya. Bahkan setelah 6 tahun berlalu. Setelah 3 tahun tak pernah berjumpa dengannya. Doaku terlontar kelangit, memohon dipertemukan lagi dengannya.
Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam.
Aku menghitung waktu yang telah berlalu. Waktu dimana perasaan ini masih tersimpan rapat, masih sama seperti dulu.
Enam tahun sudah berlalu. Cepat sekali. Aku hampir menyelesaikan studiku di salah satu perguruan negeri terbesar di kota ini. Dan aku masih menyimpan harapan yang sama seperti 6 tahun yang lalu. Tidak pernah berkurang sekalipun rasa ini. Sama besarnya. Tiap kali aku berdoa, selalu sama, berharap Tuhan akan mengabulkannya.
Gadis macam apa yang bisa-bisanya menyimpan perasaannya selama itu. Menyimpan rapat-rapat. Membiarkannya tumbuh perlahan. Tujuan semulaku adalah membiarkannya mati kering, tapi malah sebaliknya makin subur melingkupi ruang hatiku. Bayangan itu masih sama enam tahun yang lalu. Membuatku bertanya seperti apa dia sekarang. Enam tahun ini itulah pertanyaan yang selalu mengisi pikiranku.
Aku akan menyerah dua tahun lagi. Aku akan meninggalkan harapanku. Kuberi batas waktu dua tahun ini. Saat aku benar-benar pergi dari kota ini. Kota dimana aku bertemu dia. Meninggalkan sejuta kenangan. Saat aku benar-benar tidak akan bisa melihatnya lagi. Saat aku benar-benar tidak bisa mengingat bayangannya. Biarkan 2 tahun ini aku menikmati perasaan yang telah tumbuh selama enam tahun. Biarkan aku bersedusedan dengan semua ini.
Bruuukk
Aku terjatuh, tersungkur. Di depanku berdiri seorang laki-laki. Menunduk menatap dengan muka penuh penyesalan. Mencoba membantuku berdiri lagi.
“Maaf ya. Aku enggak sengaja. Maaf. Maaf.” Dia membungkuk-bungkuk seperti orang jepang dan mengoceh meminta maaf. Aku malah yang merasa lebih salah lagi, aku sedang melamun sambil berjalan.
“Ah, enggak apa-apa kok. Aku juga minta maaf.” Aku menepuk-nepuk rok belakangku membersihkan debu yang menempel.
“Maaf ya.” Dia berlari berteriak sambil melambaikan tangannya.
Dan aku tersadar dari lamunanku. Terus berjalan berhati-hati. Kemudian aku duduk di salah satu bangku taman.
“Siapa ya cowok tadi?” aku bertanya-tanya dalam hati penasaran.
Selang beberapa hari aku bertemu dengannya lagi. Entah apa, sekarang aku jadi sering bertemu dengan dia. Di kantin, di lobi, di parkiran, di tangga, di jalan, di taman, dimanapun di sudut sekolah. Entah hanya kebetulan saja atau karena aku yang selalu memperhatikan dia.
Hari ini aku bertemu dengannya di taman. Dia sedang duduk bersama teman-temannya. Aku sendiri. Menikmati sepoi-sepoi angin musim kemarau. Berteduh diantara pepohonan taman sekolah. Membolak-balik novel yang sedari tadi ada di tanganku. Sesekali melirik kearahnya. Sekali, duakali kami bertatapan bersama kemudian segera berpaling. Aku kembali membaca novel dan dia kembali berbicara dengan teman-temannya. Sesaat itu aku merasakan perasaan aneh. Aku tiba-tiba canggung. Salah tingkah. Sambil menyelesaikan membaca aku mencuri-curi pandang kearahnya.
Sampai di kelas aku masih saja menyakinkan hatiku agar tidak kegirangan. Mencoba menenangkan perasaan yang tiba-tiba mengembang di dalam dada. Menyembunyikan semu merah di pipiku. Menyembunyikan simpul senyum di bibirku. Menyembunyikannya dari teman-temanku. Maka saat pelajaran tiba, aku sibuk mencoret-coret bukuku dengan simpul senyum dimana-mana. Mengambar bunga dan daun waru dimana-mana. Tanpa aku bicara semua orang pasti akan tahu aku sedang jatuh cinta. Tapi tetap saja aku akan mengelak. Aku akan mengatakan tidak. Dan berdalih itu hanya gambar biasa yang sering anak-anak TK gambar. Tidak lebih dan tidak kurang, bukan tanda-tanda dariapapun. Itu hanya gambar biasa. Seperti itulah saat teman-temanku mulai curiga, seperti itulah penjelasan untuk mereka.
Satu. Dua. Tiga.
Tiga tahun aku bertahan dengan cinta yang tak tersampaikan. Bertanya-tanya dalam hati tentang perasaannya padaku. Memperhatikan dia setiap hari. Menatap dari balik jendela. Berjalan dibelakangnya. Memandangnya dari jauh, berharap dia berbalik dan melambaikan tangan seperti saat aku bertemu dengannya pertama kali.
Tahun lalu, baru aku sadari ternyata dia idola anak-anak di sekolah. Anak yang baik. Anak yang pandai. Dan lelaki yang tampan. Dia tinggi. Pandai bermain basket. Dia anggota paskibraka sekolah. Dia selalu menjadi 5 besar di kelasnya. Begitulah dia sempurna menjadi idola di sekolah.
Lihatlah, jarak kami seperti bumi dan matahari, berpuluh-puluh, berjuta-juta meter hingga aku tak sanggup mengukurnya. Namun itu sama halnya dengan perasaanku yang makin lama lingkarannya membesar seperti jarak bumi dan matahari. Maka saat itu, aku memutuskan untuk mengatakan perasaan ini padanya suatu saat nanti.
“Kamu sendiri?”
Aku menoleh kearah suara, mendongak keatas.
“I..Iya.” Aku terbata menjawab, panik. Mencoba menyembunyikan semu merah wajahku. Memegangi dadaku memastikan dia tak berdetak terlalu kencang.
“Boleh aku duduk disini?” Dia menunjuk bangku disebelahku.
“Boleh.” Aku mengangguk kencang. Tersenyum lebar.
Di depan kami sekarang ada sebuah panggung yang sedang memainkan drama. Kami duduk di bangku paling belakang berdua. Terdiam satu sama lain.
“Semoga dia tidak melihat ku.” Aku berharap dalam hati, takut dia melihatku yang sudah tak karuan sikap dan perasaannya.
Dia menatap kedepan. Menatap orang-orang yang ada di panggung. Kemudian terkekeh sebentar saat orang-orang itu melucu. Aku hanya bisa tersenyum. Saat aku mengingat keinginan untuk mengatakan perasaanku padanya, aku menjadi sesak. Kaku, terdiam. Kemudian aku membiarkan suasana ini lebih lama. Duduk berdua bersama dia. Walau hanya saling berdiam.
Maka itu adalah hari terakhirku melihatnya. Kami sudah lulus dari sekolah. Entah dimana dia sekarang. Pasti masih saja menjadi idola. Pasti masih sama baiknya seperti dulu. Aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.
Tiga tahun berselang. Sebentar lagi aku dan dia menyelesaikan kuliah. Perasaan yang tumbuh perlahan itu mencuat kepermukaan. Kembali mengingatnya. Bahkan setelah 6 tahun berlalu. Setelah 3 tahun tak pernah berjumpa dengannya. Doaku terlontar kelangit, memohon dipertemukan lagi dengannya.
Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam.
Aku menghitung waktu yang telah berlalu. Waktu dimana perasaan ini masih tersimpan rapat, masih sama seperti dulu.
Label:
cerpen
Jumat, 05 Juli 2013
pesona Mr. X
Musim hujan, mendung selalu menghiasi langit. Tapi tidak untuk hari ini. Hari yang cerah. Gerimis turun dengan alun di bawah terik sinar mentari. Sore ini pun begitu, gerimis turun perlahan sedangkan matahari masih setia menyinari bumi. Sebentar saja. Gerimis pergi tak mau berlama-lama.
Aku pergi meninggalkan tempat yang seharian ini aku habiskan bercanda, bergurau, bersantai. Tempat macam apa sebenarnya ini. Ya begitulah arti tempat ini untukku, bukan untuk berserius ria menunggu hasil ujian, atau merasa tegang menghadai ujian. Tempat penuh sendau gurau. Begitulah.
Lagi dan lagi aku melaju kejalanan, berbaur lagi dan lagi dengan polusi yang terkadang memuakan. Dan lagi lagi, melaju bersama orang-orang yang tak pernah bosan menikmati polusi. Melambat dan melaju kencang, aku mainkan gas di tangan kananku. Mengerem mendadak ketika ada mobil menyebrang sembarangan. Lelah. Aku lelah setiap hari melewati jalanan.
Tentu saja aku lelah, aku kan mahasiswa antar kota antar propinsi. Tidak boleh ‘ngekost’. Padahal hal pertama yang ingin aku rasakan menjadi seorang mahasiswa adalah tinggal di luar rumah, merasakan kejamnya kesendirin di dalam kost. Siapa sangka, semua itu tidak terwujud dengan indah. Jadilah aku sekarang melaju beriringan dengan polusi setiap hari. Terpaksa bersahabat dengan polusi.
Tidak pernah ada momen spesial di jalan ini. Sama saja setiap hari. Pemandangan yang sama. Kanan kiri toko berjejer rapi, pohon-pohon penyejuk berdiri kokoh. Mobil-mobil, motor-motor, bus-bus, truk-truk, masih sama saja. Kendaraan-kendaraan itu memenuhi jalanan. Kadang melaju seenaknya, merasa ada di lintasan balap. Iya, balapan dengan waktu, telat.
Hari ini aku nikmati perjalanan pulangku, berbaikan dengan polusi. Berlama-lama dengan polusi. Aku melaju santai. Melihat senja yang mulai nampak. Menikmati pemandangan kota. Mengamati dengan seksama, yang biasanya aku abaikan begitu saja.
Aku melewati jembatan panjang. Jika kau menengok ke kiri, pemandangan senja begitu indah. Matahari bertengger di atas bukit barisan. Menghilang perlahan di balik bukit. Langit jingga, ah entah sejak kapan aku suka melihat langit senja. Ternyata memang benar-benar indah. Bukan. Aku bukan sok romantis seperti cerita-cerita novel atau sinetron di tv. Karena warna senja itu ternyata menentramkan jiwa.
Aku berbelok ke kanan, menyeberang jalan. Setelah sebelumnya aku melaju kencang mencoba menyaingi kendaraan dibelakangku. Berdiam sejenak di tengah jalan, berharap kendaraan dari arah lain berbaik hati mengijinkan aku menyeberang. Ada beberapa motor didepanku yang akan menyeberang juga. Satu per satu motor itu melaju dan aku mengikutinya.
Dan tiba-tiba aku melihat sesosok itu. “Ha?” kagetku dalam hati. Aku lihat, aku lirik dengan seksama. Siapa? Sebut saja mas X. Iya, siapa mas X? Anggap saja orang yang berlalu dijalanan. Terus, apa hubungannya? Saya mengagumi mas X ini.
“Pasti dia orang yang pinter” batinku, sambil terus melaju dibelakangnya.
Aku ikuti dia, tidak mau menyalip. Aku sabar mengikuti. Santai, ini kelewat santai. Lambat, ini lumayan lambat. Tapi, sudahlah, aku menyukai momen mengikutinya saat ini. Buyar. Pikiran ku kembali lagi ke sosok yang entah berada dimana itu. Yang selalu berharap mendapati momen seperti ini bersama dia.
Ya beginilah, yang ada di depanku sekarang mas X, bukan yang lain. Rada jengkel juga pas lewat polisi tidur. Mas X ini berhati-hati sekali sehingga dia melaju dengan apik tanpa guncangan yang berarti. Berbeda denganku yang menerobos begitu saja. Dan kali ini aku mengikuti cara mas X. Hampir. Hampir saja menabrak ban belakang motor mas X.
“Ah, aku harus melaju lebih kencang lagi, melepaskan pesona mas X” aku tancap gas, aku salip mas X. Aku melaju kencang meninggalkan mas X jauh dibelakang. Hingga mas X benar-benar tidak terdeteksi lagi.
Hari ini, jalanan telah memberikan cerita baru lagi. Hai polusi, kau melihatnya bukan?
Aku pergi meninggalkan tempat yang seharian ini aku habiskan bercanda, bergurau, bersantai. Tempat macam apa sebenarnya ini. Ya begitulah arti tempat ini untukku, bukan untuk berserius ria menunggu hasil ujian, atau merasa tegang menghadai ujian. Tempat penuh sendau gurau. Begitulah.
Lagi dan lagi aku melaju kejalanan, berbaur lagi dan lagi dengan polusi yang terkadang memuakan. Dan lagi lagi, melaju bersama orang-orang yang tak pernah bosan menikmati polusi. Melambat dan melaju kencang, aku mainkan gas di tangan kananku. Mengerem mendadak ketika ada mobil menyebrang sembarangan. Lelah. Aku lelah setiap hari melewati jalanan.
Tentu saja aku lelah, aku kan mahasiswa antar kota antar propinsi. Tidak boleh ‘ngekost’. Padahal hal pertama yang ingin aku rasakan menjadi seorang mahasiswa adalah tinggal di luar rumah, merasakan kejamnya kesendirin di dalam kost. Siapa sangka, semua itu tidak terwujud dengan indah. Jadilah aku sekarang melaju beriringan dengan polusi setiap hari. Terpaksa bersahabat dengan polusi.
Tidak pernah ada momen spesial di jalan ini. Sama saja setiap hari. Pemandangan yang sama. Kanan kiri toko berjejer rapi, pohon-pohon penyejuk berdiri kokoh. Mobil-mobil, motor-motor, bus-bus, truk-truk, masih sama saja. Kendaraan-kendaraan itu memenuhi jalanan. Kadang melaju seenaknya, merasa ada di lintasan balap. Iya, balapan dengan waktu, telat.
Hari ini aku nikmati perjalanan pulangku, berbaikan dengan polusi. Berlama-lama dengan polusi. Aku melaju santai. Melihat senja yang mulai nampak. Menikmati pemandangan kota. Mengamati dengan seksama, yang biasanya aku abaikan begitu saja.
Aku melewati jembatan panjang. Jika kau menengok ke kiri, pemandangan senja begitu indah. Matahari bertengger di atas bukit barisan. Menghilang perlahan di balik bukit. Langit jingga, ah entah sejak kapan aku suka melihat langit senja. Ternyata memang benar-benar indah. Bukan. Aku bukan sok romantis seperti cerita-cerita novel atau sinetron di tv. Karena warna senja itu ternyata menentramkan jiwa.
Aku berbelok ke kanan, menyeberang jalan. Setelah sebelumnya aku melaju kencang mencoba menyaingi kendaraan dibelakangku. Berdiam sejenak di tengah jalan, berharap kendaraan dari arah lain berbaik hati mengijinkan aku menyeberang. Ada beberapa motor didepanku yang akan menyeberang juga. Satu per satu motor itu melaju dan aku mengikutinya.
Dan tiba-tiba aku melihat sesosok itu. “Ha?” kagetku dalam hati. Aku lihat, aku lirik dengan seksama. Siapa? Sebut saja mas X. Iya, siapa mas X? Anggap saja orang yang berlalu dijalanan. Terus, apa hubungannya? Saya mengagumi mas X ini.
“Pasti dia orang yang pinter” batinku, sambil terus melaju dibelakangnya.
Aku ikuti dia, tidak mau menyalip. Aku sabar mengikuti. Santai, ini kelewat santai. Lambat, ini lumayan lambat. Tapi, sudahlah, aku menyukai momen mengikutinya saat ini. Buyar. Pikiran ku kembali lagi ke sosok yang entah berada dimana itu. Yang selalu berharap mendapati momen seperti ini bersama dia.
Ya beginilah, yang ada di depanku sekarang mas X, bukan yang lain. Rada jengkel juga pas lewat polisi tidur. Mas X ini berhati-hati sekali sehingga dia melaju dengan apik tanpa guncangan yang berarti. Berbeda denganku yang menerobos begitu saja. Dan kali ini aku mengikuti cara mas X. Hampir. Hampir saja menabrak ban belakang motor mas X.
“Ah, aku harus melaju lebih kencang lagi, melepaskan pesona mas X” aku tancap gas, aku salip mas X. Aku melaju kencang meninggalkan mas X jauh dibelakang. Hingga mas X benar-benar tidak terdeteksi lagi.
Hari ini, jalanan telah memberikan cerita baru lagi. Hai polusi, kau melihatnya bukan?
Label:
cerita hari ini
Selasa, 18 Juni 2013
Mirip
Tempat ini mulai sepi perlahan-lahan, walau sebenarnya tidak pernah sepi kecuali malam hari. Langit cerah telah meredup sedikit demi sedikit, matahari tertutup oleh awan mendung. Mendung yang bukan berarti hujan. Aku melangkahkan kaki ku menuju kendaraan teristimewaku. Kemudian aku melaju ke tempat lain, tidak jauh dari tempat semulaku.
Ramai orang-orang, disini juga tidak pernah sepi. Banyak orang berseragam putih-putih berlalu lalang. Mereka terlihat lelah dan penat, namun mereka masih bisa tersenyum. Akankah kelak aku bisa seperti mereka. Aku parkirkan motorku sembarangan, yang penting dekat kendaraan lain. Langit masih saja bermuram durja.
Aku lewati lorong berkelok ini. Menyenangkan. Melewatinya membuatku merasa ada di taman hiburan, ini seperti wahana di taman hiburan. Mungkin hanya aku yang merasa begitu, biarlah. Lorong ini berakhir di sebuah gedung. Gedung yang digunakan untuk parkir di lantai dasar hingga lantai 3, dan lantai 4 sebagai tempat pertemuan. Ya, aku menuju lantai 4. Aku naiki tangga yang langsung menghadap ke tempat yang aku tuju. Disinipun ramai, tapi entahlah sepertinya disini tidak biasa ramai. Di pojok terdengar sekumpulan orang-orang membicarakan sesuatu berbau medis. Acuhkan.
Aku memasuki ruangan ini lagi. Setelah kemarin lusa datang bersama sahabatku. Sekarang aku disini sendiri, aku kira sih begitu. Aku buka pintunya, dan dibalik meja panjang melengkung duduk ibu penjaga yang selalu setia setiap hari disana. Aku raih pulpen dan buku kunjungan, tidak lupa melemparkan senyum pada ibu penjaga.
Oh, ternyata hari ini ada yang datang ke ruanagn ini juga. Aku berjalan menuju bangku yang paling dekat dengan rak kayu itu. Singgasanaku. Aku ambil setumpuk buku. Kemudian seperti biasanya aku bolak-balik lembar demi lembar berharap mendapat suatu tulisan yang aku cari. Nihil. Aku tidak mendapatkan apa-apa. Aku masih saja membolak-balik, siapa tahu aku melewatkan halaman yang lain.
Bapak-bapak dengan baju batik dan yang lain dengan jas putih itu, terlihat asyik mengerjakan sesuatu yang tidak aku mengerti. Abaikan. Ah, tidak bisa, aku tidak bisa mengabaikannya. Aku dongakkan sesekali pandanganku ke sekumpulan bapak-bapak itu, berusaha memahami apa yang mereka lakukan. Penasaran. Mereka menggunting, menempel, memasukkan kedalam plastik, mirip pelajaran waktu TK.
Ruangan pengap ini, yang lebih sering sepi, dengan jendela buramnya, dan rak-rak tuanya, dan buku-buku tuanya pula. Menyenangkan berada disini. Sekumpulan bapak-bapak didepanku perlahan-lahan pergi satu persatu. Menyisakan seorang bapak dengan jas putihnya, mengerjakan hastakarya itu sendiri. Berkeluh dengan orang dibalik telepon genggamnya.
Aku tersenyum, “Lihatlah bapak itu, udah mirip seseorang” Batinku. Aku masih sok mebuka-buka bukuku dan mendengar apa-apa yang dikatakan bapak itu. Hingga bapak terakhir itu berlalu, dan aku beranjak dari singgasanaku. Berjalan riang, walau aku tidak mendapatkan yang aku cari. Kecewa, sedikit.
Aku jinjing tasku, keluar ruangan tanpa lupa memberikan senyum ke ibu penjaga. Aku lewati lorong wahana itu lagi, dan masih sama menyenangkannya. Langit kelam mulai pergi, siluet senja menghiasi. Orange langit seperti jeruk siantang, manis sekali. Sungguh indah.
Ramai orang-orang, disini juga tidak pernah sepi. Banyak orang berseragam putih-putih berlalu lalang. Mereka terlihat lelah dan penat, namun mereka masih bisa tersenyum. Akankah kelak aku bisa seperti mereka. Aku parkirkan motorku sembarangan, yang penting dekat kendaraan lain. Langit masih saja bermuram durja.
Aku lewati lorong berkelok ini. Menyenangkan. Melewatinya membuatku merasa ada di taman hiburan, ini seperti wahana di taman hiburan. Mungkin hanya aku yang merasa begitu, biarlah. Lorong ini berakhir di sebuah gedung. Gedung yang digunakan untuk parkir di lantai dasar hingga lantai 3, dan lantai 4 sebagai tempat pertemuan. Ya, aku menuju lantai 4. Aku naiki tangga yang langsung menghadap ke tempat yang aku tuju. Disinipun ramai, tapi entahlah sepertinya disini tidak biasa ramai. Di pojok terdengar sekumpulan orang-orang membicarakan sesuatu berbau medis. Acuhkan.
Aku memasuki ruangan ini lagi. Setelah kemarin lusa datang bersama sahabatku. Sekarang aku disini sendiri, aku kira sih begitu. Aku buka pintunya, dan dibalik meja panjang melengkung duduk ibu penjaga yang selalu setia setiap hari disana. Aku raih pulpen dan buku kunjungan, tidak lupa melemparkan senyum pada ibu penjaga.
Oh, ternyata hari ini ada yang datang ke ruanagn ini juga. Aku berjalan menuju bangku yang paling dekat dengan rak kayu itu. Singgasanaku. Aku ambil setumpuk buku. Kemudian seperti biasanya aku bolak-balik lembar demi lembar berharap mendapat suatu tulisan yang aku cari. Nihil. Aku tidak mendapatkan apa-apa. Aku masih saja membolak-balik, siapa tahu aku melewatkan halaman yang lain.
Bapak-bapak dengan baju batik dan yang lain dengan jas putih itu, terlihat asyik mengerjakan sesuatu yang tidak aku mengerti. Abaikan. Ah, tidak bisa, aku tidak bisa mengabaikannya. Aku dongakkan sesekali pandanganku ke sekumpulan bapak-bapak itu, berusaha memahami apa yang mereka lakukan. Penasaran. Mereka menggunting, menempel, memasukkan kedalam plastik, mirip pelajaran waktu TK.
Ruangan pengap ini, yang lebih sering sepi, dengan jendela buramnya, dan rak-rak tuanya, dan buku-buku tuanya pula. Menyenangkan berada disini. Sekumpulan bapak-bapak didepanku perlahan-lahan pergi satu persatu. Menyisakan seorang bapak dengan jas putihnya, mengerjakan hastakarya itu sendiri. Berkeluh dengan orang dibalik telepon genggamnya.
Aku tersenyum, “Lihatlah bapak itu, udah mirip seseorang” Batinku. Aku masih sok mebuka-buka bukuku dan mendengar apa-apa yang dikatakan bapak itu. Hingga bapak terakhir itu berlalu, dan aku beranjak dari singgasanaku. Berjalan riang, walau aku tidak mendapatkan yang aku cari. Kecewa, sedikit.
Aku jinjing tasku, keluar ruangan tanpa lupa memberikan senyum ke ibu penjaga. Aku lewati lorong wahana itu lagi, dan masih sama menyenangkannya. Langit kelam mulai pergi, siluet senja menghiasi. Orange langit seperti jeruk siantang, manis sekali. Sungguh indah.
Label:
cerita hari ini
Jumat, 14 Juni 2013
Jumpa Kembali
''ya Allah, pertemukan aku dengan
dia tahun ini, sekali saja ya Allah. Please!'' kututup doa ku kali ini dengan
harapan bisa bertemu dia sebelum tahun ini berganti. Ini sudah bulan desember.
Sepertinya mustahil bertemu dia tahun ini.
Pagi ini cerah, walau ini musim
hujan. Ocehan burung-burung telah terdengar sedari matahari menampakkan
siluetnya dibalik dedaunan. Didalam rumah telah ribut semua menyiapkan diri,
ponakan ribut ke sekolah, kakak ribut siap-siap, dan aku masih santai. Hari ini
aku libur.
''hari ini kamu pergi ke kampus, Sa?''
kakak bertanya berharap mendapat jawaban tidak.
''iya.'' jawabku seadanya, malas.
''iya.'' jawabku seadanya, malas.
''ini kan libur. Kurang kerjaan bgt
sih. Berangkat jam berapa?''
''ah biarin, jam 11 mungkin.''
sama saja, aku masih bermalas-malasaan.
Duduk, bangkit, berjalan kemudian berlarian bersama kedua kucingku. Dan,
membantu meracik masakan untuk hari ini.
Asap mengepul dari beberapa dapur
rumah. Wanginya sampai membuat iri tetangga yg lain. Menebak-nebak masakan
tetangga. Matahari mulai beranjak lebih tinggi, kehangatannya meningkat
mendekati panas. Aku bersiap melaju ke jalanan. Helm, jaket, tutup mulut,
sarung tangan, sepatu plus kaos kaki, kacamata. Semua siap menghadapi hari yang
terik ini.
Tak pernah beda pagi ataupun rada pagi. Jalanan selalu penuh dengan mesin-mesin berjalan itu. Sesak. Pembangunan jalan dimana-mana. Tambah sesak. Selip sana sini. Hari ini aku merasa muak dengan jalanan ini. Sesak. Sungguh benar-benar sesak.
Tak pernah beda pagi ataupun rada pagi. Jalanan selalu penuh dengan mesin-mesin berjalan itu. Sesak. Pembangunan jalan dimana-mana. Tambah sesak. Selip sana sini. Hari ini aku merasa muak dengan jalanan ini. Sesak. Sungguh benar-benar sesak.
Sampailah aku disini. Tempat yang
sepi saat libur seperti ini. Perpus pusat. Entahlah, mungkin aku akhir-akhir
ini kena sindrom yang aneh.
Sepi. Hanya beberapa orang yang ada
disana, asyik dengan buku dan mesin pencari mereka. Tampak serius tapi juga ada
yang bercanda dengan temannya. Ya, aku disini, bangunan kaca 6 lantai dengan
segala kemewahan didalamnya. Tetap saja terlihat lenggang walau ini mewah.
Aku duduk di dekat pintu kaca, asyik dimejaku, membolak-balik majalah. Sesekali memainkan hapeku. Apa yg sebenarnya aku lakukan disini?
Aku duduk di dekat pintu kaca, asyik dimejaku, membolak-balik majalah. Sesekali memainkan hapeku. Apa yg sebenarnya aku lakukan disini?
Tak sempat pertanyaan itu terjawab.
Muncul sesosok dari balik pintu kaca. Aku dongakkan wajahku ke atas.
''Hei'' org itu menyapaku. Biasa.
''Eh, hei'' seketika berdegup
kencang jantungku.
''Ngapain disini, sa?'' org itu
bertanya padaku
''Emh,. Main doank kog. Kamu?''
''Aku mau cari materi buat
laporan''
''Owh'' aku jawab singkat, tak bisa
lagi berkata-kata.
Orang itu. Sungguh berubah, 2
tahun, aku bertahan 2 tahun dan kini aku bertemu dengannya.
''Allah kabulkan.'' bisikku dalam hati, senyum kecil mengembang dibibirku.
''Allah kabulkan.'' bisikku dalam hati, senyum kecil mengembang dibibirku.
Label:
cerita hari ini
Selasa, 11 Juni 2013
AMBIGU part 2
ara dan kiko semakit mendekati sekolah, terlihat dari jarak 500m pak satpam mau menutup gerbang sekolah..
Kiko: ''hah? Ara ayow cepat, keburu di tutup gerbangny'' (menepuk pundak Ara)
Ara: ''baiklah,, cepat pegangan, yg ini kecepatan penuh''
Kiko: ''hwaaaaaaaaaaa''
Akhirnya bisa melewati gerbang dg baik.
Sampailah mereka di parkiran sepeda.
Kiko : (dalam hati) ''hah, dua kali mimpi ku hri ini hrus berakhir''
Ara: ''kau tidak mau turun?, dasar gadis lambat''
Kiko: (emosi mata membara) ''hiaaaaaaaaaa (menendang ara) jgn mengataiku gadis lambat''
Kiko meninggalkan ara dengan emosi tanpa mengucapkan terimakasih stlh dibonceng smpai sekolah.
Ara: ''dasar gadis itu, ckckckckck. Berterimakasih pun enggak'' (ara tersenyum)
Pelajaran berakhir, waktunya anak2 beristirahat. Kiko memutuskan untuk berjalan2 ke luar.
Kiko: ''hah, Ara,, aaarrgghh.. Aku Salah,, knp tdi aku kasar pada dia'' (kiko menggerutu sendiri)
Tiba2 dari belakang muncul sesosok laki2.
Pukkk..
Kiko: ''hah?'' (kiko kaget)
Shikamaru : ''aku lihat sepertinya kamu sedang kesal'' (tersenyum manis)
Kiko: ''hehehe, shikamaru senpai''
shikamaru: ''oh ya bgaimana dg kabar kuropee?''
Kiko: ''sudah baikan'' (kiko tersenyum) ''kemarin aku begitu khawatir, tpi setelah aku rawat dia sudah berlari2 lagi''
shikamaru: (didalam hati) ''gadis ini begitu jujur n tulus''
Kiko: ''mulai sekarg aku akan merawat kuropee dg baik''
Shikamaru: ''baguslah'' (mengusap2 kepala kiko)
Mereka berdua terlihat akrab, semenjak percakapan di awal tahun lalu., kebetulan, hanya karena kiko mencoret2 papan tulis dg gambar kuropee.
Dilain tempat ternyata ami dan satou melihat kiko dan shikamaru senpai. Mereka berdua menemui inoran.
Ami: ''ino.chan, kami melihat mereka berdua lagi. Ini tdk bs dibiarkan lama2 mereka bs jadian''
satou: ''ia, harusnya kan shikamaru senpai dengan ino.chan''
Inoran: (tersenyum) ''biarkan saja, aku akan tetap menunggu pangeran shikamaru datang kepadaku sendiri''
Satou: ''aku tdk bs melihat ino.chan sperti tadi''
Ami: ''ia, aku jg, sbg teman yg baik kt harus mbantunya''
Mereka akhirnya merencanakan kembali penggencetan yg ke dua.
Hoahahahahahahahaha. *plak*
Saat pulang sekolah mereka mencegat kiko di depan kelas.
Ami: ''hei anak lambat, ikut kami'' (memegang tangan kiko dengan paksa)
Kiko: ''heh? Apa2an ini, lepaskan aku'' (kiko mencoba melepaskan tangannya)
Satou: ''berisik ikut kami'' (mendorong kiko dri belakang)
Sampai dibelakang sekolah, lagi2 dengan alasan yg tidak diketahui kiko, mereka marah-marah tidak jelas.
Ami: ''kmu tidak kapok ya? hrus brp kali lgi kami peringatkan?'' (memojokkan kiko)
Kiko: ''hah? Ara ayow cepat, keburu di tutup gerbangny'' (menepuk pundak Ara)
Ara: ''baiklah,, cepat pegangan, yg ini kecepatan penuh''
Kiko: ''hwaaaaaaaaaaa''
Akhirnya bisa melewati gerbang dg baik.
Sampailah mereka di parkiran sepeda.
Kiko : (dalam hati) ''hah, dua kali mimpi ku hri ini hrus berakhir''
Ara: ''kau tidak mau turun?, dasar gadis lambat''
Kiko: (emosi mata membara) ''hiaaaaaaaaaa (menendang ara) jgn mengataiku gadis lambat''
Kiko meninggalkan ara dengan emosi tanpa mengucapkan terimakasih stlh dibonceng smpai sekolah.
Ara: ''dasar gadis itu, ckckckckck. Berterimakasih pun enggak'' (ara tersenyum)
Pelajaran berakhir, waktunya anak2 beristirahat. Kiko memutuskan untuk berjalan2 ke luar.
Kiko: ''hah, Ara,, aaarrgghh.. Aku Salah,, knp tdi aku kasar pada dia'' (kiko menggerutu sendiri)
Tiba2 dari belakang muncul sesosok laki2.
Pukkk..
Kiko: ''hah?'' (kiko kaget)
Shikamaru : ''aku lihat sepertinya kamu sedang kesal'' (tersenyum manis)
Kiko: ''hehehe, shikamaru senpai''
shikamaru: ''oh ya bgaimana dg kabar kuropee?''
Kiko: ''sudah baikan'' (kiko tersenyum) ''kemarin aku begitu khawatir, tpi setelah aku rawat dia sudah berlari2 lagi''
shikamaru: (didalam hati) ''gadis ini begitu jujur n tulus''
Kiko: ''mulai sekarg aku akan merawat kuropee dg baik''
Shikamaru: ''baguslah'' (mengusap2 kepala kiko)
Mereka berdua terlihat akrab, semenjak percakapan di awal tahun lalu., kebetulan, hanya karena kiko mencoret2 papan tulis dg gambar kuropee.
Dilain tempat ternyata ami dan satou melihat kiko dan shikamaru senpai. Mereka berdua menemui inoran.
Ami: ''ino.chan, kami melihat mereka berdua lagi. Ini tdk bs dibiarkan lama2 mereka bs jadian''
satou: ''ia, harusnya kan shikamaru senpai dengan ino.chan''
Inoran: (tersenyum) ''biarkan saja, aku akan tetap menunggu pangeran shikamaru datang kepadaku sendiri''
Satou: ''aku tdk bs melihat ino.chan sperti tadi''
Ami: ''ia, aku jg, sbg teman yg baik kt harus mbantunya''
Mereka akhirnya merencanakan kembali penggencetan yg ke dua.
Hoahahahahahahahaha. *plak*
Saat pulang sekolah mereka mencegat kiko di depan kelas.
Ami: ''hei anak lambat, ikut kami'' (memegang tangan kiko dengan paksa)
Kiko: ''heh? Apa2an ini, lepaskan aku'' (kiko mencoba melepaskan tangannya)
Satou: ''berisik ikut kami'' (mendorong kiko dri belakang)
Sampai dibelakang sekolah, lagi2 dengan alasan yg tidak diketahui kiko, mereka marah-marah tidak jelas.
Ami: ''kmu tidak kapok ya? hrus brp kali lgi kami peringatkan?'' (memojokkan kiko)
Label:
cerbung