Aku terlalu polos atau memang terlalu cuek, entahlah. Teman-temanku bilang polos dan oon itu beda tipis. Kalau yang ini aku tidak terima dibilang oon. Teman-temanku bilang orang oon mana ada yang ngaku oon. Lupakan.
Banyak hal-hal konyol yang beberapa kali aku alami. Salah satunya kejadian beli bensin kemarin lusa. Memang polos dan oon beda tipis. Ah, aku tidak bisa mengelak.
Hari ini sehabis pulang kuliah aku dan Sara pergi ke toko bakery untuk memesan kue ulang tahun untuk mama Sara. Habis itu pergi ke toko buku untuk mengecek komik atau novel yang mungkin nanti aku tertarik membelinya. Jarum yang menunjukkan bensin di sepeda motorku sudah hampir ke garis merah, ah sudah di garis merah.
“Ra, ntar beli bensin dulu ya?” Aku mengajak Sara.
“Iya deh, sambil aku mau lihat Wisdom Park itu lho.”
Aku dan Sara melaju dengan sepeda motorku. Tidak bisa ngebut memang, motor tua, tidak bisa ngebut jalannya konblok yang ada bunyi semua motorku. Sepeda motor warisan, harus hati-hati. Dijalan aku dan Sara memperdebatkan wisdom park yang nyatanya tidak pernah ada. Masih dalam proses pembangunan.
Aku memasuki pom bensin di pojok perempatan. Antriannnya panjang sekali. Tapi aku lihat ada beberapa motor berhenti di salah satu mesin pengisi bensin, yang disitu lebih sepi tidak perlu mengantri panjang. Aku belokkan ke antrian yang hanya beberapa motor itu.
Pak petugas pengisi bensin melihat dengan tatapan yang agak aneh. Kemudian memegang corong, ah apa sih namanya aku tidak tahu.
“Berapa?” Pak bensin bertanya.
“20ribu, pake nota ya Pak.”
Dengan cepat pak bensin memasukkan corong ke tangki bensin motorku. Setelah selesai aku melihat ke dalam tangki bensin motorku. “Kog ga penuh ya?” batinku. Aku melihat ke mesinnya. Disana tertera nominal uangnya 2000, nol yang satunya stiker merah yang ditempel. Aku meraih nota dari pak bensin yang kemudian pergi dari hadapanku dan Sara. Aku merasa aneh. Saat aku lihat harga perliternya “Rp 10.830,-“
“Eh, kog aneh.” Aku merasa ada yang salah.
“Kenapa Nun?” Sara bertanya. “Eh, ini pertamax, Nun.”
Aku melihat tulisan biru di bawah harga literan bertuliskan “PERTAMAX”. Aku merasa terbohongi, terbodohi, ter-tidak-tahu gelagat pak Bensin yang dari awal sudah aneh.
“Ya ampun, kok Pak bensinnya ga bilang sih.” Aku merasa malu, “Untung tadi minta nota, jadi dikira apa gitu kan.” Batinku.
“Kamu sih, gimana sih. Rugi dong.”
“Sekali-kali pakai bensin yang kualitas bagus ga apa-apa kan, Ra.” Aku tersenyum, padahal nyesel banget. 2,5 liter cuma dapet 1,8 liter.
Aku merasa terpolos sedunia, tapi bukan teroon. Masalahku karena tidak membaca tulisa yang sudah ada. Pertamax bukan premium. Tidak peka akan keadaan, bisa-bisanya kalau itu premium pasti yang antri juga bakal banyak. Aku Cuma bisa mentertawakan diri sendiri lagi. Motor bututku diisi pertamax. “Sok gaya banget.” Pasti orang-orang bakal bilang begitu. Tepok jidat.
****
Sisa pertamax di tangki motor masih cukup banyak, bisa untuk persediaan sampai besok. Aku bergegas mengeluarkan motor dari rumah. Bersiap pergi ke tukang jait. Hari ini aku berniat untuk menyelesaikan karya yang aku buat untuk Alya. Aku melaju dengan kecepatan standar, 60 km/jam.
“Kalau pake pertamax bisa tambah cepet ga ya?” batinku. Sepeda motorku sudah tua, tidak bisa dipakai dengan kecepatan tinggi. Sengaja dikasih yang seperti itu, biar aku tidak bisa ngebut dijalanan, itu alasannya. Aku coba menarik gas, dan motorku berhasil melaju lebih cepat. Sama saja sebenarnya tapi karena sugesti pertamax membuat semuanya terasa berbeda.
“Wuih, jadi tambah enak aja nih motor. Mesinnya jadi terasa lebih alus.”
Tiba-tiba saja aku jadi senang gebut sana gebut sini. Sugesti pertamax sudah melenakanku. Lewat pom bensin, disekitarnya dipasangi umbul-umbul yang tulisanya “Lebih Baik PERTAMAX”. Pengalaman, sekali-kali pake BBM kualitas bagus. Bukan subsidian. Padahal ini karena keteledoranku saja. Lebih baik pertamax memang.
>>> cerita ini tidak mengandung unsur iklan, tidak mendapat bayaran dari pertamina pun. Cuma mau bilang gunakan BBM sesuai dengan daya beli anda. Pertamax lebih baik. *plak
0 komentar:
Posting Komentar