Gimana sih rasanya kamu stase di anak ketika kamu merasa kamu enggak begitu suka anak-anak? Nakal, nangis, rewel, tanya terus smpe capek jawabnya.
Padahal itu semua adalah keunikan dari anak-anak. Tapi maaf sayang, embak masih sedikit tantrum dan imatur nih.
Ketika kamu merasa cuma jadi observer di stase anak. Saking ringkihnya mereka. Ya, maksudnya yang seumuran balita. Sampailah suatu hari saat jaga di PICU, aku merasa lelah, tentu saja bukan hanya karena faktor stase anak sebenarnya.
Terus tidak sengaja buka-buka buku panduan residen anak. Nemu quote yang lumayan bikin lumer hati.
seperti ini bunyinya :
''keberhasilan adl sisi lain kegagalan
Seperti tinta perak di balik awan keraguan
Dan kau tidak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu
Mungkin sudah dekat,
Ketika bagimu terasa jauh Maka tetaplah berjuang
Bahkan ketika hantaman semakin keras
Ketika segalanya tampak sangat buruk
Kau tetap tak boleh berhenti''
-clinton hawell-
Minggu ke dua aku harus pindah ke bangsal. Entah akan seperti apa nantinya.
Saat pembagian pasien kelolaan aku tak akan menyangka penyakit pasienku akan sekomplek ini. SLE dengan komplikasi di beberapa organ tubuh. Terlihat jelas di tangan dan kakinya dengan urtikari. kuku-kukunya panjang, karena jika disentuh akan sakit. Selama 3hari berjaga aku malah cuek, kadang aku berfikir 'ah kita hanya belajar ngaskep saja kan? Bukan mengaplikasikannya.' pikiran yang kurang baik, saking merasa putus asa dengan keadaan dan ketidakreatifanku selama ini.
Hari ke empat, embak perawat menyuruhku memotong kuku an.D. An.D sedang tidur, aku bilang pd ibunya '' tidak usah dibangunkan bu.'' aku duduk disamping bed, mulai meraih jari kelingking an.D. Sedikit.sedikit. Aku memotong kuku jari kelingkingnya. Saat itu an.D langsung bangun, sakit katanya. Oh baiklah, pikirku. Tapi embak perawat bilang ''coba dikompres dulu biar empuk kukunya, atau gmn terserah kamu. Itukan pasien kelolaanmu''. Mendengar kalimat seperti itu rasanya, astaga embak aku harus bagaimana. Akhirnya aku membujuk-bujuk an.D. Ini jelas bukan keahlianku. Pada nyatanya jika keponakanku mulai berulah aku akan mulai bergulat dengan mereka, saking jengkelnya. Aku imatur sekali.
Beberapa menit aku masih membujuk, dan an.D masih bilang tidak hingga nadanya meninggi dan tangannya hampir melayang ke mukaku mungkin, tapi tertahan. Oke.oke. Embak pergi.
Saat seperti itu kadang aku merasa sedih. Tidak hanya kadang, tpi pasti sedihnya. Aku jadi berfikir, berfikir dan berfikir. Aku merasa sakit mendapat penolakan dari an.D. Aku memang tidak pantas menjadi perawat anak. Padahal toh, awal menjadi mahasiswa keperawatan aku merasa cocok menjadi perawat anak. Ternyata ya, aku salah.
Aku harus bisa membujuk anak itu, setidaknya aku bisa menjadi lebih baik. Menjadi teman an.D. Bukanya musuh dan diteriaki 'tidak' lagi.
Tak disangka hobi membeli buku cerita anak-anak yang baru saja aku geluti bisa menjadi solusi dari masalah ini. Seperti Om Damar (daun yang jatuh tidak akan membenci angin-tereliye), aku ingin bisa jadi pendongeng buat anak-anak. tapi itu hanya sekilas keinginan yang tidak pernah diniati untuk diwujudkan. Katanya ingin mebuat perpustakaan untuk anak-anak. Memenuhinya dengan buku-buku cerita, buku-buku ensiklopedia dan apapun itu yang mampu membuat anak-anak mau membaca. Lagi, lagi itu hanya angan-angan saja.
Sampailah aku berfikir, apakah perlu aku membacakan buku cerita untuk an.D, buku yang kemarin baru aku beli. Buku yang lama ingin aku beli. Cerita tentang sakura. Apa aku rela membagi buku itu untuk an.D.
Keragu-raguan terkadang menyelinap begitu saja saat bahkan kita sudah merasa yakin. Tak habis memikirkan itu, aku putuskan untuk tidur saja.
Pagi. Jumat. Aku putuskan membawa buku ceritaku, entah nanti apa aku jadi atau tidak membacakan cerita untuk an.D. Keterlambatan embak perawat yang satu ini emang keterlaluan ya dek, maaf kan embak. Pagi kecil. Aku mendapat jatah pagi kecil, waktu yang terlalu singkat. Jam 10. Aku bahkan belum menghampiri an.D. Selama jaga aku masih berfikir, aku harus membacakan cerita untuk anak itu. Aku harus. Saat jadwal jagaku sudah selesai dengan perlahan aku berjalan menuju kamar an.D.
''Hallo D, liat embak bawa buku cerita. Mau dibacain enggak?''
''tuh embak bawa buku cerita'' celetuk ibu D
An.D hanya mengangguk lemah.
''biasanya di rumah D baca buku enggak?''
An.D mengangguk.
''buku apa?''
''si kancil'' an.D menjawab lirih.
''biasanya baca sendiri?''
''iya.''
''sekarang embak bacain ya, nih bisa lihat gambarnya kan?''
''bacain'' an.D meminta
''iya. Embak bacain. Mau cerita yang mana ya? Ah ini aja yach.''
Aku bahkan lupa apa judul cerita yang aku bacakan untuk an.D saat itu.
''jadi D jangan sedih terus kayak pak J ya? Harus semangat biar cepet sembuh. Ya?''
An.D mengangguk.
''udah ya embak pulangi ulu, ini bukubya embak taruh sini. Besok pagi embak bacain lagi ya?''
'ya'' an.D mengangguk
Ah, aku merasakan perasaan bahagia saat itu. Lihatlah, aku berhasil menjadi pendongeng amatir untuk pertama kalinya. Aku berhasil.
Aku melangkah dengan ringan pulang, untuk kemudia berangkat lagi jam 9 malam nanti.
Mungkin aku tidak menyukai anak-anak, karena selama ini aku selalu mendapat penolakan dari mereka. Bagaimana tidak ditolak, bukannya berperan sebagai kakak, aku malah berperan sebagai musuh, menyaingi tantrum mereka. Dan lagi imatur kronik yang aku derita. Lihatlah anakmu ini buk.
Pagi. Sabtu pagi. Aku pulang jam 7 pagi. Ah aku sudah berjanji pada an.D untuk membacakan cerita lagi. Untuk yang terakhir kalinya.
''halo D. Gimana? Masih lemes? embak mau bacain cerita lagi. Mau enggak?''
An.D mengangguk
''embak pilihin ya, emh. Yang mana ya. Ini aja ya?''
Aku mulai membacakan cerita, dengan nada sumbang seorang pendongeng amatir. Lembar demi lembar terbaca.
''tante baik'' an.D tiba-tiba memuji embak perawat ini.
''ah, apa iya?'' aku tersenyum.
Ya Allah, aku berhasil menjadi baik untuk an.D. Aku senang. Senang sekali.
Aku kembali melanjutkan cerita. Hanya beberapa lembar saja cerita sudah selesai.
''mau embak bacakan lagi?''
An.D mengangguk.
Belum selesai cerita ke dua an.D meminta untuk berhenti.
''tante udah''
''iya, D istirahat dulu lanjutin bobok ya. Ini bukunya buat D ya? Besok kalau mau dibacakan minta ibu atau ayah. Embak uda enggak jaga di sini lagi.''
''pindah ya mbak?'' ibu D bertanya
''iya buk.''
''dimana?''
''dibangsal sebelah.'' aku tersenyum sambil menunjuk arah kiri.
''udah ya D, ini embak tinggal disini ya. cepet sembuh.'' aku mengelus sebertar kepala an.D kemudian pergi.
Buk, anakmu sudah mulai akur dengan anak kecil. Hebat bukan. Ah bagi beberapa orang ini hal sepele, tapi tidak untukku. Ini hal luar biasa.
Ku kira dulu aku merasa cocok menjadi perawat anak karena aku masih seperti anak-anak. Merasa akan mudah memahami mereka. Tapi nyatanya aku bahkan tersaingi oleh mereka (imatur kronik), ah ya, aku memang tahu perasaan mereka.
An.D menyadarkan tante ini, ah embak perawat ini. Makasih, sayang.
Terakhir, an.D pindah ke PICU sudah hampir seminggu. padahal kata ibunya 2 hari sudah bisa bercanda dengan ayahnya.
Dek, kamu harus kuat.
0 komentar:
Posting Komentar