Hari ini seperti biasa. Agenda harianku, pergi bersama Aaron. Kami suka pergi ke taman kota, ke toko buku, ke perpustakaan kota, ke caffe baca pinggir stasiun atau ke kota tua. Setiap hari sama, selalu sama. Aku habiskan hari-hariku bersama Aaron. Aaron adalah lelaki yang sangat baik. Sosok sempurna, yang pasti bisa membuat orang lain iri melihatku bisa bersama Aaron. Aku sangat bersyukur bisa bertemu Aaron. Hidupku berubah menjadi amat sangat sempurna. Sekarang aku tak lagi menangis, aku tak lagi bersedih. Aaron selalu ada untukku dan selalu menghiburku.
Aku dan Aaron memutuskan pergi ke caffe baca pinggir stasiun. Disana kami bisa membaca sepuasnya sambil memakan hidangan yang caffe sediakan. Dan aku bisa melihat lalu lalang kereta api sambil tersenyum riang. Aku suka melihat ular besi itu melaju diatas rel.
Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cengeng, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cerewet, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan menghadapi wanita moody, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang paling romantis, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang bisa tahu keinginan wanita, itulah Aaron. Benar-benar sempurna.
Palang pintu perlintasan rel kereta api sore itu berbunyi. Melarang keras orang-orang untuk melintas, menahan mereka untuk bersabar berdiam. Aku duduk bersama Aaron di lantai 2 caffe baca. Melihat ke luar dinding kaca, melihat kereta api yang akan memasuki stasiun. Moment yang tak pernah bisa membuatku bosan.
“Serius amat sih liatnya.” Aaron menggodaku
“Sssstttttt.” Aku mencoba menyuruhnya diam
Aaron kemudian terdiam tak berani mengangguku lagi. Meneruskan membaca novel detectifnya yang kemarin masih membuatnya penasaran.
Jika bisa digambarkan, mungkin mataku saat ini berbinar-binar bercahaya. Merasa kagum dengan mesin ciptaan manusia yang satu itu. Setelah kereta api itu melaju meninggalkan stasiun, aku kembali mengalihkan pandanganku ke Aaron.
“Serius amat sih bacanya.” Aku balas menggoda Aaron.
Aaron menandai halaman novelnya, kemudian berhenti membaca. “lebih serius lagi kalau lagi ngobrol ama kamu.” Aaron tersenyum, tangannya mengacak rambutku.
“Ihh, jangan berantakin rambutku dong.” Aku mengambil kaca di tasku. “tuh kan jadi jelek.” Aku merapikan rambutku lagi.
“Biar aja jelek, biar enggak ada yang mau sama kamu. Biar kamu Cuma buat aku aja.” Aaron merayu lagi.
Aku tertawa terbahak, merasa lucu dengan perkataan Aaron tadi. Dia selalu bisa membuat aku merasa bahagia. Ya, Aaron memang sempurna.
****
Hari ini aku dan Aaron pergi ke taman kota. Tempat yang sejuk untuk melepas lelah setelah beraktivitas. Tidak lupa kami membawa bekal makanan yang banyak. Acara hari ini semi-piknik. Dari rumah aku sudah memasak beberapa makanan kesukaan Aaron yang juga makanan kesukaanku. Aku memang tidak pandai memasak, tapi Aaron selalu memuji masakanku. Aku menjadi lebiih bersemangat belajar memasak.
Aaron menjemputku tepat waktu. Tepat di depan rumah. Aaron memang selalu datang tepat waktu, tidak pernah lebih atau kurang. Kami melaju dengan mobilku menuju taman kota.
Taman terlihat lengang, tidak terlalu banyak orang disini. Karena hari ini bukan weekend. Kami menggelar tikar di bawah pohon menghadap ke danau buatan di tengah taman kota. Menyiapkan makanan-makanan. Kami juga membawa beberapa novel untuk dibaca. Novel Aaron adalah novel detektif, dan novelku adalah novel romantis.
Kami duduk berdua. Bercanda setiap saat.
Aaron mengambil batu disebelahnya. “Nih.” Dia mengulurkan batu itu kepadaku.
“Buat apa?” aku bertanya penasaran.
“Buat ngukur seberapa dalam danau itu.”
“Ah enggak ada gunanya. Kurang kerjaan.” Aku menolaknya.
Kemudian Aaron melemparnya ke danau itu. “Kamu lihat? Dalem kan?” dia bertanya kepadaku
“Iya.” Aku mengangguk.
“Danau ini memang dalam, tapi cintaku padamu lebih dalam lagi.” Aaron tersenyum.
Aku menahan tawaku dengan mulutku yang sudah sempurna menutupi mulutku agar tidak terbahak. “Kamu tu ya, gombal banget sih.” Aku tersenyum tersipu. “Tapi itu tadi lucu banget, sumpah.” Aku masih menahan tawaku.
Ada tangan yang menepuk punggungku.
“Hey.” Suara itu tepat dibelakangku. Aku menoleh. “Kamu sama siapa, Nan? Sendiri aja?”
Aku melihat sekar dibelakangku.
“Aku?” aku tiba-tiba tergagap.
“Sama siapa?” sekar kembali bertanya.
Aku melihat ke arah Aaron. Dia sudah tidak ada. Aaron pergi entah kemana.
“Iya, aku sendiri.” Aku tersenyum.
“Aku lihat tadi kamu ketawa-ketawa sendiri.” Sekar melirik ke arah novel yang aku pegang. “Hem, kebiasaan lama nih. Novel lagi ya?”
Aku hanya bisa mengangguk. Kalaupun menjawab aku akan bilang kalau yang membuat aku tertawa tadi adlah Aaron, tapi Aaron tiba-tiba menghilang.
“Boleh aku duduk disini?” sekar mendekatiku duduk.
“Iya, silakan.” Aku mempersilakan sekar duduk.
Kami ngobrol beberapa jam. Membicarakan masa lalu kami dulu waktu masih SMA. Hari-hari yang menyenangkan memang, tapi tak semenyenangkan saat ini bersama Aaron.
Sampai aku selesai, sampai aku bersiap pulang bersama sekar, Aaron tidka muncul juga. Aku sedikit merasa aneh. Aku merasa Aaron tidak suka jika aku dekat-dekat dengan orang lain bahkan temanku sendiri, Sekar.
***
Banyak yang bilang, aku menjauh dari orang-orang. Mereka melihatku lebih suka menyendiri. Padahal selama ini aku tidak pernah menyendiri. Aku selalu bersama Aaron. Kenapa aku tidak mau bergabung dengan teman-temanku atau orang lain, itu karena Aaron akan tiba-tiba menghilang. Aaron tidak suka aku bersama orang lain. Sedangkan aku, aku tidak bisa tanpa Aaron. Aaron yang bisa membuatku lebih nyaman dan tenang. Dia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa.
Mereka bilang aku suka tersenyum dan tertawa sendiri tanpa sebab. Padahal selama ini aku selalu tersenyum dan tertawa dihadapan Aaron. Hanya Aaron saja yang bisa membuatku bahagia. Aku tidak peduli kata orang-orang. Aku suka bersama Aaron.
>>>>>
Aku dan Aaron memutuskan pergi ke caffe baca pinggir stasiun. Disana kami bisa membaca sepuasnya sambil memakan hidangan yang caffe sediakan. Dan aku bisa melihat lalu lalang kereta api sambil tersenyum riang. Aku suka melihat ular besi itu melaju diatas rel.
Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cengeng, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan dengan wanita cerewet, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang tahan menghadapi wanita moody, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang paling romantis, itulah Aaron. Jika ada lelaki yang bisa tahu keinginan wanita, itulah Aaron. Benar-benar sempurna.
Palang pintu perlintasan rel kereta api sore itu berbunyi. Melarang keras orang-orang untuk melintas, menahan mereka untuk bersabar berdiam. Aku duduk bersama Aaron di lantai 2 caffe baca. Melihat ke luar dinding kaca, melihat kereta api yang akan memasuki stasiun. Moment yang tak pernah bisa membuatku bosan.
“Serius amat sih liatnya.” Aaron menggodaku
“Sssstttttt.” Aku mencoba menyuruhnya diam
Aaron kemudian terdiam tak berani mengangguku lagi. Meneruskan membaca novel detectifnya yang kemarin masih membuatnya penasaran.
Jika bisa digambarkan, mungkin mataku saat ini berbinar-binar bercahaya. Merasa kagum dengan mesin ciptaan manusia yang satu itu. Setelah kereta api itu melaju meninggalkan stasiun, aku kembali mengalihkan pandanganku ke Aaron.
“Serius amat sih bacanya.” Aku balas menggoda Aaron.
Aaron menandai halaman novelnya, kemudian berhenti membaca. “lebih serius lagi kalau lagi ngobrol ama kamu.” Aaron tersenyum, tangannya mengacak rambutku.
“Ihh, jangan berantakin rambutku dong.” Aku mengambil kaca di tasku. “tuh kan jadi jelek.” Aku merapikan rambutku lagi.
“Biar aja jelek, biar enggak ada yang mau sama kamu. Biar kamu Cuma buat aku aja.” Aaron merayu lagi.
Aku tertawa terbahak, merasa lucu dengan perkataan Aaron tadi. Dia selalu bisa membuat aku merasa bahagia. Ya, Aaron memang sempurna.
****
Hari ini aku dan Aaron pergi ke taman kota. Tempat yang sejuk untuk melepas lelah setelah beraktivitas. Tidak lupa kami membawa bekal makanan yang banyak. Acara hari ini semi-piknik. Dari rumah aku sudah memasak beberapa makanan kesukaan Aaron yang juga makanan kesukaanku. Aku memang tidak pandai memasak, tapi Aaron selalu memuji masakanku. Aku menjadi lebiih bersemangat belajar memasak.
Aaron menjemputku tepat waktu. Tepat di depan rumah. Aaron memang selalu datang tepat waktu, tidak pernah lebih atau kurang. Kami melaju dengan mobilku menuju taman kota.
Taman terlihat lengang, tidak terlalu banyak orang disini. Karena hari ini bukan weekend. Kami menggelar tikar di bawah pohon menghadap ke danau buatan di tengah taman kota. Menyiapkan makanan-makanan. Kami juga membawa beberapa novel untuk dibaca. Novel Aaron adalah novel detektif, dan novelku adalah novel romantis.
Kami duduk berdua. Bercanda setiap saat.
Aaron mengambil batu disebelahnya. “Nih.” Dia mengulurkan batu itu kepadaku.
“Buat apa?” aku bertanya penasaran.
“Buat ngukur seberapa dalam danau itu.”
“Ah enggak ada gunanya. Kurang kerjaan.” Aku menolaknya.
Kemudian Aaron melemparnya ke danau itu. “Kamu lihat? Dalem kan?” dia bertanya kepadaku
“Iya.” Aku mengangguk.
“Danau ini memang dalam, tapi cintaku padamu lebih dalam lagi.” Aaron tersenyum.
Aku menahan tawaku dengan mulutku yang sudah sempurna menutupi mulutku agar tidak terbahak. “Kamu tu ya, gombal banget sih.” Aku tersenyum tersipu. “Tapi itu tadi lucu banget, sumpah.” Aku masih menahan tawaku.
Ada tangan yang menepuk punggungku.
“Hey.” Suara itu tepat dibelakangku. Aku menoleh. “Kamu sama siapa, Nan? Sendiri aja?”
Aku melihat sekar dibelakangku.
“Aku?” aku tiba-tiba tergagap.
“Sama siapa?” sekar kembali bertanya.
Aku melihat ke arah Aaron. Dia sudah tidak ada. Aaron pergi entah kemana.
“Iya, aku sendiri.” Aku tersenyum.
“Aku lihat tadi kamu ketawa-ketawa sendiri.” Sekar melirik ke arah novel yang aku pegang. “Hem, kebiasaan lama nih. Novel lagi ya?”
Aku hanya bisa mengangguk. Kalaupun menjawab aku akan bilang kalau yang membuat aku tertawa tadi adlah Aaron, tapi Aaron tiba-tiba menghilang.
“Boleh aku duduk disini?” sekar mendekatiku duduk.
“Iya, silakan.” Aku mempersilakan sekar duduk.
Kami ngobrol beberapa jam. Membicarakan masa lalu kami dulu waktu masih SMA. Hari-hari yang menyenangkan memang, tapi tak semenyenangkan saat ini bersama Aaron.
Sampai aku selesai, sampai aku bersiap pulang bersama sekar, Aaron tidka muncul juga. Aku sedikit merasa aneh. Aku merasa Aaron tidak suka jika aku dekat-dekat dengan orang lain bahkan temanku sendiri, Sekar.
***
Banyak yang bilang, aku menjauh dari orang-orang. Mereka melihatku lebih suka menyendiri. Padahal selama ini aku tidak pernah menyendiri. Aku selalu bersama Aaron. Kenapa aku tidak mau bergabung dengan teman-temanku atau orang lain, itu karena Aaron akan tiba-tiba menghilang. Aaron tidak suka aku bersama orang lain. Sedangkan aku, aku tidak bisa tanpa Aaron. Aaron yang bisa membuatku lebih nyaman dan tenang. Dia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa.
Mereka bilang aku suka tersenyum dan tertawa sendiri tanpa sebab. Padahal selama ini aku selalu tersenyum dan tertawa dihadapan Aaron. Hanya Aaron saja yang bisa membuatku bahagia. Aku tidak peduli kata orang-orang. Aku suka bersama Aaron.
>>>>>
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia).
0 komentar:
Posting Komentar