September 2017
Sepertinya dulu aku pernah punya hari sedih di bulan september. Jaman alay dulu. Setiap tgl 27 September. Wkwkwk. Aku bahkan lupa pasal apa yang menjadi sebab ada hari sedih ini. Tapi aku ingat siapa yang menjadi sebab musababnya. Yang rindunya sederas hujan sore ini. Eaaaa..
Siapa yang mengaku suka hujan?
Aku?
Emh..
Aku suka.
Hujan menyambungkan doaku, membawanya kelangit melalui rintik rintik hujan.
Hujan menghapus amarah dengan dingin dan syahdunya.
Hujan menyanyikan nada nada alam rintik tak beraturannya.
Yang menyenangkan saat hujan?
Tidur..
Merenung.
Berdoa.
Aku lebih suka duduk di balik jendela. Melihat rintiknya yang perlahan menggelap dan menerang. Saat rintik mulai perlahan menjadi lebat kemudian menjadi terang. Nah, saat itu aku berdoa agar aku bisa dipertemukan denganmu segera.
Hal menyenangkan lain adalah, saat hujan lebat aku berdiam diri di Mardhiyah berdoa hingga hujan reda.
Kalau sampai rumah terus tarik selimut. Kaki dan tangan sudah kedinginan. Hahah
Saat hujan. Rumput rumput mulai hijau lagi. Pohon pohon yang gugur mulai bertunas lagi. Kali kali kering mulai memainkan gemercik air lagi. Tanah kering berdebu mulai basah dan hitam lagi.
Tapi..
Aku tidak bisa melihat langit biru dan matahari kuningnya. Aku tidak bisa melihat keindahan sunset dan sunrisenya. Aku bahkan tidak bisa mengajakmu berpetualang mendaki gunung menuruni lembah. Kita tidak mungkin menerjang hujan.
Ah.. tapi aku rindu sangat pergi jauh dan bahagia.
Hujan.
Syahdu.
Duduk di pojokan perpustakaan tidak untuk belajar atau apa, hanya untuk menikmati bersahajanya hujan dalam kesunyian yang tak sunyi.
Menunggu hujan.
Berteman butir waktu berpayung langit mendung. Akhirnya yang tiba cinta. (168-monita)
Begitu sih harapku.
0 komentar:
Posting Komentar