Welcome my weekend. The true weekend.
Yah walau sekarang cuma dapet libir hari minggu aja. Tetap bersyukur yah. Banyak lho di luar sana yang pengen sibuk, ada juga yang weekend lama tapi g ketemu keluarga, juga ada yang masih terus bekerja tanpa weekend untuk bayar hutang.
Alhamdulillah... masih bisa merasakan kenikmatan dunia.
Yihaa..
Putaran ke tiga. Kelompok delapan mendapat jaga di IRIA dan IRI LB. Ruangannya masih satu lantai dengan ICU. Masih ruangan ber-AC yang dingin banget, yang bikin pengen selimutan. Tempat kerja yang membuat pengen doublelan pake kimono terus biar g dingin.
Sama seperti di IRJAN, kami di bagi dua kelompok lagi. Tapi dengan format pembagian yang berbeda tentunya. Masih sama aku dengan Manda ditambah Leli. Kelompok satunya Isti masih dengan Mei ditambah Arif. Jaganya per tiga hari lagi. Biasanya yang jaganya bentar bentar gini malah bikin betah. Hha. Tapi.... simak saja ada apa yang terjadi pada kami. Haha.
Yapss.
Kelompokku giliran pertama jaga di IRI Luka Bakar. Suatu unit kecil dengan perawat jaga minimalis. Kalau lagi g beruntung bisa jadi dalam satu shift hanya ada satu perawat jaga. Total bed ada enam.
Kegiatan utama di pagi hari adalah merawat luka bakar. Ada banyak jenis luka bakar dari derajat rendah sampai parah. Dari balita sampai yang dewasa. Kalau kasus anak anak biasanya kena air mendidih, mainan api (sudah jelas ya) dan juga petasan. Jadi mohon orang tua lebih care dengan cara bermain anak. Kalau kasus orang dewasa biasanya kecelakaan kerja, seperti petugas PLN. Banyak kasus luka bakar pada orang dewasa karena listrik. Oiya ada juga dari kompor gas.
Disini kita belajar menjadi perawat yang benar benar telaten. Luka bakar yang ditangani biasanya luas. Merawat luka bakar menguras tenaga. Setiap kali merawat kita perlu bantuan setidaknya satu orang untuk sekedar memegangi kaki atau tangan untuk di topang. Jadi keluarga pasien berperan serta dalam perawatan.
Sebelumnya aku belum pernah sama sekali jaga di IRILB, dan harus beradaptasi dengan baik. Lain ladang lain belalang, begitu kata peribahasa. Setiap individu perawat memiliki cara masing masing dalam merawat pasien. Banyak pelajaran yang diterima apalagi wejangan dari bapak PN.
Kita belajar bahwa menjadi manusia harus open minded, karena ilmu itu terus berkembang. Belajar untuk menyenangkan apalagi saat merawat luka, do not harm. Jangan melukai luka. Ini sangat sulit dan butuh kesabaran, apalagi pasiennya anak anak. Anak kan harus diperlakukan lebih lembut dan berhati-hati. Yah.. disini kadang aku masih merasa gagal menjadi ibuable. Ya udah g papa bapakable.nya juga belum datang kog. Hha.
Berkesan sekali jaga di IRI LB. Wejangan yang diberikan itu apabila baik ambil, g baik abaikan. Pura pura tidak terjadi apa-apa.
Tiga hari berikutnya, kelompok kecilku jaga di IRIA. PICU. Ruang intensif anak-anak.
Tempat dimana anak anak, menurut teori berumur satu bulan sampai dengan 18tahun dirawat dengan intensif.
Dari bayi unyu unyu sampe adek yang hampir gedhe. Disini kasusnya bermacam macam, tapi ada sekali waktu saat musim DBD maka akan banyak anak yang dirawat karena demam berdarah dengue. Kalau lagi hari biasa, yang dirawat adalah anak postoperasi, sepsis dll.
Di PICU obat sudah ditangani dokter anak langsung. Kalau syringepump bunyi dokter anaknya langsung gesit ganti obat. Kalau obat oral injeksi biasa masih dilakukan perawat. Setiap pagi memandikan dari bayi unyu unyu sampai dedek dedek gedhe.
Seperti ruang intensif lainnya, monitor hemodinamik setiap jam. Sulit jika memandikan anak yang terpasang ventilator, karena harus diperhatikan bahwa ventilator tidak akan tercabut dari mulut.
Jadi ingat, jaman profesi ada pasien kelolaan dari bangsal yang pindah ICU, tapi akhirnya tidak terselamatkan (Ceritanya ada di balada anak profesi). Sedih. Kalau lihat anak anak gitu rasanya pengen nangis. Mereka belum tahu apa apa, mereka sudah harus berjuang keras. Semoga tumbuh kembang mereka tidak terganggu ya. Dan semoga orang tua mereka sabar dan tabah merawat. Salut sekali dengan orang tua seperti mereka. Kadang membayangkan jika kita ada di posisi mereka. Apa bisa? Bertahan dengan cobaan seperti ini?
0 komentar:
Posting Komentar