panas terik membasuh kota. Lalu
lalang kendaraan tak pernah sepi, malah semakin padat merayap di hari yg terik
ini.
Disini tampak lengang. hanya beberaap
orang terlihat lalu lalang, ada yang duduk santai di bawah pohon berteduh.
Matahari bersinar begitu terik, awan pun menjauh, membuat keteduhan barada di bawah
pohon atau ruangan ber-AC.
Aku kembali lagi keruangan ini. Duduk
disinggasanaku, bangku favoritku. Baru aku putuskan kemarin lusa ini menjadi
singgasanaku. Ya disini aku bersebrangan dengan dokter muda itu. Kemarin lusa.
Tapi sekarang tidak terlihat sosok dokter muda itu. Aku letakkan barang-barangku
di atas meja, lalu aku pergi menghampiri rak besi disamping singgasanaku.
Mengambil buku, beberapa buku yang tebal dan tidak pernah ku mengerti dengan
baik tulisan dibalik sampulnya. Duduk tepekur menghadap buku raksasa. Hanya membolak-balik
halamannya saja, setelah itu tutup sampul. Hingga bel peringatan terdengar.
Tempat ini akan ditutup. Aku bergegas membereskan barangku dan keluar.
Ah ya, hari ini begitu terik, tak
apa kan 'ngadem' dulu. Aku melaju ke salah satu ATM, masuk dan merasakan
hembusan AC. Segar. Hingga tak sadar sudah ada beberapa oanrg mengantri untuk
'ngadem' juga. Bukan. Bukan 'ngadem' tpi mengambil uang karena dompet makin
menipis. Aku keluar. Astaga panasnya hari ini. Fyuh. Berjalan di bawah pohon
sedikit meredamnya.
Di taman terlihat beberapa anak sedang 'ngadem' juga dibawah pohon. Aku menghampiri mereka. Kmudian ikut duduk dan mendengarkan dengam seksama pembicaraan mereka, kadang-kadang ikut senyum atau tertawa jika lucu, atau menanggapinya. sekedar untuk mengakrabkan diri dengan teman kuliah.
Di taman terlihat beberapa anak sedang 'ngadem' juga dibawah pohon. Aku menghampiri mereka. Kmudian ikut duduk dan mendengarkan dengam seksama pembicaraan mereka, kadang-kadang ikut senyum atau tertawa jika lucu, atau menanggapinya. sekedar untuk mengakrabkan diri dengan teman kuliah.
Sebentar lagi matahari akan
benar-benar tepat bertengger diatas kepala. Akhirnya aku putuskan untuk pulang.
Ah ya, ini musim hujan tapi seperti kemarau. Dan sudah biasa hujan akan turun
menurut jadwalnya tepat waktu dhuhur tiba. Aku bergegas menuju parkiran.
Langsung melaju kejalanan berbaur dengan yang lainnya merasakan panas dan
polusi.
Aku melihat ke arah salah satu pengendara motor. Yofi. Itu Yofi, tepat sudah dugaanku, aku terlalu hafal mati ciri-ciri orang itu. Seperti dia juga hafal mati ciri-ciriku. Sudah beberapa kali kami selalu berpapasan dijalanan. Sekedar bilang ''hai'' kemudian tancap gas masing-masing. Atau ngobrol sebentar di jalanan yang kadang mbuat sewot pengendara yang lain ''loe pikir ini jalan nenek loe!''. Ah, aku tidak peduli.
Aku melihat ke arah salah satu pengendara motor. Yofi. Itu Yofi, tepat sudah dugaanku, aku terlalu hafal mati ciri-ciri orang itu. Seperti dia juga hafal mati ciri-ciriku. Sudah beberapa kali kami selalu berpapasan dijalanan. Sekedar bilang ''hai'' kemudian tancap gas masing-masing. Atau ngobrol sebentar di jalanan yang kadang mbuat sewot pengendara yang lain ''loe pikir ini jalan nenek loe!''. Ah, aku tidak peduli.
''Yofi. Hahahaha. Anak itu. Aku
selalu hafal kalau itu dia.'' Aku bergumam dalam masker penutup hidung dan
mulutku, masih melihat Yofi di antara kendaraan lain. ''kenapa kesempatan
berpapasan dengan badai tidak seperti melempar bola kedinding juga sih, kayak
kesempatan ketemu Yofi.'' aku mengkal dengan semua kebetulan ini. Kebetulan
berpapasan dengan Yofi, kenapa bukan dengan badai. Astaga, aku merindukan
sesosok Badai. Badai. Yang bahkan tidak bisa kuhafal dengan baik ciri-cirinyanya
sekarang. Yang bahkan aku hampir lupa wajahnya seperti apa.
''Bukankah perasaan yg terpendam
itu doa? Aku berharap bisa bertemu Badai'' gumamku lagi dibalik masker penutup
mulut dan hidungku. Kemudian dibalik masker itu ada sebuah senyum lebar, yakin
pasti harapanku akan terwujud.
*Mencuplik beberapa kata Karang- moga bunda disayang Allah.tere liye.
0 komentar:
Posting Komentar