RSS

Sabtu, 30 Januari 2016

DIARY Ku



Menulis diary adalah sesuatu yang sudah lazim dilakukan di keluargaku. Bakat mencoret-coret kami dapatkan dari bapak. Kami  memang lebih suka menyalurkan perasaan melalui tulisan. Kemudian membacanya kembali sambil bernostalgia dengan perasaan malu, aneh, bahagia, sedih.
Bapak, adalah penulis paling handal. Karena semua kertas bisa menjadi tempat beliau menulis. Kertas baru hingga kertas bekas bungkus apapun akan penuh dengan deretan huruf. Sudah berapa banyak kertas beliau habiskan untuk menuliskan pemikirannya. Yang kebanyakan tulisan itu berakhir di tempat sampah saking banyaknya. Lemari kami juga penuh dengan buku dan kertas juga diary.
Jelasnya, diary bapakku isinya bukan kegalauan macam diary anak-anaknya yang suka galau ngomongin cowok. Diary bapakku tentang kegalauan beliau terhadap negara dan masyarakat sekitar. Ah berbobot sekali.
Kita tengok diary alay punya kakak-kakakku dan punyaku sendiri.
Diary kami sama. Isinya kegalauan-kegalauan tentang apalagi kalau bukan cowok trus temen trus orang-orang disekitar kami. Jauh-jauhlah diary kami dari bahasan negara dan hal-hal berbobot lainnya. Tentu saja karena kami adalah gadis-gadis normal di usianya.
Aku baca diary kakakku. Isinya tentang lelaki-lelaki entah siapa mereka. Tapi lihatlah sekarang. Taka da satupun nama lelaki dalam diary kakaku yang sekarang menjadi kaka iparku. Tidak ada. Kemudian disitulah aku mulai berfikir. Hey kamu, yang namamu hampir selalu tersebut dalam diaryku. Kau tahu apa kesimpulan yang aku dapatkan dari diary kakakku itu?
Iya, kemungkinan memang benar. Siapa kelak yang akan menjadi pendampingku bukanlah kau yang namanya hampir selalu tersebut dalam diaryku. Mungkin saat aku kelak membuka diaryku lagi aku hampir tak ada niatan untuk membacanya lagi, apalagi di bagian namamu yang hampir selalu tersebut dalam diaryku.
Kelak aku memang tidak akan membacanya lagi, membukanya saja enggan, menyimpannya saja mungkin malas. Namun, hari ini, diaryku adalah obat paling ampuh mengobati perasaanku.