RSS

Kamis, 12 Maret 2015

curhatan acak anak profesi



Hari ini aku akan bercerita secara acak sesuka hati. dari peristiwa satu minggu yang lalu hingga seminggu ini yang sudah berhasil aku lalui dengan cukup apik. Aku sekarang ada di Banyumas. Jauh dari rumah, jauh dari suasana dingin rumah yang aku rindukan, disini panas sih. Berkeringat dimana-mana, tidur  aja sampe basah.
Seminggu sebelum aku melangkah ke Banyumas, harusnya aku bias mengikuti acara tahlilan setahun kepergian bapakku. Seperti biasa ibuk selalu tidak bisa tenang sebelum acara selesai. Tapi sepertinya hari sabtu seminggu yang lalu, ketenangan ibuk terganggu oleh hal lain. Kita sedang duduk bersama, ada aku, ibu, dan mbakku. Sibuk di dapur. Ibuk sih Cuma duduk dan terlihat gusar.
“ibu kenapa?” tanyaku
“kamu itu lho.”
“aku kenapa, bu?”
“kapan nikahnya?”
Sesaat mendengar perkataan itu aku Cuma bisa tersenyum terus bingung harus jawab apa. Mbakku cuma diam tak membelaku. Astaga. Ibuk, aku masih anak bungsumu yang cengeng kan? Aku masih bisa bermanja kan?
“aku masih sekolah buk.” Pembelaanku.
“oh ya sudah kalau kamu masih sekolah.”
Ya, aku memang beberapa bulan yang lalu sudah wisuda, tapi ya beginilah masih meneruskan profesi hingga sekarang  aku terdampar di Banyumas. Kenapa ibuku tidak begitu paham? Aku hanya bisa bilang, ya karena wanita super itu kini sudah mulai menua, mungkin Cuma itu yang bisa jadi alasanku.
Berangkat ke Banyumas aku masih merasa kepikiran dengan pertanyaan ibuk. Aku tidak menyangka ibuk akan mengkhawatirkan aku. Aku kira aku akan selalu jadi anak bungsu kecilnya. Tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa putri kecilnya sedikit sedikit mulai beranjak menjadi dewasa. Dengan sedikit penolakan. Sudah tidak kecil lagi, gegara weight gain. Sedih.
Ah sudahlah, aku masih harus menyelesaikan hal yang satu ini, kuliah. Sambil menunggu maybe my future husband melamar. Setidaknya kalau ada yang melamar pertama kali diantara A, B, C, dan D aku pasti terima tanpa syarat. Hahaha, banyak sekali ya ternyata. Tapi dalam doaku tetep kog Cuma A aja, dengan kemungkinan Si B, C, D, E dan seterusnya. Ah sudahlah. Aku masih harus menyelesaikan seminggu di Banyumas.
Seminggu di Banyumas, shock culture tentunya, dengan bahasa ngapak yang asing ditelinga walaupun biasanya dengerin di radio. Aslinya lebih parah ya, hahaha. Lumayan berhasil membuat aku berpikir keras untuk memahami sambil menahan tawa. Bermacam-macam tipe orang disini, yang bikin sakit hati sampai bikin happy. Kesan pertama memang beranekaragam.
Dengan keadaan rumah sakit yang jauh berbeda dengan RS, hal pertama yang terpikirkan adalah “aku amat sangat kangen RSS.”  Banyak hal berbeda, dan banyak hal yang tidak sesuai kenyataan.
Sebagai mahasiswa, kami diberi beban sebagai agent of change, dengan kenyataan yang amat sangat sulit untuk mengubah segala kebiasaan yang tidak sesuai trap di kehidupan nyata. Banyak factor yang mempengaruhinya. Dari fasilitas, pendanaan hingga SDM yang lebih suka di zona nyaman mereka. Semua itu berkaitan satu sama lain dan saling memberi alasan kenapa perubahan itu lambat sekali dilakukan.
Maka perubahan kecil yang lama-lama jadi bukit itu harus dimulai dari diri para agen terlebih dahulu. Tapi ternyata para agen ini terkendala lingkungan yang lama-lama menggerus idealisme mereka. Tergerus oleh cara salah, dan alasan-alasan yang membuat mereka pasrah akan keadaan.
Eh, tiba-tiba aku teringat oleh Pak W yang bekerja di kementrian kesehatan yang beberapa minggu lalu bertemu di RS dalam rangka penilaian tindakan keperawatan. Rasanya ingin bercerita tentang apa yang aku rasakan saat ini. Bagaimana yang harus aku lakukan. Tapi aku bingung harus mulai dari mana? Menyuarakan isi hati yang mungkin pejabat di atas bisa memiliki solusi walau sepertinya memang harus pelan-pelan.
Semoga saja kami bisa menjadi agen perubahan bagi negri ini. Dari hal-hal kecil kami.
Pada hari terakhir minggu pertama, kesan pertama yang tidak menyenangkan mulai meleleh. Rasa toleran mulai bisa dirasakan. Bisa mengerti, ya memang untuk saling akrab butuh proses, sama halnya dengan perubahan.
Duh, tiba-tiba aku ingin bekerja di tempat para petinggi pembuat kebijakan, atau peraturan atau manajemen. Padahal selama ini aku bukanlah orang yang bisa memimpin dengan baik. Sapa tau kan ya, maybe my future husband besok itu pejabat. Eh. Orang yang semangat melakukan perubahan seperti aku. Harusnya sih tidak harus menunggu suami untuk bias berubah dan melalukan perubahan. Mulai dari sekarang kita harus berubah. Yuks!
Yo…… cerita acak ini berlanjut. Hari ini tadi, aku anak gahul Banyumas menjadi anak gahul Purwokerto. Menikmati naik angkot yang sudah lama tidak aku rasakan. Kangen juga rasanya. Hha. 
Terakhir, dear ibuk.
Ibuk. Jangan khawatir. Tenang saja. Anakmu ini akan jadi agent of change. Ibuk, jangan khawatir. Anak bungsumu ini kuat kog buk. Ibuk jangan khawatir, masih setahun lagi anak bungsumu ini sekolahnya. Buk. I love you. Ibuk menantumu akan segera datang. <3

0 komentar:

Posting Komentar