Hari ini aku akan bercerita secara acak sesuka hati.
dari peristiwa satu minggu yang lalu hingga seminggu ini yang sudah berhasil
aku lalui dengan cukup apik. Aku sekarang ada di Banyumas. Jauh dari rumah,
jauh dari suasana dingin rumah yang aku rindukan, disini panas sih. Berkeringat
dimana-mana, tidur aja sampe basah.
Seminggu sebelum aku melangkah ke Banyumas, harusnya
aku bias mengikuti acara tahlilan setahun kepergian bapakku. Seperti biasa ibuk
selalu tidak bisa tenang sebelum acara selesai. Tapi sepertinya hari sabtu
seminggu yang lalu, ketenangan ibuk terganggu oleh hal lain. Kita sedang duduk
bersama, ada aku, ibu, dan mbakku. Sibuk di dapur. Ibuk sih Cuma duduk dan
terlihat gusar.
“ibu kenapa?” tanyaku
“kamu itu lho.”
“aku kenapa, bu?”
“kapan nikahnya?”
Sesaat mendengar perkataan itu aku Cuma bisa
tersenyum terus bingung harus jawab apa. Mbakku cuma diam tak membelaku.
Astaga. Ibuk, aku masih anak bungsumu yang cengeng kan? Aku masih bisa bermanja
kan?
“aku masih sekolah buk.” Pembelaanku.
“oh ya sudah kalau kamu masih sekolah.”
Ya, aku memang beberapa bulan yang lalu sudah
wisuda, tapi ya beginilah masih meneruskan profesi hingga sekarang aku terdampar di Banyumas. Kenapa ibuku tidak
begitu paham? Aku hanya bisa bilang, ya karena wanita super itu kini sudah
mulai menua, mungkin Cuma itu yang bisa jadi alasanku.
Berangkat ke Banyumas aku masih merasa kepikiran
dengan pertanyaan ibuk. Aku tidak menyangka ibuk akan mengkhawatirkan aku. Aku
kira aku akan selalu jadi anak bungsu kecilnya. Tapi memang tidak bisa
dipungkiri bahwa putri kecilnya sedikit sedikit mulai beranjak menjadi dewasa.
Dengan sedikit penolakan. Sudah tidak kecil lagi, gegara weight gain. Sedih.
Ah sudahlah, aku masih harus menyelesaikan hal yang
satu ini, kuliah. Sambil menunggu maybe my future husband melamar. Setidaknya
kalau ada yang melamar pertama kali diantara A, B, C, dan D aku pasti terima
tanpa syarat. Hahaha, banyak sekali ya ternyata. Tapi dalam doaku tetep kog
Cuma A aja, dengan kemungkinan Si B, C, D, E dan seterusnya. Ah sudahlah. Aku
masih harus menyelesaikan seminggu di Banyumas.
Seminggu di Banyumas, shock culture tentunya, dengan
bahasa ngapak yang asing ditelinga walaupun biasanya dengerin di radio. Aslinya
lebih parah ya, hahaha. Lumayan berhasil membuat aku berpikir keras untuk
memahami sambil menahan tawa. Bermacam-macam tipe orang disini, yang bikin
sakit hati sampai bikin happy. Kesan pertama memang beranekaragam.
Dengan keadaan rumah sakit yang jauh berbeda dengan
RS, hal pertama yang terpikirkan adalah “aku amat sangat kangen RSS.” Banyak hal berbeda, dan
banyak hal yang tidak sesuai kenyataan.
Sebagai mahasiswa, kami diberi beban sebagai agent
of change, dengan kenyataan yang amat sangat sulit untuk mengubah segala kebiasaan
yang tidak sesuai trap di kehidupan nyata. Banyak factor yang mempengaruhinya.
Dari fasilitas, pendanaan hingga SDM yang lebih suka di zona nyaman mereka.
Semua itu berkaitan satu sama lain dan saling memberi alasan kenapa perubahan
itu lambat sekali dilakukan.
Maka perubahan kecil yang lama-lama jadi bukit itu
harus dimulai dari diri para agen terlebih dahulu. Tapi ternyata para agen ini
terkendala lingkungan yang lama-lama menggerus idealisme mereka. Tergerus oleh
cara salah, dan alasan-alasan yang membuat mereka pasrah akan keadaan.
Eh, tiba-tiba aku teringat oleh Pak W yang bekerja
di kementrian kesehatan yang beberapa minggu lalu bertemu di RS dalam
rangka penilaian tindakan keperawatan. Rasanya ingin bercerita tentang apa yang
aku rasakan saat ini. Bagaimana yang harus aku lakukan. Tapi aku bingung harus
mulai dari mana? Menyuarakan isi hati yang mungkin pejabat di atas bisa
memiliki solusi walau sepertinya memang harus pelan-pelan.
Semoga saja kami bisa menjadi agen perubahan bagi
negri ini. Dari hal-hal kecil kami.
Pada hari terakhir minggu pertama, kesan pertama
yang tidak menyenangkan mulai meleleh. Rasa toleran mulai bisa dirasakan. Bisa
mengerti, ya memang untuk saling akrab butuh proses, sama halnya dengan
perubahan.
Duh, tiba-tiba aku ingin bekerja di tempat para
petinggi pembuat kebijakan, atau peraturan atau manajemen. Padahal selama ini
aku bukanlah orang yang bisa memimpin dengan baik. Sapa tau kan ya, maybe my
future husband besok itu pejabat. Eh. Orang yang semangat melakukan perubahan
seperti aku. Harusnya sih tidak harus menunggu suami untuk bias berubah dan
melalukan perubahan. Mulai dari sekarang kita harus berubah. Yuks!
Yo…… cerita acak ini berlanjut. Hari ini tadi, aku
anak gahul Banyumas menjadi anak gahul Purwokerto. Menikmati naik angkot yang
sudah lama tidak aku rasakan. Kangen juga rasanya. Hha.
Terakhir, dear ibuk.
Ibuk. Jangan khawatir. Tenang saja. Anakmu ini akan
jadi agent of change. Ibuk, jangan khawatir. Anak bungsumu ini kuat kog buk.
Ibuk jangan khawatir, masih setahun lagi anak bungsumu ini sekolahnya. Buk. I
love you. Ibuk menantumu akan segera datang. <3