RSS

Rabu, 18 Juni 2014

JOKO CINTA KIMI



Gelombang k-pop sudah mulai surut perlahan, namun masih ada disana-sini yang bergaya k-pop. Aku sih biasa saja. Aku bukan orang yang ikut arus k-pop (sedikit bohong), ya ya, sedikit sih. Malah lebih suka pas belum booming ini. Masih bisa menikmati lagu shine, suju, snsd, tohoshinki, dll dengan antusias. Sudah-sudah, aku harus sedikit berhati-hati bercerita disini. Pada akhirnya aku lebih menikmati lagu monkey majik, arashi, laruku dll.
Korea dimana-mana, entah sejak kapan tiba-tiba Joko juga suka korea-korea. Aku cukup shock  dan mendadak sedih berkepanjangan. Merasa denial, penolakan yang tak sampai pada fase penerimaan. Ah peduli apa sih aku dengan Joko. Dia kan sama saja dengan yang lainnya, sedang asik menikmati segala hal berbau korea. Tapi itu membuat aku merasa berseberangan dengan si Joko. What happen?
Joko. Siapa sih Joko itu? Bukan siapa-siapa (bohong lagi). Oke fine, dia orang yang berhasil mengalihkan perhatianku beberapa tahun terakhir. Berhasil membuat aku sedikit gila disana-sini. Ini hanyalah rahasia kecil yang selama ini berhasil aku simpan rapat-rapat (ah, ya ada yang sudah tahu tentang ini).
***
Semester awal dulu, tiba-tiba Joko memperlihatkan gelagatnya yang suka nanya-nanya soal korea. Kemudian aku cuma bisa bilang “kenapa harus Korea sih?”. Ditambah lagi, temannya yang menggodanya dengan pertanyaan tentang cewek korea KW.
Aku sudah hancur melihat semua itu, lenyap seketika harapan yang aku bangun dengan perjuangan panjang. Roboh seketika. Joko, jalan kita berbeda. Ya rutenya hampir sama tapi tujuan kita berbeda, Jok. Korea selatan dan Jepang itu berbeda, walau artis Korea sering ke Jepang promo album, walau artis Korea mengalihbahasakan lagu mereka ke bahasa Jepang. Aku merasa kalah.
“Nonton apa sih?” Aku menghampiri Mei.
“Suju.”
“Kalau kamu apa, Ta?” Aku bertanya pada Tata.
“C.N Blue dong.”
Aku duduk diantara mereka berdua yang asyik dengan tontonan baru mereka. Aku suka sih, suka nonton juga. Tapi semenjak Joko lebih memilih Kimi, itu membuat aku malas, bahkan menonton C.N blue.
“Kamu sehat kan, Ki?” Mei bertanya heran.
“Iya nih anak, ga biasanya.” Tata menatapku, menggoyang-goyangkan telapak tangannya di depan mataku. “Ruki? Kamu baik-baik saja kan?”
“Teman-teman, aku lagi patah hati gara-gara Joko.” Aku masih memasang tampang kusutku.
“JOKO???” Mei dan Tata serempak berteriak.
“Siapa Joko?” Mei bertanya.
“Ga ada yang lebih keren ya, Ki?” Tata heran
“Joko udah cukup keren buat aku. Dan dia lebih memilih Kimi, guys. Kimi..... cewek produk Korea. Kalau dia tertarik belajar bahasa asing, kenapa sih bukan Mandarin aja, kenapa Korea, dan kenapa ga bahasa Jepang aja juga?”
“Itu artinya Joko update.” Tata kembali menonton videonya.
“Selera Joko bagus juga.” Mei ikut-ikutan balik badan asyik dengan tontonannya lagi.
Suasana kembali normal, seperti aku tidak pernah ada diantara Mei dan Tata. Joko bahkan berhasil mendapat dukungan dari teman-temanku. Aku sebatang kara sekarang.
“Aaaaaarrrrrgggghhhhhhhhhhhhh.” Aku berteriak didalam hati. “Joko...........terlalu!”

Aku kira Joko hanya sedikit kecipratan bau-bau Korea. Aku kira Joko bakalan kembali seperti Joko yang dulu. Aku kira Joko akan berhenti mengharapkan Kimi. Aku kira itu hanya cinta sesaat Joko sama Kimi. Tapi ternyata aku salah. Joko tetap cinta Kimi.
Kemarin aku melihat Joko di sebuah restoran bersama seorang gadis. Terlihat putih, cantik, unyu-unyu. Itu pasti Kimi. Dan kenapa sih Kimi mau sama Joko. Item, iya sih rapi. Dan kenapa aku masih suka Joko juga. Ah, tiba-tiba orang satu restoran pengen aku salahin semuanya. Semua terlihat salah.
Sempat terfikir untuk menghampiri Joko dan Kimi, tapi aku harus menjaga image, aku harus pura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku harus bersikap biasa.
“Hey. Lihat apaan sih?” Tata disampingku menepuk bahuku.
“Ssst, lagi lihat Joko.”
“Eh, mana-mana?” Tata penasaran.
“Itu, cowok item yang lagi duduk ama cewek yang putih banget itu.” Aku menunjuk meja Joko.
“Itu Joko?” Tata memastikan sambil ikut menunjuk kearah Joko.
“Iya.”
“Udah deh lupain aja.”
“Ih, apaan sih, Ta. Aku kan suka sama Joko. Kok kamu malah gitu.”
“Banyak yang lebih ganteng dari dia, kamu juga bisa dapat mas Ichi, mas Hito, mas Taro dan lain-lain.” Tata masih melihat ke arah Joko. Joko menengok kearah kami, “Manis banget.” Tata menatap kearahku. “Joko manis juga ya ternyata. Bikin melting.”
“Tata!” Aku pasang tampang serem. “Ih, apaan sih, Ta. Kamu aja bilang gitu. Nambah pesaing aja, walau ga seberat saingan sama Kimi.”
“Kalau gini caranya kamu harus mempercantik diri, Ki.”
Melihat Joko di restoran bersama Kimi adalah suatu ketidaksengajaan yang menyakitkan. Apa yang harus aku lakukan. Mempercantik diri, bukan solusi yang tepat. Memperjelek diri apalagi. Setidaknya aku hanya pengen Joko melihat aku apa adanya. Bukan karena masalah fisik saja.
“Mempercantik diri?” Aku merasa agak aneh.
“Lihat fashion kamu, kuno banget, Ki.” Tata melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Untuk cewek blasteran Jepang kamu dapet, tapi buat style-nya ga banget. Kamu harus belajar dari aku.” Tata menunjuk dirinya sendiri.
Aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Bukan hal baik.
***
Hari ini jadwalnya adalah ke salon langganan Tata dan Mei. Jadi kita nyalon bertiga. Ini pertama kalinya untukku. Bahkan Tata dan Mei merasa heran, katanya aku sudah berapa tahun kuliah sudah berapa tahun umurku, tidak pernah perawatan di salon adalah hal aneh. Aku malah merasa mereka yang terlalu aneh menganngap tidak pernah ke salon adalah hal aneh (membingungkan memang).
Kami berhenti di klinik kecantikan ternama di kota kami. Selalu ramai setiap hari dan tambah ramai sampai antri diluar-luar kalau menjelang lebaran. Aku bukanlah orang yang terlalu peduli dengan penampilan fisik.
“Makanya Joko lebih milih Kimi.” Tata dan Mei berkata serempak.
“Menurutku cinta itu kan tidak sebatas fisik saja.”
“Makanya Joko ga milih kamu.” Mereka kompak lagi. Dan membuatku tambah merasa jengkel dengan pernyataan mereka.
Kami masuk kedalam gedung yang lumayan mewah. Strategi pemasaran yang begitu bagus. Fasilitas salon yang begitu nyaman. Aku lebih betah di sini dari pada di rumah. Tata dan Mei langsung mengarahkanku ke perawatan yang pertama sampai  terakhir. Seharian kami di salon kecantikan. Melelahkan sekali. Mereka berhasil me-make-over cewek blasteran Jepang gagal dengan baik sekali. Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri yang terpantul dari kaca. Masalah fisik aku tidak kalah saing dengan Kimi, pasti Joko bisa pindah hati. Aku merasa senang.
“Perjuangan kita akhirnya berhasil. Aaaa seneng banget.” Mei memegang tanganku dan tangan Tata sambil berjingkrak-jingkrak.
“Mei, yang punya ide ini aku.” Tata tidak terima. “Tapi, aku juga seneng. Akhirnya Ruki bisa cantik.”
“Apaan sih kalian, biasanya aku juga udah cantik.” Aku tersenyum, kami berjingkrak bersama, tertawa bahagia dan berbelukan.
“Eits, udah-udah. Malam ini kita bakal makan malam spesial. Di restoran Korea.” Tata mengajak.
“Kenapa Korea sih, Ta.” Aku protes.
“Sssttt, udah Ki ga apa-apa, kan ini gratis. Tata yang bayar. Iya kan, Ta?” Mei mengedipkan matanya genit.
“Iya, iya. Aku yang bayar.”
Kami melaju ke restoran Korea yang berada tidak jauh dari kampus. Restoran Korea baru. Banyak restoran Korea baru di kota kami. Mungkin itu juga efek update Korea.
Masuk restoran langsung disuguhi lagu-lagu Korea. Membuat pengunjung betah berlama-lama. Kami duduk di dekat jendela, biar bisa sekalian melihat lalu lalang kendaraan dan kerlap-kerlip lampu kota. Ini adalah pertama kalinya aku datang ke restoran masakan Korea. Aku cukup kebingungan memilih menu, akhirnya aku hanya meniru saja apa yang dipesan Tata dan Mei.
“Kenapa kursinya lima sih. Kenapa ga yang tiga aja?” Aku bertanya heran.
“Ntar ada yang duduk di situ.” Tata menjelaskan.
“Siapa?” Aku penasaran.
“Liat aja ntar.”
“Siapa?” aku bertanya ke arah Mei. Mei hanya menggelang tidak tahu.
Beberapa saat kemudian hidangan yang kami pesan sudah datang. Pas juga dengan kedatangan dua orang yang akan duduk di bangku kosong tadi. Joko dan Kimi. Kenapa bisa mereka berdua. Astaga. Apa sih rencana Tata sebenarnya.
“Hai, Kim. Duduk aja.” Tata menyapa Kimi.
Aku menyikut tangan Tata. “Kamu kenal Kimi?” aku bertanya pelan. Tata hanya mengangguk.
Canggung. Suasananya tiba-tiba kaku begitu saja. Setelah saling berkenalan satu sama lain kami makan bersama. Joko, dia bersikap biasa saja. Bisakah kau melihat perubahan dalam diriku, Joko? Ruki yang dulu kumal dengan Ruki yang kini cantik menawan. Joko tetap lebih asyik mengobrol dengan Kimi. Makan malam ini lebih menyakitkan dari pada kejadian di restoran kemarin. Ibarat film, adegannya live, live satu meter didepanku. Parahnya lagi ini adalah film action, yang pisaunya itu transparan. Dan pas banget menususk-nusuk hatiku (mendramatisir).
***
“Ta, apaan sih kamu kemarin. Masak ngundang Joko sama Kimi. Kamu tahu kan Ruki tu suka sama Joko. Ih, ga habis pikir deh aku, Ta.” Mei protes.
“Niatku sih biar Joko bisa bandingin Ruki sama Kimi. Dan sudah jelas cantikan Ruki kan?”
“Tapi bukan dengan cara itu juga kali, Ta. Kasihan Ruki.” Mei menetap kearahku.
“Sudahlah, aku baik-baik saja kok.” Aku tersenyum memaksa.
“Maafin kita ya, Ki.” Mei menghampiriku dan memelukku. “Joko pasti suka kamu.”
“Iya.” Aku mengangguk.
Aku mulai berpikir, memang sepertinya Joko mencintai Kimi amat sangat. Sepertinya tidak ada kesempatan lagi untukku. Aku harus nglupain Joko. Oh Ruki, itu kalimat yang selama bertahun-tahun kamu ucapkan pada dirimu sendiri. Tapi selalu gagal. Aku sudah terlanjur suka Jokonya kelamaan sih. Kerak cintanya sudah sulit dihilangkan.

Sehabis pulang kuliah aku, Tata dan Mei duduk di taman kampus. Bercerita. Tepatnya menonton video Korea. Aku hanya bisa melihat Tata dan Mei tersenyum tertawa menghadap ke laptop. Reality show Korea memang lagi digandrungi remaja-remaja, apalagi kalau yang main bintang idola kesukaan mereka. Aku asyik dengan komikku. Bukan komik Korea. Ini komik Naruto, yang sedikit membahas tentang romantisme. Aku jadi ingin ber-kage bunshin no jutsu (tanpa alasan yang jelas, pengen aja).
Ada yang menghampiri kami dari kejauhan terdengar langkah kakinya semakin keras. Tapi kami masih tidak terlalu perduli. Langkahnya terhenti, dan berdiri di hadapanku. Aku mendongak keatas. Tata dan Mei ikut mengalihkan pandangan mereka ke orang itu. Mereka terlihat kaget. Apalagi aku. Bahkan aku tidak kenal siapa orang ini.
“Ruki-san desuka?” Orang itu bertanya.
“Hai, so desu.” Aku menjawab sekenanya, bahasa Jepangku tidak terlalu bagus.
Dari arah belakang orang itu muncul seorang gadis. Dia melambaikan tangannya ke arahku.
“Ruki-chan, O genki desuka?” Gadis itu menyapaku.
“Hime?” Aku seperti melihat teman lama. “Genki desu. Hisashiburi.”
“Hai. Kenalin nih teman aku.” Hime mengganti logat bicaranya ke bahasa Indonesia. “Ichiro-san.”
“Saya bisa berbahasa Indonesia kok.” Ichiro tersenyum, tahu kalau bahasa Jepangku jelek.
“Ruki.” Aku menjulurkan tanganku. “Ini teman-temanku, Tata dan Mei.”
Kami berlima duduk di taman. Tata dan Mei terpaksa mematikan Video yang sedaritadi mereka tonton.
“Lupain Joko, ada gantinya nih, Ichiro.” Tata berbisik padaku.
“Iya, lebih ganteng.” Mei menambahi.
“Ssssttt. Kita lihat saja nanti. Tapi aku masih suka Joko sih.”
“Ruki!” Tata dan Mei kompak berbisik jengkel. Aku hanya tersenyum.
***
            “Kimi, Joko suka Kimi.” Joko menyatakan cintanya pada Kimi.
            “Joko jangan bercanda seperti itu, lumayan lucu sih.”
            “Aku ga nglucu lho ini. Seriusan, Kimi. Mau ya jadi pacarnya Joko?” Joko mengeluarkan bunga mawar dari balik punggungnya.


Jumat, 14 Maret 2014

Setiap Tahun (aku dan kamu)

setiap tahun bahkan setiap hari kita bisa bertemu. enam tahun aku bisa bertemu denganmu seminggu 6 kali. kita habiskan pagi hingga siang kita di tempat yang sama. tak perduli satu sama lain. tak tahu satu sama lain. bukankah dulu kita pernah satu klub jurnalistik. iya kan? atau aku yang salah. dulu aku masuk klub jurnalistik tapi keluar karena merasa tidak berbakat menulis. tapi sekarang aku bahkan suka mencoret-coret buku seperti bapak. tapi tulisan ini tidak ada nilai jurnalistiknya.
tapi dulu aku memang tidak ada alasan untuk tetap di klub jurnalistik. bahkan kamu juga tidak bisa dijadikan alasan. karena saat itu, siapa kamu? aku bahkan tidak mengenal dengan baik. siapa?? aku tidak pernah perduli.
dan enam tahun berlalu. aku dan kamu sudah tidak bisa bertemu enam kali seminggu. aku dan kamu sudah tidak bisa bersapa lagi. jika ada dua ujung yang berlawanan maka kita berada di masing-masing ujungnya. dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh. 
siapa? ya kamu. siapa? entah, tapi aku mulai perduli. 
sekarang bertemu sedetikpun aku ingin sekali. tapi sesuatu itu tidak mudah untuk diakukan. diawal perpisahan mungkin aku masih bisa bertemu, masih bisa menyapa. tapi waktu terus berjalan menggerus jarak yang semakin tak terhubung lagi. satu dua tahun, aku bisa bertemu denganmu. tiga empat tahun, entah bagaimana aku bisa melihatmu. saat aku menuju ke titik tengah jarak itu, kamu tidak pernah muncul. 
harapan itu perlahan akan ikut tergerus waktu. ingatan ini juga perlahan tergerus peristiwa baru. sampai disaat, aku sudah tak lagi melihat jarak yang semakin jauh itu. terlalu jauh untukku bisa melihatnya. seperti ujung galaksi yang tak tahu dimana.
januari tahun lalu, di gedung pusat. mungkin itu adalah titik tengah jarak di antara kita. kemungkinan yang terjadi 1 banding 365 itu terjadi. jarak itu tak terlihat. aku dan kamu bertemu lagi. aku bisa melihatmu, aku bisa menyapamu. aku bisa bebicara denganmu. walau itu hanya sepersekian menit. waktu itu terjadi singkat. dan jarak itu kembali melebar. memisahkan aku dan kamu lagi.
siapa? entah, tapi aku ingin bertemu lagi.
rasanya akan sulit. dan semakin sulit. jarak ini akan semakin melebar dan menjauhkan lebih lebih dan lebih jauh lagi. tidak akan aku dan kamu berada di tempat yang sama lagi. sebentar lagi. jarak ini akan berubah lagi. 
februari tahun ini, di gedung pusat.  mungkin ini adaah titik tengah jarak di antara kita. kemungkinan yang terjadi 1 dibanding 365 itu terjadi lagi. jarak itu tak terlihat. aku dan kamu bertemu lagi. tak saling mengenal, tak saling menyapa. walau saat itu aku ingin berteriak ke arah mu yang berlalu dengan cepat. walau aku ingin berlari kearahmu dan menyapamu. aku hanya bisa melihat jarak diantara kita perlahan melebar lagi. ini seperti gerhana matahari, bulan dan matahari bertemu di satu garis, tidak lama. dan saling menjauh lagi.
siapa? entah, tapi aku harap tahun depan aku bertemu lagi.
tahun depan. aku tidak bisa meramalkan. tapi aku ingin bertemu lagi di bulan maret di gedung pusat. titik tengah jarak di antara kita. kemungkinan itu tidak akan sama dengan yang lalu. setelah tahun ini, semua akan semakin sulit. 
dimana titik tengah jarak kita kelak? jika aku bisa memintanya padamu. aku tidak ingin  ada jarak lagi diantara kita. agar perbadingan 1: 365 itu berubah 365:365. agar aku bisa bertemu setiap hari, bukan 6 hari dalam 7 hari. tapi 7 hari dalam 7 hari. bukan  1 hari dalam 365 hari. tapi 365 hari dalam 365 hari. 
tahun depan, semoga janji itu bisa terucap.


TUAN MONSTER BUAYA


23 april 2013
Dear diary.
Sepertinya hari ini Chiro marah padaku. Dia tidak mau menyapaku. Dia menghindariku. Dia duduk jauh dari aku. Aku sedih sekali.
Semoga suatu saat perasaan ini bisa tersampaikan padanya.
Aku menyukai Chiro

Kiku
Aku tutup buku diaryku. Aku kunci rapat-rapat. Aku letakkan diantara buku-buku dirak. Ditaruh di bagian yang paling dalam. Jangan sampai ada yang tahu. Aku berbalik menuju kasur empukku. Merebahkan badan yang seharian ini dibuat lelah oleh tingkahku sendiri. Aku memang sedikit hiperaktif di sekolah. Sama hiperaktifnya kalau itu berhubunngan  dengan Chiro.
Mataku menerawang kelangit-langit kamar. Terbayang wajah Chiro disana. Aku segera mengaburkan bayangan Chiro dari otakku. Tidak seharusnya aku melakukan hal konyol seperti ini. Mengkhayalkan Chiro. Kiku kamu harus fokus belajar. Jadi pembela kebenaran dan keadilan.
Aku masih saja kepikiran dengan kejadian tadi siang di sekolah. Chiro pasti marah sekali ya. Chiro pasti akan menghindariku. Ih, apaan sih, aku kan tidak melakukan hal yang merugikan dia. Menurutku sih begitu. Aku kan hanya membaca buku catatan pelajarannya saja. Itu kan bukan buku rahasia. Kecuali pas aku baca satu kalimat di balik sampul bukunya itu. Aku kan tidak sengaja.
Dan aku lelah sekali hari ini.
***
Aku sudah duduk rapi bersama Cika disamping kananku. Hari ini ada acara pertunjukan sulap. Entah bagaimana bisa ada pertunjukan sulap di sekolah. Yang pasti semua anak terlihat sangat antusias. Aku duduk di pinggir, sengaja agar mudah keluarnya. Tepat di depanku ada Shely dan anak-anak dari kelas lain yang tidak begitu aku kenal.
Chiro datang dari arah belakang. Kemudian dia duduk di samping Shely. Chiro tidak menyapaku. Dia hanya diam. Rasa-rasanya aku ingin sekali menyapanya. Tapi aku sedikit ragu. Kemarin Chiro memperlihatkan wajah kesalnya padaku bahkan setelah aku minta maaf. Mungkin saja hari ini dengan menyapanya, dia akan kembali tersenyum padaku seperti dulu.
Sebelum aku sempat ingin menyapa Chiro, dia beranjak dari kursinya. Menyadari kehadiranku. Mungkin masih marah. Aku beranikan diri untuk memanggilnya.
“Chiro.”
Chiro berbalik arah melihatku, dan hanya terdiam.
“Kamu masih marah sama aku?”
Chiro masih saja terdiam.
“Masih marah?” aku kembali bertanya,
Dan Chiro tetap diam.
“Chiro.” Aku memanggilnya kemudian terdiam saat Chiro hanya diam dan duduk di seberang barisan tempat aku duduk.
Dia pasti kesal sekali. Aku kan tidak menceritakan apa yang aku baca ke semua orang. Aku kan tidak sengaja. Dan itu kan karena Chiro bodoh yang menulis hal seperti itu di buku pelajarannya. Chiro yang salah. Aku membela diri. Aku juga merasa sedih sekali.
Pertunjukan sulap segera dimulai. Aku bahkan kesulitan melihat tukang sulapnya. Tiba-tiba saja aku ditarik ke depan. Di atas panggung ada seekor buaya mini. Astaga, buayanya bisa berdiri, seperti robot atau mainan anak-anak. Buaya itu memakan sesuatu, entah apa. Dan seketika muncul buaya kecil lagi di sampingnya. Ini bukan sulap macam trik-trik yang sering aku tonton di TV. Terlalu ajaib.
Chiro berdiri disampingku. Saat itu aku merasa ada yang salah dengan pertunjukan ini. Cika berlari kearahku dan berada dibelakangku.
“Kita harus lari.” Aku berteriak
            Belum sempat aku berlari, Chiro terkena semburan buaya kecil itu. Dan Foala.. chiro berubah jadi buaya yang besar.
            “Kita harus berubah, sailor venus.” Aku berteriak ke arah cika.
            Alhasil kami sudah berubah menjadi dua prajurit cantik pembela kebenaran dan keadilan. Sailormoon dan sailor V.
            “Lari!” kami berlari berlainan arah saat dua buaya kecil itu berlari ke arah kami.
            Chiro yang menjadi buaya mengamuk.
            “Apa aku harus mengeluarkan Tiara?” Batinku  sebagai sailormoon.
            “Gunakan Tiaramu.” Sailor V  berteriak ke arahku.
            Aku ancang-ancang mengeluarkan jurus andalan sailormoon. Berpose anggun sambil tanganku berada di kening. Aku mengejar Chiro si monster buaya.
            “Moon Tiara Action.” Aku arahkan tiara ke arah monster buaya.
***
Kringgggg.....kringgggg......kringggg.......
Aku raih jam weaker disampingku. Aku usap-usap mataku. Melihat ke arah jarum jam. Jam 6. Masih ada waktu untuk siap-siap ke sekolah. Aku merasa sudah melakukan petualangan yang aneh. Aku berpikir keras. Apa ya? Aku mimpi melawan monster buaya.
“Kenapa monsternya Chiro?” Aku masih belum paham.
Alam bawah sadarku terlalu terpengaruh dengan kejadian-kejadian yang menyangkut nama Chiro. Aku khawatir bahwa apa yang ada dalam mimpi itu akan jadi nyata. Pertanda buruk. Feeling-ku memang terkadang bisa mendekati benar.
Tanpa berlama-lama aku langsung berangkat sekolah setelah makan sepotong roti tawar keju buatan mama. Aku kayuh sepedaku. Memang jarang sekarang yang ke sekolah naik sepeda. Tapi karena sekolah lumayan dekat aku pake sepeda. Ini juga lebih sehat kan. Dan lagi, Chiro juga suka naik sepeda. Dua tahun ini, aku suka sekali mengkayuh sepedaku di belakang Chiro. Selalu saja begitu. Pagi ini juga. Chiro jauh didepanku. Aku kayuh lebih kencang lagi, menyisakan jarak 2 meter dengan sepeda Chiro.
“Tuan Monster Buaya. Tega sekali kau masuk dalam mimpiku.” Aku bergumam sepanjang jalan. Itu julukan baru untuk Chiro, gara- gara mimpi semalam. Itu cocok sekali kan, “Tuan Monster Buaya”. Kalau aku bisa tiara Chiro, mungkin aku pengen menyadarkan dia agar menyukaiku.
Saat asyik- asyiknya melamunkan mimpi semalam, aku tidak sengaja melaju di atas kubangan yang lumayan besar. Tidak sempat mengerem, tidak sempat mengelak. Segera aku tutup mataku dan berteriak. Setelah melewati kubangan itu, aku segera mengerem sepedaku. Berhenti di depan kubangan. Aku lihat Chiro ikut berhenti dan menoleh ke arahku.
“Kamu enggak apa- apa?” Chiro bertanya padaku.
“Enggak kok.” Aku tersenyum.
Chiro langsung mengkayuh sepedanya lagi. Beberapa meter lagi sampai gerbang sekolah. Aku juga kayuh lagi sepedaku. Mimpiku salah ternyata, Chiro malah yang bertanya duluan sama aku. Tapi dia masih bersikap dingin. Udara rasanya membeku, membuat aku juga ikut membeku di hadapan Chiro.
Setelah memakirkan sepeda, kami menuju kelas. Masih sama, aku berjalan di belakang Chiro. Setiap hari selalu begini. Kiku yang paling banyak bicara di kelas, langsung diam saat di dekat Chiro. Sesampainya di kelas aku menaruh tasku. Melihat ke arah bangku Chiro sebentar. Belum sempat duduk, aku ikut bergabung dengan anak- anak cewek yang ngobrol di depan kelas. Ritual harian kami sebelum jam masuk tiba. Heboh sendiri, membicarakan cowok taksiran masing-masing. Aku sih Cuma ikut hebohnya saja. Giliran ditanya siapa cowok taksiran, aku akan diam seribu bahasa atau mengalihkan pembicaraan ke hal  menarik lainnya. Tepatnya tidak menarik sama sekali.
***
Aku melihat Chiro sedang duduk di depan kelas sendirian. Tidak biasanya. Dia memegang buku tulisnya. Aku bahkan kemarin itu belum sempat membaca utuh tulisan di buku Chiro. Itu bukan tulisan, itu gambar. Gambar buatan Chiro bagus. Mungkin selama ini saat pelajaran dia selalu menggambar. Sama seperti yang aku lakukan. Bedanya gambar buatan Chiro bernilai seni tinggi sedangkan gambar aku tidak ada nilainya.
Aku berjalan menuju ke tempat Chiro sedang duduk. Pelan- pelan sekali. Pura- pura tidak terjadi apa-apa. Mengendap-endap. Aku berdiri sebentar di samping Chiro sambil mencoba melirik ke arah buku yang sedari tadi dibawa oleh Chiro. Dia sedang menggambar lagi rupanya. Aku duduk perlahan. Memainkan kakiku maju mundur seperti anak kecil. Sesekali melirik ke arah Chiro yang sedang serius.
Saat Chiro menyadari kehadiranku, dia langsung menutup bukunya cepat. Memandang ke arahku sebentar, bersiap untuk enyah dari sampingku.
“Chi....” Sebelum aku menyelesaikan panggilanku, Chiro menoleh ke arahku. Kemudian menyerahkan secarik kertas yang dia ambil diantara lembaran- lembaran bukunya.
“Ini kan, yang kemarin belum selesai kamu lihat.” Chiro menyerahkan selembar kertas penuh dengan coretan.
“Ini..” Aku bingung harus bilang apa. “Apa maksudnya?”
“Itu untuk kamu, Komodo penguntit.” Chiro bergegas pergi masuk ke dalam kelas.
Aku melihat kertas dari Chiro. Aku bahkan hampir lupa apa yang aku lihat kemarin. Hanya beberapa kata saja yang aku ingat. Dan hanya beberapa goresan gambar saja yang aku ingat. Ini gambar Komodo. Cantik dengan pita di kepalanya. Komodonya tersipu malu. Ada beberapa tulisan di bawah gambar Komodo kecil itu. Puisi. Yang sempat aku baca kemarin.
Komodo Penguntit
Dia selalu mengikutiku
Mungkin hanya perasaanku saja
Dia selalu di belakangku
Dia selalu memperhatikanku
Mungkin ini juga hanya perasaanku saja
Dia seperti predator yang siap menerkam mangsanya
Mengendap- endap di belakang
Kemudian muncul menyerang
Komodo penguntit
Selalu mengendap-endap di belakangku
Entah kapan dia akan menerkamku.
            Aku membaca puisi yang aneh ini. Tentu saja ini bukti bahwa Chiro bukan tipe cowok romantis yang pandai membuat puisi. Saranku, mungkin kamu spesialis aja di bidang visual jangan tulisan.
            “Komodo Penguntit?” Aku bergumam. “Eh? Maksudnya aku?” Aku menunjuk hidungku sendiri. “Komodo penguntit katanya. Apa tidak ada yang lebih bagus dari ini. Putri malu kek, Putri impian ato apalah. Tapi dia benar, liurku memang beracun.” Aku merasa sedikit kesal pada Chiro.
            Aku menggulung kertas dari Chiro. Senyum simpul menghiasi bibirku. Aku baru saja merasakan perasaan jengkel, senang, G.R, antusias campur aduk jadi satu. Selama ini Chiro menyadarinya. Aku selalu mengikutinya dari belakang. Saat naik sepeda ke sekolah. Saat parkir. Saat jalan menuju kelas. Pas ke kantin. Pas mau upacara. Dan ini tadi, pas duduk di depan kelas. Semakin aku memikirkannya, malah hal negatif yang muncul. Perkiraan- perkiraan yang membuat aku malah merasa bersalah. Jangan- jangan Chiro mau bilang “Jangan ikuti aku lagi”, tapi medianya kertas ini. Jadi Chiro sebenarnya membenciku. Jadi mimpiku semalam memang benar. Chiro membenciku. Intuisi 100% yang sering aku andalkan ini, kini tepat.
            Aku masuk kelas dengan pikiran negatifku. Untuk pikiran positifku entah kemana. Aku tidak bisa berpikir dengan baik. Yang ada sekarang hanya satu kalimat yang aku ingat-ingat terus “Chiro Membenciku”. Aku menatap ke arah Chiro dengan tatapan sedih. Setelah ini aku harus bagaimana. 

Senin, 20 Januari 2014

LOGO

ini adalah logo perusahaan saya. suatu saat nanti. bergerak di bidang kuliner, fashion, book store, dll
:3

ichiban purezento untuk iciban tomodachi :3


Kamis, 09 Januari 2014

Belajar Jepang bersama Harada-san.


Sudah obsesi bisa belajar bahasa jepang dari SMP. Ini pengaruh dari dragon ball yang sering aku tonton tiap minggu, dan sailormoon. Mungkin aku pengen mengingat kembali anime apa saja yang pernah aku tonton ditipi yang kebanyakan enggak sampai tamat. Pertama keinget banget adalah ranma ½, dragon ball, sailormoon, creamy mami, miki momo, fumofu, pokemon, digimon, kaptain tsubasa, naruto, one piece, fairy tail, p-man, conan, samurai x, ninja hatori, chibi maruko chan, bakugan, yugi oh... dan ohhhhh terlalu banyak sekali ternyata.
Setelah memendam keinginan belajar bahasa jepang belasan tahun (g sampai sih) akhirnya semester ini ada elective bahasa jepang dikampus, dan aku memutuskan les bahasa jepang di pusat bahasa jepang universitas. Aku merasakan lingkungan baru yang menyenangkan.  Walau seringnya lebih ke bercanda dari pada belajar.
Kami sudah hampir seminggu pertemuan di les-lesan. Tapi enggak pernah sekalipun kami yang sekelas ada delapan orang ini bisa masuk bersamaan. Parahnya lagi, pernah Cuma 2 orang saja yang berangkat (bukan termasuk aku). Akhir-akhir ini memang sedikit suka bolos, ini masalah jarak.
Hari kemarin, 7 Jan 2013. Kelas kita agak berbeda, karena kami kedatangan tamu dari Jepang. Bukan khusus ke Indonesia demi sekelompok kecil murid les ini sih.  Dia tinggi dan putih, matanya sipit. Lebih tinggi dari Ichi-san (native elective). Dan lebih kalem dari Ichi-san. Aduh kenapa jadi membanding-bandingkan. Gomen nasai Ichi – san.
Kinou Harada namanya. Dari kota Tokyo, asal aslinya sih dari Yokohama. Jadi mahasiswa Sastra Indonesia, padahal jurusan awalnya ekonomi (pas di Jepang sana). Harada-san karyawan perusahaan Jepang yang cabangnya sudah jelas ada di beberapa kota di Indonesia. Makanya Harada-san belajar bahasa Indonesia karena mau ditempatkan di sini.
Setelah Harada-san berkenalan, giliran kami yang terdiri dari murid level 3 (yang sudah lebih lancar bahasa Jepang) dan murid level 1 (yang masih jauh sekali) untuk berkenalan dan bertanya. Aku akan membahas beberapa pertanyaan (seingat aku aja).
“shumi wa nan desuka?” “watashi no shumi wa tennisu desu”. Harada-san suka bermain tenis di dekat RS JIH (bukan rawat jalan lho ya). Pertanyaan sederhana sampai pertanyaan agak nyleneh pun terlontar dari mulut murid-murid level 3 dan yang level 1 banyakan diam (aku sudah bilang mau pasif sih. Lho?). bukan karena itu, tapi karena bingung mau tanya apa? Bahasa Jepangnya apa? Ya begitulah.
Harada-san sudah mengunjungi beberapa kota di Indonesia, dari Jakarta, Bandung, Jepara, dan Bali. Beberapa hari lagi Harada-san mau ke Bali, setelah ujian. Mau surfing katanya. Orang jepang sepertinya sangat menyukai surfing ya (sampel 3 orang Jepang). Kata Harada-san  bahasa Indonesia itu sulit. Muzukashii. Iya sih, aku saja merasa itu sulit. Di Yogyakarta, Harada-san sudah ke Kraton, Taman sari, Borobudur (yang sebenernya itu di Magelang lho bukan Jogja) dan Prambanan. Disini sudah dari bulan Juni. Makanan kesukaan Harada-san di sini adalah tongseng kambing.
Ada yang bertanya “Harada-san mau ngomong apa?”, mendengar pertanyaan itu Harada-san jadi bingung sendiri. Jelas aja bingung, mau ngomong apa ya?. Hahaha. Kami sekelas tertawa. Harada-san ternyata suka AKB 48 lho, personil yang paling disukai itu, etto..., aku lupa. Hha. Dan pas JKT48 konser di Jogja Harada-san nonton. Mungkin lain waktu aku juga mau nonton. Aa, Harada-san tidak terlalu menyukai anime tapi dulu pas masih kecil suka nonton dragon ball juga lho. Kalau dorama, sering nonton pas masih kuliah, tapi karena sudah bekerja jadi jarang (mungkin terlalu sibuk sekali).
Bertanya usia itu sensitif sekali untuk orang Jepang (menurut materi begitu sih). Tapi tetap saja kita penasaran kan. Akhirnya ada yang bertanya “nan sai desuka”. Harada-san malah balik bertanya. “kalau menurut kalian berapa usia saya?”. Aduh, aku enggak bisa nebak, mukanya ambigu banget. Nekat aja ada yang jawab “hatachi” (kejauhan), ada yang “ni ju go sai” (masih salah). Harada-san usianya 30-an sekian. Harada-san bilang “mungkin kalau dikantor saya seperti orang usia 34 tahun (seumuran kakak aku) tapi mungkin karena saya di sini kuliah jadi lebih muda”. Harada-san sudah menikah. Sontak yang para cowok langsung bilang “tidak ada harapan buat kalian” sambil melihat ke arah kami yang cewek-cewek. Anaknya 2 kembar cewek-cewek, usianya 4 tahun. Bayanginya pasti unyu-unyu banget. Harada-san punya imoto (adik perempuan) yang tinggal bersama suaminya di Singapura.
Kemarin pas kelas Jepang, iseng aku bertanya ke sensei apa arti dari “Atarimae Taiso” yang pernah nonton di youtube pasti tahu, yang di Indonesia-kan jadi “Senam Yang Iya Iyalah”. Aku sedikit tidak percaya, masak sih artinya seengak jelas itu. Akhirnya tadi sama sensei di suruh tanya itu ke Harada-san. Dan jawabannya adalah sama kayak yang di youtube itu. Aku masih enggak percaya. Harada-san bilang yang mengartikan atarimae taiso ke dalam bahasa Indonesia adalah gurunya. Baru percaya. Hha. Itu hanyalah komedi katanya.
Kembali ke AKB 48. Ternyata di Jepang fans AKB48 itu yang berusia 30-an keatas, kebanyakan usianya di atas Harada-san lho. Sedangkan di Indonesia sendiri fans JKT 48 kan masih anak sekolahan SMP sampai kuliahan, itu membuat Harada-san terkejut. Eh, kami juga terkejut lho,di Jeapng  masak seusia itu suka anak-anak seusia AKB48 itu.
Harada-san kalau pergi-pergi naik sepeda motor tanpa memiliki SIM. Di Jepang sendiri kalau mau cari SIM mobil harus bayar 20-30jutaan. Ujiannya tertulis dan praktek. Makanya kursus terlebih dahulu biar langsung lulus. Lisensi dari Jepang tidak bisa digunakan di Indonesia karena peraturannya berbeda. Mungkin karena kemacetannya juga berbeda (eh?).
Jepang mendaftarkan makanan Jepang seperti Sushi, Sobamie ke Unesco sebagai warisan dunia. Itulah budaya Jepang yang paling nomor satu menurut Harada-san. Sedangkan “matsuri” yang paling terkenal menurut Harada-san itu Festival Kembang api, sama kayak perayaan tahun baru di Malioboro tapi 20kali lipat lebih meriah, 20kali lipat kembang apinya lebih gede. 100 meter katanya (agak ragu), mungkin 100 meter diameter kembang api yang sudah dilangit.
Ada yang bertanya tentang nama Harada-san. Pertama dijelaskan nama marganya yaitu “Harada”, dari kanji padang pasir (eh padang rumput, lupa) dan sawah. Dia bilang mungkin dulu nenek-kakeknya adalah seorang petani. Sedangkan namanya “Kinou”, dari 2 huruf kanji juga, yang Harada-san sendiri tidak bisa menjelaskan kanji pertama, kanji kedua artinya lahir, sama seperti kanji yang ada di kata “sensei”.
Yang terakhir, sensei ngobrol asyik sama Harada-san pada ngomongi HIROAKI KATO. Ya, ya, ya aku tahu Hiro-san. Tenyata di Jepang Hiro-san adalah seorang penyanyi, aktor dan penerjemah. Setahuku Cuma penyanyi saja. Hiro san pernah tinggal di Yogyakarta, dulu pernah ikut siaran “ichigo” di SwaragamaFM. Pernah menyanyikan lagunya Letto, dan sekarang suaranya Hiro-san masih bisa didengar jadi endingnya acara Ichigo.
Satu lagi, Harada-san pro sama yang namanya poligami. Ya ampun (tepok jidat). Tahun ini novel laskar pelangi akan diterbitkan di Jepang dalam bahasa Jepang lho (ya iya lah *red: atarimae). Judul Jepangnya “niji no........”, Harada-san kesulitan menerjemahkan kata Laskar.

Senin, 06 Januari 2014

gambar gambar saya

kyaaaaa.... ini adalah karakter yang selama ini saya gambar berulang-ulang..

ini tiga sahabat, nene itu gadis yang ceria, ah hime juga sama. tapi kaleman nene sih. yoko itu dari jepang ceritanya. hhe
suka sekali gambar ini... <3 hha. terlihat romantis ya *dari mananya coba.

 *kore wa himitsu desu*

ini lukisan gunung fuji versi saya.. kata temen bagian pohon bambunya keren *hanya bagian pohon bambu saja.

kalau yang ini gambar gunung merapi, dilihat dari jembatan teknik UGM. hha.. mungkin lebih tepat gambar absurd..