RSS

Kamis, 21 April 2011

cerpen

DI BUS KOTA

Di tempat ini aku pertama kali bertemu dirinya, hanya sebuah pertemuan yang tak terduga. Kenangan-kenangan itu hadir kembali dalam ingatanku.

Pagi yang cerah, aku menunggu bus di halte. Hanya ada diriku yang merasa was-was, yah takut telat. Tak sebuah bus pun yang melintas di hadapanku. Mending kalau ada seorang teman, jadi kalau telat juga ada temannya.
Dari arah seberang jalan ada seorang anak laki-laki yang berjalan dengan santainya. Pakaiannya sama seperti aku, putih abu-abu.
“Santai banget sih, ga’ takut telat apa? Aku aja dari tadi udah was-was gini.” Pikirku.
Dia berdiri disampingku. Dari bet bajunya aku tahu dia ternyata satu sekolah denganku, tapi kok ga’ pernah liat yach? Selang beberapa menit bus yang ku tunggu akhirnya datang juga. Ups... tapi amat sangatlah penuh, dan aku harus rela berdiri berdesak-desakan, dengan anak itu juga.
Ingin aku bertanya, apalagi karena aku satu sekolah dengannya tapi aku urungkan.
*****
Karena kejadian kemarin aku jadi sengaja berangkat agak siang dan tentu aja aku jadi sering berangkat bersama dia. Oh... apa aku suka dia? Yah mungkin aja, cinta bersemi di bus kota. Tapi tetap saja aku dan dia tak saling mengenal, padahal hati ini ingin sekali menyapanya.
Bus hari ini juga amat sangatlah penuh sesak.
Csheeeiiitttt......!!!! sopir mengerem bus mendadak. Aku mendorong seseorang, dia, anak laki-laki itu.
“Aou... sorry,sorry... he.he?” aku cengengesan
“Ohh.. ga’ papa kog..”
Ini kali pertama aku berbicara dengannya. Senangnya.
“Ngerem dadak terus aja pak, yang sering-sering.” Harapku dalam hati. Aku masih senyum-senyum sambil melihat punggungnya.
*****
Akhirnya sampai juga di sekolah tercinta. Aku jadi ingin tahu lebih tentang dia, yah...aku akan bertanya padanya.
“Eh.... kamu kelas berapa sih? Kok aku jarang liat kamu...” aku memulai bertanya berharap dia menjawab.
“Kelas XI IPA 2.” Dia menjawab sambil terus berjalan.
“Heh? Yang bener.... berarti kita sekelas dunk?” aku kaget setengah idup ga’ nyangka ternyata sekelas.
“Iya..bener.”
“Tunggu-tunggu, kuk kita ga’ masuk kelas bareng sih. Padahal kalau berangkat bareng?”
“Biasanya kamu kemana dulu?”
“Ohhh iya..ya... say hai dulu ama temen lama. Kita kan sekelas juga baru 3 bulan.”
“Waktu yang cukup buat apal temen sekelas.” Dia terus berjalan menuju kelas.
Mendengar perkataannya, aku seketika berhenti dan masih memandangnya berjalan. Aku jadi terlihat bodoh. Ini kan karena dia anak yang terlalu pendiam, berbeda dengan ku yang di kelas selalu bercanda dengan teman-teman bahkan saat pelajaran.
*****
Ya... sekarang aku tahu dia satu kelas dengan ku tentu aja setelah mencari posisi duduknya. Dan tentu aja selama ini aku ga’ tahu, dia duduk di belakang sendiri pojok lagi, tempat yang bagus untuk ngobrol saat pelajaran tapi malah sunyi karena dia.
“Eh... Na? Anak yang duduk di pojok itu sapa namanya?” aku bertanya saat pelajaran sambil terus mencatat.
“Mana?” Nana menoleh kebelakang, “Ohh.. itu? Namanya Ara, kenapa? Naksir?”
“Ihh.. bukan, aku baru liat dia di kelas ini tadi pagi.”
“Kasian banget sih kamu... ckckckck.” Nana menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sekarang aku tau. Hanya aku yang tahu dia terakhir. Langkah pertama yang akan aku ambil adalah berteman dengannya. Yah aku akuin aku suka dia, sikap dinginnya. So cool.
Saat istirahat yang biasanya aku gunakan untuk jajan, sekarang aku gunakan untuk bertanya pada Ara tentang pelajaran. Aku juga baru tahu kalau dia anak yang amat sangatlah pinter, yah... 11,12 lah ama aku. Ternyata dia baik. Disela-sela diskusi kami aku bertanya tentang dirinya. Semua tentang dirinya, kesukaannya, yang dia benci, semualah, eh.. ga’ semua sih.
Aku jadi tahu ada beberapa hal yang sama dengan ku. Aku merasa senang bercerita dengannya.
*****
Sekarang tiap hari aku berangkat dengannya, dan ga’ diem-dieman lagi. Kita sudah bisa bercanda, rasa suka ku juga bertambah kuat. Aku suka dia tapi dia ga’ tahu, dan jangan sampai dia tahu. Aku ga’ ingin persahabatan ini hancur karena sebuah rasa cinta.
“Busnya udah dateng tuh...cepetan!” Ara mengajakku, dia melambaikan tangannya ke sebuah bus.
“Iya... aku datang.” Aku berlari kearahnya menemaninya melambaikan tangan agar bus itu berhenti untuk kita.
Walaupun dia ga’ tahu bahwa aku menyukainya, aku tetap senang. Bisa jadi temannya itu sudah membuat ku senang. Jika memang dia untukku, kita akan selalu bersama.
“Aduh penuh lagi tuh.” Keluh ku
“Ga’ papa, asyik kan desak-desakan ama aku.... he..he..he....” Ara menoleh padaku senyum mengembang di bibirnya. Manis.
“Ihh.. apan sih? Ogah ya...” aku tersenyum.
Kita menaiki bus itu, yang berhenti tepat di depan kita. Tak ingin ini berakhir.

Bus kota tempat yang mengawali sebuah persahabatan dan rasa cinta.

0 komentar:

Posting Komentar