Ada yang bilang lebih baik mati muda dari pada mati tua banyak dosa. Emh... tapi gimana ya. Kalau aku sih mati muda atau tua sama saja asal masuk surga. Baka. Semua juga akan memilih hal seperti itu. Heem. Kadang aku berfikir g apa apa deh aku mati sekarang tapi masuk surga. Kurasa g cuma aku yang mikir kayak gitu ya.
Kali ini aku akan bercerita tentang kisah nyata seorang gadis cantik yang oleh takdir Allah, ia mati muda. Aku tidak kenal baik dengan gadis ini. Aku baru bertemu dan bercengkrama dengan dia 7 jam tidak ada. Dia hanya bercerita sedikit. Tapi aku tahu seperti apa pilunya kehilangan gadis ini. Dan betapa sedihnya menjadi gadis ini. Kenapa? Karena ada janjinya yang mungkin tercekat atau mungkin itulah perwujudan janji itu sendiri.
Oke.
Perkenalkan aku sebagai ners beginner really really beginner. Aku bahkan sepertinya belum bisa dikatakan masuk PK 1, karena saking pemulanya.
Aku bertugas di PICU. Pediatric intensive care unit. Banyak anak anak usia 30 hari sampai 18 tahun plus 1 hari yang dirawat disini dengan alat bantu nafas. Oiya.. bagaimana jika usianya 18 tahun tapi sudah berkeluarga? Ya bisa disebut anak anak bapak atau anak anak ibu. Hem... anak anak yang sudah jadi bapak bapak dan ibu ibu. Sedikit terdengar asing ya. Iya tapi begitulah definisi anak anak yang dianut oleh PICU.
Setelah turun jaga, aku harus jaga sore. Jaga sore di hari pertama surveyor akreditasi berkeliaran. Berharap banget g ketemu salah satu dari mereka. Setelah aku harus gagal jadi tim sukses akreditasi dan malah jadi tim sukses transplan hati. Harusnya setelah ini aku bisa transplan hatiku ke hatimu 🙈. Aku terlalu gila dan sedih kalau ingat ingat lelaki gawat darurat itu. Lupakan.
Aku jaga sore seperti biasa. Ada pasien baru. Sudah besar. Seorang gadis cantik. Usianya seminggu lagi pas 18 tahun. Hampir menjadi usia dewasa yang artinya bisa pindah dari PICU ke ICU.
Diagnosa gadis ini fraktur di kedua kaki. Terlihat traksi di kaki kananya. Gadis ini ceria sekali. Mungkin aku akan iri jika seusia anak ini. Aktif organisasi di SMA. Memiliki banyak teman. Berprestasi. Begitulah sekiranya aku mendeskripsikan anak ini. Aku tak tahu banyak hal tentang anak ini.
Jadi cerita bagaimana anak ini bisa masuk PICU adalah....
Sebut saja Flow. Flow ini baru saja lulus SMA tahun ini. Harusnya sekarang sedang mendapatkan pendidikan lanjutan. Tapi takdir berkata lain sehingga Flow harus di rawat di PICU.
Flow mengalami kecelakaan bersama temannya. Hari itu ada acara pramuka di SMA Flow. Flow sudah tidak aktif di pramuka tapi sebagai kakak kelas yang dulu pernah jadi pengurus, Flow memutuskan untuk mengikuti kegiatan sebagai perpisahan. Kegiatan terakhir di SMA begitu pikirnya. Hari itu mama Flow tidak mengizinkan Flow pergi, karena menurut mama pasti Flow akan kecapekan. Apalagi Flow akan mengikuti test masuk Polwan yang sudah sampai tahap ke 4. Namun, Flow tidak mengindahkan perkataan mama. Flow tetap ikut kegiatan itu bersama temannya.
Selepas kegiatan itu selesai Flow mengantar temannya pulang. Rumah teman Flow ada di seberang jalan. Saat itu Flow memboncengkan temannya dengan sepeda motor. Bersiap untuk menyebrang jalan. Tepat di depan rumah teman Flow. Tiba tiba dari arah belakang ada truk yang menabrak motor Flow. Flow jatuh dan kakinya terlindas ban truk. Ya begitulah kakinya sekarang fraktur. Teman Flow saat itu tidak terselamatkan.
"Waktu itu Flow, masih sadar mbak, tapi Flow tahu temen Flow meninggal setelah mondok pertama".
Aku mendengarkan dengan seksama cerita anak ini bersama seorang residen anak.
"Makanya Flow janji sembuh sama mama, mbak"
Itu adalah janji permintaan maaf Flow karena tidak mau mendengarkan mama untuk tidak ikut kegiatan pramuka saat itu.
Astaga.. tahap grieving seperti apa yang dirasakan anak dan keluarganya. Denial seperti apa? Aku saja membayangkan sudah pasti sangat sulit menerimanya. Dan akan menawar pada Tuhan. Tahap berduka seperti apa, ketika sedikit lagi tahap masuk Polwan bisa Flow lalui dan mungkin sekarang dia sedang mendapatkan pendidikan Polisinya.
"Flow berapa bersaudara?" Tanyaku.
"Dua. Sama adik umurnya baru 3 bulan"
"Owh... masih kecil banget ya. Cewek apa cowok?"
"Cowok mbak. Lagi lucu lucunya. Kalau pagi suka ngajak main. Nanti kalau di cuekin terus ngambek. Hha"
Sesore itu keadaan Flow tidak begitu stabil. Keluar keringat dingin di wajahnya. Bantalnya sampai basah. Nadinya naik. Flow tidak mau makan. Tapi dia masih bercanda sama mama dan papanya. Menghabiskan segelas teh manis hangat.
"Tehnya habis?" Tanyaku lagi untuk mencatat intake cairan Flow.
"Iya, hehe"
Semua pasien di PICU dimonitor setiap jam. Apapun yang masuk dan kekuar tubuh mereka harus tercatat dengan baik. Tanda tanda vital tercatat dengan baik. Monitor alat bantu nafas / ventilator. Jika ada bunyi alarm aneh sedikit hatus segera di cek untuk memastikan pasien baik baim saja.
Begitu pula aku setiap jam menghanpiri Flow, menanyakan berapa yang dia minum. Apa yang dia makan. Apa yang dikeluhkan saat ini. Membantunya memberikan posisi ternyaman. Flow selalu bilang maaf, tidak perlu Flow.
"Sudah minum lagi?"
"Iya" jawab Flow singkat sambil mengangguk.
"Berapa teguk?"
"Tujuh ada."
"Oke" aku mencatat di lembar monitor Flow
"Sekarang yang dikeluhkan apa?" Aku menghampiri di samping Flow sambil mengelap keringatnya.
"G ada"
"Ada nyeri g?" Aku memastikan lagi.
"G ada" Flow menjawab sambil menggeleng.
Jam 20.00 jadwal minum obat Flow. Flow dibantu mama dan papa. Masih ceria dan bisa bercanda.
Aku tanya lagi tentang asupan minumnya.
"Lima teguk" Flow lapor sebelum aku bertanya.
"Emang kamu hitung?" Mama bertanya pada Flow
"Iya aku itung, orang ditanya" Flow menjelaskan.
"Hhaha, bagus Flow." Aku acungkan jempol ke pada anak itu. "Obatnya sudah diminum semua ya?" Aku memastikan lagi.
"Sudah"
Hingga jam operan jaga tiba, Flow masih baik baik saja. Memang fungsi jantungnya agak terganggu sehingga nadinya tinggi. Terakhir aku tinggalkan anak itu masih stabil. Kurasa dia akan baik baim saja sampai prosedur pembedahan berikutnya.