Gelombang k-pop sudah mulai surut perlahan, namun
masih ada disana-sini yang bergaya k-pop. Aku sih biasa saja. Aku bukan orang
yang ikut arus k-pop (sedikit bohong), ya ya, sedikit sih. Malah lebih suka pas
belum booming ini. Masih bisa menikmati lagu shine, suju, snsd, tohoshinki, dll
dengan antusias. Sudah-sudah, aku harus sedikit berhati-hati bercerita disini.
Pada akhirnya aku lebih menikmati lagu monkey majik, arashi, laruku dll.
Korea dimana-mana, entah sejak kapan tiba-tiba Joko
juga suka korea-korea. Aku cukup shock
dan mendadak sedih berkepanjangan. Merasa denial, penolakan yang tak
sampai pada fase penerimaan. Ah peduli apa sih aku dengan Joko. Dia kan sama
saja dengan yang lainnya, sedang asik menikmati segala hal berbau korea. Tapi
itu membuat aku merasa berseberangan dengan si Joko. What happen?
Joko. Siapa sih Joko itu? Bukan siapa-siapa (bohong
lagi). Oke fine, dia orang yang berhasil mengalihkan perhatianku beberapa tahun
terakhir. Berhasil membuat aku sedikit gila disana-sini. Ini hanyalah rahasia
kecil yang selama ini berhasil aku simpan rapat-rapat (ah, ya ada yang sudah
tahu tentang ini).
***
Semester awal dulu, tiba-tiba Joko memperlihatkan
gelagatnya yang suka nanya-nanya soal korea. Kemudian aku cuma bisa bilang
“kenapa harus Korea sih?”. Ditambah lagi, temannya yang menggodanya dengan
pertanyaan tentang cewek korea KW.
Aku sudah hancur melihat semua itu, lenyap seketika
harapan yang aku bangun dengan perjuangan panjang. Roboh seketika. Joko, jalan
kita berbeda. Ya rutenya hampir sama tapi tujuan kita berbeda, Jok. Korea
selatan dan Jepang itu berbeda, walau artis Korea sering ke Jepang promo album,
walau artis Korea mengalihbahasakan lagu mereka ke bahasa Jepang. Aku merasa
kalah.
“Nonton apa sih?” Aku menghampiri Mei.
“Suju.”
“Kalau kamu apa, Ta?” Aku bertanya pada Tata.
“C.N Blue dong.”
Aku duduk diantara mereka berdua yang asyik dengan
tontonan baru mereka. Aku suka sih, suka nonton juga. Tapi semenjak Joko lebih
memilih Kimi, itu membuat aku malas, bahkan menonton C.N blue.
“Kamu sehat kan, Ki?” Mei bertanya heran.
“Iya nih anak, ga biasanya.” Tata menatapku,
menggoyang-goyangkan telapak tangannya di depan mataku. “Ruki? Kamu baik-baik
saja kan?”
“Teman-teman, aku lagi patah hati gara-gara Joko.”
Aku masih memasang tampang kusutku.
“JOKO???” Mei dan Tata serempak berteriak.
“Siapa Joko?” Mei bertanya.
“Ga ada yang lebih keren ya, Ki?” Tata heran
“Joko udah cukup keren buat aku. Dan dia lebih
memilih Kimi, guys. Kimi..... cewek
produk Korea. Kalau dia tertarik belajar bahasa asing, kenapa sih bukan
Mandarin aja, kenapa Korea, dan kenapa ga bahasa Jepang aja juga?”
“Itu artinya Joko update.” Tata kembali menonton
videonya.
“Selera Joko bagus juga.” Mei ikut-ikutan balik
badan asyik dengan tontonannya lagi.
Suasana kembali normal, seperti aku tidak pernah ada
diantara Mei dan Tata. Joko bahkan berhasil mendapat dukungan dari
teman-temanku. Aku sebatang kara sekarang.
“Aaaaaarrrrrgggghhhhhhhhhhhhh.” Aku berteriak
didalam hati. “Joko...........terlalu!”
Aku kira Joko hanya sedikit kecipratan bau-bau
Korea. Aku kira Joko bakalan kembali seperti Joko yang dulu. Aku kira Joko akan
berhenti mengharapkan Kimi. Aku kira itu hanya cinta sesaat Joko sama Kimi.
Tapi ternyata aku salah. Joko tetap cinta Kimi.
Kemarin aku melihat Joko di sebuah restoran bersama
seorang gadis. Terlihat putih, cantik, unyu-unyu. Itu pasti Kimi. Dan kenapa
sih Kimi mau sama Joko. Item, iya sih rapi. Dan kenapa aku masih suka Joko
juga. Ah, tiba-tiba orang satu restoran pengen aku salahin semuanya. Semua
terlihat salah.
Sempat terfikir untuk menghampiri Joko dan Kimi,
tapi aku harus menjaga image, aku
harus pura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku harus bersikap biasa.
“Hey. Lihat apaan sih?” Tata disampingku menepuk
bahuku.
“Ssst, lagi lihat Joko.”
“Eh, mana-mana?” Tata penasaran.
“Itu, cowok item yang lagi duduk ama cewek yang
putih banget itu.” Aku menunjuk meja Joko.
“Itu Joko?” Tata memastikan sambil ikut menunjuk
kearah Joko.
“Iya.”
“Udah deh lupain aja.”
“Ih, apaan sih, Ta. Aku kan suka sama Joko. Kok kamu
malah gitu.”
“Banyak yang lebih ganteng dari dia, kamu juga bisa
dapat mas Ichi, mas Hito, mas Taro dan lain-lain.” Tata masih melihat ke arah
Joko. Joko menengok kearah kami, “Manis banget.” Tata menatap kearahku. “Joko
manis juga ya ternyata. Bikin melting.”
“Tata!” Aku pasang tampang serem. “Ih, apaan sih,
Ta. Kamu aja bilang gitu. Nambah pesaing aja, walau ga seberat saingan sama
Kimi.”
“Kalau gini caranya kamu harus mempercantik diri,
Ki.”
Melihat Joko di restoran bersama Kimi adalah suatu ketidaksengajaan
yang menyakitkan. Apa yang harus aku lakukan. Mempercantik diri, bukan solusi
yang tepat. Memperjelek diri apalagi. Setidaknya aku hanya pengen Joko melihat
aku apa adanya. Bukan karena masalah fisik saja.
“Mempercantik diri?” Aku merasa agak aneh.
“Lihat fashion kamu, kuno banget, Ki.” Tata
melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Untuk cewek blasteran Jepang
kamu dapet, tapi buat style-nya ga
banget. Kamu harus belajar dari aku.” Tata menunjuk dirinya sendiri.
Aku merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Bukan hal
baik.
***
Hari ini jadwalnya adalah ke salon langganan Tata
dan Mei. Jadi kita nyalon bertiga. Ini pertama kalinya untukku. Bahkan Tata dan
Mei merasa heran, katanya aku sudah berapa tahun kuliah sudah berapa tahun
umurku, tidak pernah perawatan di salon adalah hal aneh. Aku malah merasa
mereka yang terlalu aneh menganngap tidak pernah ke salon adalah hal aneh
(membingungkan memang).
Kami berhenti di klinik kecantikan ternama di kota
kami. Selalu ramai setiap hari dan tambah ramai sampai antri diluar-luar kalau
menjelang lebaran. Aku bukanlah orang yang terlalu peduli dengan penampilan
fisik.
“Makanya Joko lebih milih Kimi.” Tata dan Mei
berkata serempak.
“Menurutku cinta itu kan tidak sebatas fisik saja.”
“Makanya Joko ga milih kamu.” Mereka kompak lagi.
Dan membuatku tambah merasa jengkel dengan pernyataan mereka.
Kami masuk kedalam gedung yang lumayan mewah.
Strategi pemasaran yang begitu bagus. Fasilitas salon yang begitu nyaman. Aku
lebih betah di sini dari pada di rumah. Tata dan Mei langsung mengarahkanku ke
perawatan yang pertama sampai terakhir. Seharian
kami di salon kecantikan. Melelahkan sekali. Mereka berhasil me-make-over cewek blasteran Jepang gagal
dengan baik sekali. Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri yang terpantul
dari kaca. Masalah fisik aku tidak kalah saing dengan Kimi, pasti Joko bisa
pindah hati. Aku merasa senang.
“Perjuangan kita akhirnya berhasil. Aaaa seneng
banget.” Mei memegang tanganku dan tangan Tata sambil berjingkrak-jingkrak.
“Mei, yang punya ide ini aku.” Tata tidak terima.
“Tapi, aku juga seneng. Akhirnya Ruki bisa cantik.”
“Apaan sih kalian, biasanya aku juga udah cantik.”
Aku tersenyum, kami berjingkrak bersama, tertawa bahagia dan berbelukan.
“Eits, udah-udah. Malam ini kita bakal makan malam
spesial. Di restoran Korea.” Tata mengajak.
“Kenapa Korea sih, Ta.” Aku protes.
“Sssttt, udah Ki ga apa-apa, kan ini gratis. Tata
yang bayar. Iya kan, Ta?” Mei mengedipkan matanya genit.
“Iya, iya. Aku yang bayar.”
Kami melaju ke restoran Korea yang berada tidak jauh
dari kampus. Restoran Korea baru. Banyak restoran Korea baru di kota kami.
Mungkin itu juga efek update Korea.
Masuk restoran langsung disuguhi lagu-lagu Korea.
Membuat pengunjung betah berlama-lama. Kami duduk di dekat jendela, biar bisa
sekalian melihat lalu lalang kendaraan dan kerlap-kerlip lampu kota. Ini adalah
pertama kalinya aku datang ke restoran masakan Korea. Aku cukup kebingungan
memilih menu, akhirnya aku hanya meniru saja apa yang dipesan Tata dan Mei.
“Kenapa kursinya lima sih. Kenapa ga yang tiga aja?”
Aku bertanya heran.
“Ntar ada yang duduk di situ.” Tata menjelaskan.
“Siapa?” Aku penasaran.
“Liat aja ntar.”
“Siapa?” aku bertanya ke arah Mei. Mei hanya
menggelang tidak tahu.
Beberapa saat kemudian hidangan yang kami pesan
sudah datang. Pas juga dengan kedatangan dua orang yang akan duduk di bangku
kosong tadi. Joko dan Kimi. Kenapa bisa mereka berdua. Astaga. Apa sih rencana
Tata sebenarnya.
“Hai, Kim. Duduk aja.” Tata menyapa Kimi.
Aku menyikut tangan Tata. “Kamu kenal Kimi?” aku
bertanya pelan. Tata hanya mengangguk.
Canggung. Suasananya tiba-tiba kaku begitu saja.
Setelah saling berkenalan satu sama lain kami makan bersama. Joko, dia bersikap
biasa saja. Bisakah kau melihat perubahan dalam diriku, Joko? Ruki yang dulu
kumal dengan Ruki yang kini cantik menawan. Joko tetap lebih asyik mengobrol
dengan Kimi. Makan malam ini lebih menyakitkan dari pada kejadian di restoran
kemarin. Ibarat film, adegannya live,
live satu meter didepanku. Parahnya
lagi ini adalah film action, yang pisaunya itu transparan. Dan pas banget
menususk-nusuk hatiku (mendramatisir).
***
“Ta, apaan sih kamu kemarin. Masak ngundang Joko
sama Kimi. Kamu tahu kan Ruki tu suka sama Joko. Ih, ga habis pikir deh aku,
Ta.” Mei protes.
“Niatku sih biar Joko bisa bandingin Ruki sama Kimi.
Dan sudah jelas cantikan Ruki kan?”
“Tapi bukan dengan cara itu juga kali, Ta. Kasihan
Ruki.” Mei menetap kearahku.
“Sudahlah, aku baik-baik saja kok.” Aku tersenyum
memaksa.
“Maafin kita ya, Ki.” Mei menghampiriku
dan memelukku. “Joko pasti suka kamu.”
“Iya.” Aku mengangguk.
Aku mulai berpikir, memang sepertinya Joko mencintai
Kimi amat sangat. Sepertinya tidak ada kesempatan lagi untukku. Aku harus
nglupain Joko. Oh Ruki, itu kalimat yang selama bertahun-tahun kamu ucapkan
pada dirimu sendiri. Tapi selalu gagal. Aku sudah terlanjur suka Jokonya
kelamaan sih. Kerak cintanya sudah sulit dihilangkan.
Sehabis pulang kuliah aku, Tata dan Mei duduk di
taman kampus. Bercerita. Tepatnya menonton video Korea. Aku hanya bisa melihat
Tata dan Mei tersenyum tertawa menghadap ke laptop. Reality show Korea memang lagi digandrungi remaja-remaja, apalagi
kalau yang main bintang idola kesukaan mereka. Aku asyik dengan komikku. Bukan
komik Korea. Ini komik Naruto, yang sedikit membahas tentang romantisme. Aku
jadi ingin ber-kage bunshin no jutsu
(tanpa alasan yang jelas, pengen aja).
Ada yang menghampiri kami dari kejauhan terdengar
langkah kakinya semakin keras. Tapi kami masih tidak terlalu perduli.
Langkahnya terhenti, dan berdiri di hadapanku. Aku mendongak keatas. Tata dan
Mei ikut mengalihkan pandangan mereka ke orang itu. Mereka terlihat kaget.
Apalagi aku. Bahkan aku tidak kenal siapa orang ini.
“Ruki-san desuka?” Orang itu bertanya.
“Hai, so desu.” Aku menjawab sekenanya, bahasa
Jepangku tidak terlalu bagus.
Dari arah belakang orang itu muncul seorang gadis.
Dia melambaikan tangannya ke arahku.
“Ruki-chan, O genki desuka?” Gadis itu menyapaku.
“Hime?” Aku seperti melihat teman lama. “Genki desu.
Hisashiburi.”
“Hai. Kenalin nih teman aku.” Hime mengganti logat
bicaranya ke bahasa Indonesia. “Ichiro-san.”
“Saya bisa berbahasa Indonesia kok.” Ichiro
tersenyum, tahu kalau bahasa Jepangku jelek.
“Ruki.” Aku menjulurkan tanganku. “Ini
teman-temanku, Tata dan Mei.”
Kami berlima duduk di taman. Tata dan Mei terpaksa
mematikan Video yang sedaritadi mereka tonton.
“Lupain Joko, ada gantinya nih, Ichiro.” Tata
berbisik padaku.
“Iya, lebih ganteng.” Mei menambahi.
“Ssssttt. Kita lihat saja nanti. Tapi aku masih suka
Joko sih.”
“Ruki!” Tata dan Mei kompak berbisik jengkel. Aku
hanya tersenyum.
***
“Kimi, Joko suka Kimi.” Joko
menyatakan cintanya pada Kimi.
“Joko jangan bercanda seperti itu,
lumayan lucu sih.”
“Aku
ga nglucu lho ini. Seriusan, Kimi. Mau ya jadi pacarnya Joko?” Joko mengeluarkan
bunga mawar dari balik punggungnya.